Pernikahan semarak itu berlangsung selama dua hari dan selama dua hari itu pula Melisa tak henti-hentinya mengucurkan air mata. Bagaimana pun Yungi kekasihnya selama bertahun-tahun. Mereka sudah banyak melakukan hal bersama. Bahkan is sudah memberikan satu-satunya yang harus ia jaga sebagai seorang perempuan. Itu saking ia cintanya kepada lelaki itu. Ia tidak mungkin rela melepaskan Yungi begitu saja meskipun dengan Mina yang hanya sahabatnya sejak kecil.
“Kau lelah, Min?” Yungi menghampiri Mina yang masih menggunakan baju pengantin berbaring di ranjang dengan seprai putih yang bertaburkan bunga mawar merah di atasnya.
Mina tidak menjawab. Rupanya ia sudah tertidur pulas.
Yungi hanya tersenyum melihatnya. Cara tidur Mina masih sama seperti waktu ia masih kecil.
Mereka sering tidur bersama dalam satu ranjang tanpa ada rasa canggung atau enggan.
Yungi jongkok di depan Mina. Sesaat ia hanya memandangi wajahnya. Ia kemudian mengelus kepalanya. Mina terbangun karena merasa seseorang mengelus kepalanya.
“Maaf, apa aku tertidur?” sahut Mina sambil bangkit dari posisinya.
Yungi menggeleng seraya berdiri dari jongkoknya.
“Istirahat saja! Aku akan tidur di sofa.” Yungi menunjuk sofa di seberang ranjang.
Mina tersenyum.
“Tidak apa-apa, Yun! Tidur di ranjang saja. Kita sering melakukannya waktu kita kecil. Tidak ada bedanya, kan? Lagipula aku yakin kamu tidak akan jatuh cinta kepadaku kan hanya gara-gara satu ranjang denganku. Karena kalau iya, kamu seharusnya sudah jatuh cinta kepadaku sejak dulu.” Mina menjelaskan.
“Iya,... iya aku tahu,” ucapnya pendek seraya menganggukkan kepalanya.
“Oh! jangan lupa kabari Melisa, Yun! Dia pasti khawatir. Dua hari ini kita cukup sibuk kan?” ujar Mina. Ia berdiri di depan pintu kamar mandi.
Yungi menatapnya dan mengangguk pelan.
“Aku akan melakukannya,” sahutnya sambil mengacungkan jempol.
***
Blak! suara pintu dibanting dari arah kamar Yungi merusak suasana tenangnya malam.