Tetesan Air Mata Isyarat

Rizal Azmi
Chapter #1

Pagi Itu

Keluarga adalah komponen penting dalam hidup.

Tanpa mereka, tidak ada keberhasilan dan kesuksesan.

Sayangi dan cintai mereka!

Matahari mulai menyinarkan cahaya. Memasuki jendela yang mulai terbuka lebar di lantai atas rumah bercat biru laut. Rumah yang berada di kawasan Wengga Metropolitan, kota Sampit.

Tashya baru saja bangun. Tadi malam ia tidur terlalu larut, karena melihat mama dan papanya bertengkar lagi. Pertengkaran yang tidak tahu apa permasalahannya.

Mendengar keributan itu, seisi rumah terasa sangat bising dan memilukan. Begitu parah bisingnya, sampai Raka, Kakak Tashya, juga harus tidur larut malam. Menunggu sampai mama dan papa mereka berdamai. Kalau seperti ini, sudah dapat dipastikan dua kakak beradik ini bangun kesiangan.

“Kak Raka, ayo bangun! Sudah pagi.” Tashya membangunkan Raka yang masih tertidur di balik selimut.

“Sebentar lagi, Dik! Masih ngantuk,” jawab Raka, tanpa membuka selimut yang menutupi seluruh tubuhnya.

“Kak, ini sudah jam lima lewat. Kakak belum sholat, kan? Nanti Tashya juga terlambat lagi ke sekolah. Mama masih tidur, Kak. Kata Mbok Rus, Papa balik ke kantor dan tidur di sana,” kata Tashya sambil menarik-narik selimut Raka.

“Tapi Kakak masih ngantuk, Dik! Tadi malam Kakak tidak bisa tidur!” Raka masih mencoba bertahan.

“Tashya pergi sekolah sama siapa, Kak? Tashya takut pergi sendiri,” ucap Tashya lemah.

Raka tidak menjawab. Namun, apa yang dikatakan adiknya memang benar. Bagaimanapun, Tashya adalah adiknya yang masih kecil. Karena sikap ego mama dan papa sekarang, Tashya berusaha mandiri dan belajar memahami semuanya meski belum waktunya untuk itu. Namun, entah karena apa, mereka lupa terhadap dua buah hati yang menjadi pelipur atas kegundahan jiwa.

Akhirnya Raka bergegas bangun dan duduk di samping ranjang. Dilihatnya Tashya sudah siap. Meski masih duduk di kelas satu SD, dia sudah belajar disiplin dengan menyiapkan semua keperluannya sendiri. Namun, kadang juga ada salah. Yang ribut bukan Mama atau Papa, tetapi Mbok Rus. Mbok Rus-lah yang paling setia dengan mereka. Merapikan dan memperhatikan segala keperluan mereka

“Tadi malam tidurnya sama Mbok Rus lagi, Dik?” tanya Raka sambil berjalan menuju kamar mandi.

Tashya hanya mengangguk pelan sambil memainkan rambutnya yang diikat rapi menjadi dua bagian.

“Tashya ... Tashya ... takut tidur sama Mama dan Papa. Mama Papa tadi malam marah-marah terus.” Tashya melanjutkan omongannya.

“Ya, tidak apa-apa. Tunggu Kakak mandi dulu, baru kita sarapan dan berangkat!” jawab Raka.

Seperti biasa, Tashya menikmati pagi di taman belakang. Udara sejuk dengan bunga bermekaran membuat luka di hatinya sedikit terobati. Bunga berjajar rapi di atas pot, seperti anak-anak sekolah yang berbaris rapi. Deretan bunga tertata rapi tinggi rendahnya. Ada yang setia memekarkan bunganya setiap pagi, ada pula yang hanya sebulan sekali. Bunga-bunga yang ia rawat bersama Mbok Rus sudah banyak yang layu, seolah ikut sedih menyaksikan raut muka tuannya yang sendu, seolah tak tega mendengarkan semuanya.

“Tashya? Tashya di mana, Nduk?!” teriak Mbok Rus.

”Tashya di taman belakang, Mbok! Ada apa?” sahutnya.

”Ditunggu Mas Raka buat sarapan di meja makan!” teriak Mbok Rus lagi.

Lihat selengkapnya