Bab 5 Rival
Pagi datang dengan perlahan. Kicauan burung dan bias sinar matahari mencoba menembus tirai yang membalut jendela kamar dan membuat Mina terbangun dari tidurnya. Ia mencoba bangkit, tetapi tidak jadi ketika ia sadar dirinya dalam keadaan telanjang. Terlebih ia sendiri tidak leluasa bergerak karena ia merasakan kehangatan dada Yungi yang menempel di punggungnya dan belitan tangan kekar Yungi di tubuhnya. Sesaat Mina masih terdiam dan membiarkan pikirannya mengenang kejadian tadi malam. Wajahnya memerah ketika ia menyadari ia juga begitu menikmati permainan itu.
Mina kemudian memindahkan tangan Yungi secara perlahan. Ia menatap Yungi yang tengah tertidur pulas. Di bibirnya tersungging senyum kecil seolah ia tengah mendapati mimpi indah. Ia kemudian beranjak dari tempat tidur dan meraih piyama motif bunganya lalu berjalan ke arah kamar mandi.
Seusai mandi, ia berdiri di depan kaca dengan handuk membelit di tubuhnya sebatas dadanya. Ia sedikit terhenyak melihat leher dan dadanya yang penuh dengan tanda merah bekas bibir Yungi tadi malam. Ia mengusap-usapnya sebentar.
“Maaf, aku tidak tahu itu akan berbekas.” Suara Yungi mengejutkannya dari belakang. Ia mengenakan piyama birunya dan menopang dirinya ke pintu kamar mandi.
“Tidak apa-apa.” Mina berkata pelan. Ia tertunduk, merasakan wajahnya memerah dan ia tidak mau Yungi melihatnya.
Ia kemudian mencoba meraih piyamanya ketika Yungi mendekatinya.
“Jangan!” Yungi menjauhkan piyama Mina dari tangannya.
“Yungi! Jangan bercanda terus. Kembalikan!” Muka Mina masih merah.
“Kenapa masih malu?” Yungi mendekati Mina dan langsung melingkarkan tangannya di pinggang Mina.
Mina membuang mukanya.
“Lepaskan!” sahutnya pelan.
“Tidak akan!” ujar Yungi mendekatkan bibirnya ke arah telinga Mina.
“Yungi, aku ada janji hari ini. Kalau kau terus bercanda seperti ini, aku bisa terlambat.” Mina berkata. Kali ini ia menatapnya, sebuah tatapan memohon supaya Yungi melepaskannya.
Yungi kemudian membiarkan Mina mengenakan piyamanya dan menatap punggung Mina yang semakin menjauhi kamar mandi.
***
“Maaf, apa kau menungguku lama?”Mina setengah berlari mendekati sebuah meja di sebuah kafe.
Tae hanya menggelengkan kepalanya.
“Tidak apa-apa,” sahutnya sambil tersenyum.
“Sudah pesan?” tanya Mina lagi sambil menarik kursi tepat di depannya.
Lagi-lagi Tae menggelengkan kepalanya.
“Baiklah, kalau begitu aku yang traktir.” Mina berkata lagi.
Ia melihat ke sekeliling kafe, mencari pelayan dan melambaikan tangannya ketika ia melihat seorang pelayan beridiri di dekat meja kasir. Pelayan pun datang menghampirinya.
“Kau mau pesan apa?” Mina mempersilakan Tae memesan duluan.
“Spageti dan kopi, tentu saja.” Tae menutup buku menú dan memberikan pada Mina.
“Sama.” Mina memberikan buku kepada pelayan yang tengah sibuk menulis.
Pelayan mengulang kembali pesanannya dan kemudian ia beranjak meninggalkan mereka.
“Jadi, kenapa memanggilku?” Mina menatap Tae.
“Yungi tidak memberitahumu?” Tae melakukan hal yang sama.
Mina menggelengkan kepala sambil mengernyitkan alisnya. Ia kemudian merebahkan badannya sambil menyelipkan rambut ikalnya ke belakang telinganya.
“Apa?” Mina bertanya lagi.
“Mau jadi pasanganku tidak ke acara ulang tahun Melisa?” Nada Tae datar. Ia meraih bungkusan rokokya di saku kiri kemejanya.
“Keberatan kalau aku merokok di depanmu?” Lanjutnya.
Mina hanya menggeleng. Ia merasakan matanya membelalak.
“Kau ingin aku pergi denganmu ke ultah Melisa?” Tandas Mina. Suaranya ia keraskan, bukan karena Tae tidak bisa mendengarnya, tapi untuk menguatkan hatinya, terlebih setelah apa yang ia dan Yungi lakukan tadi malam.