Mina meninggalkan kafe itu. Ia berjalan menyusuri kafe dengan tas jinjingnya. Matanya yang ditutupi kaca mata hitam berkaca-kaca. Rambut panjang ikalnya tertiup angin yang menerpa berlawanan dengan arah jalannya.
Ia menangis.
Siapa bilang Mina senang dengan keputusannya menikah dengan Yungi yang sudah menjadi sahabatnya sejak kecil. Ia memang pernah menyukai Yungi sewaktu mereka masih di SMA, tapi ketika ia tahu kalau Yungi mencintai Melisa, ia menyerah dan pasrah. Ia lalu mengubur dalam-dalam perasaan itu dan ikut mendukung Yungi dan Melisa.
Sekarang ketika ia sudah bisa melanjutkan hidupnya, ia harus kembali menghadapi ketakutan dan perasaan hatinya yang mungkin suatu hari Yungi akan tahu. Ia takut jika Yungi tahu tentang hal ini, Yungi akan membencinya dan meninggalkannya.
Perempuan imut itu berdiri di bawah lampu merah. Ia mengamati orang-orang di sekitarnya.
Betapa bahagianya mereka!
Apa mereka memiliki masalah yang sama sepertiku! Sahutnya dalam hati.
Ingatannya masih pada masalah keluarganya. Ia tidak ingin pulang. Ia tidak sanggup melihat ibunya yang selalu menangis secara sembunyi-sembunyi di kamarnya. Semuanya berawal dari masalah perusahaan ayahnya yang hampir bangkrut. Ada beberapa orang dalam yang korupsi dan melarikan diri dari perusahaan itu. Akibatnya perusahaan itu rugi banyak dan harus ditutup.
Mendengar kabar ini, orang tua Mina tidak sanggup menerimanya. Ayahnya stres dan sekarang mengalami stroke dan harus di rawat di rumah sakit. Ibunya tidak bisa berbuat apa-apa. Kakaknya sudah mengusahakan yang terbaik dan tentunya sebagai anak bungsu ia juga ingin membantu.
Ia tahu risikonya jika suatu hari Yungi tahu kalau ia pernah mencintainya, mungkin ia akan meninggalkannya. Tapi ia memilih mengambil risiko itu daripada keluarganya berantakan dan nasib ribuan orang yang telah membantu membangun dan menjalankan perusahaan ayahnya juga ikut kacau.
Sementara itu di kafe, Yungi dan Melisa berbicara dengan wajah yang serius.
“Yang dikatakan Mina, benar, Yun!” Melisa menatap Yungi yang kini berpindah tempat. Sebelumnya mereka duduk bersebelahan dan sekarang mereka duduk berhadapan.
“Maksud kamu apa?” tanya Yungi. Ia tampak bingung.
“Bahwa orang tuamu tidak menyukaiku!” ucap Melisa dengan lantang.
“Itu karena mereka tidak mengenalmu! Mungkin kau juga harus mulai rajin mendekati orang tuaku, jadi kau punya nilai di mata mereka,” ujar Yungi dengan nada membujuk.
“Bukan itu masalahnya, Yun! Aku sudah berusaha mendekati orang tuamu bahkan tanpa kau minta! Tapi mereka benar-benar dingin kepadaku! Kau tidak paham! Aku bukan siapa-siapa di mata mereka. Statusku dengan kau dan Mina tidak sama. Aku sangat beruntung karena kau mencintaiku, dan sangat beruntung karena Mina sangat paham dengan kondisiku, jadi, akan lebih baik kau terima saja permintaan tolongnya!” Melisa berkata, tapi nadanya terdengar sangat sedih.
“Mel!” ujar Yungi. Ia memegang erat tangan Melisa.
Melisa tersenyum dan menganggukkan kepalanya.