Texting

Tika R Dewi
Chapter #9

Part 9

It doesn't matter what others are doing. It matters what you are doing - Quote

Keira | Aiden

"Aiden," panggilku begitu telepon tersambung.

"Apa?" jawabnya santai. 

"Sibuk, gak? Takutnya lagi meeting lagi," tanyaku padanya, tak mau kejadian kemarin terulang lagi. 

"Gak, lagi review-review dokumen aja, eh kamu bukannya harusnya lagi ketemuan sama Refly? Gak jadi?"

"Udah kok, makanya ini telpon kamu, mau kasih tahu, HP temenmu udah aku balikkin dengan selamat." Sengaja aku tak langsung bercerita soal hal yang tadi kudengar dari Refly. 

"Haha ... kamu gak punya kewajibanlah untuk kasih tahu aku soal itu."

"Ya gak pa-pa. F.Y.I aja."

"Lama tadi ketemuannya?"

"Gak si, cuma minum doang dan lagi dong dompet dia ketinggalan di mobil, jadi aku yang bayarin dulu tadi."

"What! Astaga Refly," sahutnya, tak ada tanda-tanda yang aneh dari nada suaranya setelah aku membawa-bawa Refly dalam pembicaraan kami.

"Aiden ...." Aku penasaran sekali, dan seperti biasa rasa ingin tahuku terlalu besar. Kugigit bibir bawahku menahan diri untuk segera melontarkan pertanyaan. 

"Hmm ... kenapa, Keira? Sudah memutuskan mau ketemu sama aku? Masa ketemuan sama Refly mau sama aku gak sih?" Aku tertawa kecil mendengar protesnya.

"Kamu tanya aja sama temen kamu itu, di mana aku kerja, atau gimana rupaku ini ... pasti dibilang jelek, gitu." Aku menemukan cara memancing dia bercerita soal Refly dengan menyuruhnya bertanya soal aku pada Refly.

"Kan aku sudah bilang, aku lama gak kontak sama dia. Kalian ada ngomongin soal aku, gak?"

"Hmm ... iya ada ...."

"Kamu dari tadi, sengaja mancing-mancing, mau tahu ya kenapa aku sama Refly gak kontak lagi?"

" .... "

"Refly, cerita apa aja sama kamu, Keira?"

"Soal bisnis dia yang kamu bikin gulung tikar ...," aku berhenti agak lama menunggu responnya, tapi rupanya dia juga menungguku melanjutkan cerita, "soal kamu yang menghalangi dia mencari modal dan investor, itu beneran?"

"Kamu percaya?"

"Aku gak tahu, makanya aku nanya."

Dia tak langsung menjawab, kami sama-sama diam, sementara aku mencari tempat yang nyaman untuk duduk di dalam Mall ini.

"Itu bener kok." Deg, ada sedikit rasa kecewa menyusup di hatiku.

"Tapi semua kan ada sebab akibatnya Keira. Aku gak mungkin melakukan hal kaya gitu kalau gak ada penyebabnya ...," lagi dia diam sejenak, "huft ... ini bakalan panjang, kamu di mana sekarang, Keira?"

"Masih di mall, duduk di dekat lobby, why?"

"Jauh balik ke kos?"

"Gak juga." Aku bingung kenapa dia tanya-tanya ini.

"Gini, aku bukan gak mau cerita soal hubunganku sama Refly, aku akan cerita, tapi kamu pulang dulu ke kos ya, biar kamu juga nyaman bisa sambil istirahat, 'kan? Telepon aku kalau udah sampai kos, aku janji, akan kuceritakan soal Refly." Aku masih diam mencerna permintaannya.

"Oh ayolah Keira, kamu nanti malam juga harus kerja lagi, 'kan? Setidaknya kamu bisa mendengarkan ceritaku sambil rebahan di kasurlah," pintanya lagi.

"Udah gak sempatlah, paling kalau aku balik ke kos, ya duduk bentar, berangkat lagi." Anehnya aku mengikuti sarannya, aku berjalan keluar Mall dan arah pulang. Tapi aku tidak mematikan panggilan telepon kami.

Sebenarnya, tadinya aku mau langsung kerja saja, toh memang tempat kerjaku satu gedung dengan Mall ini, tapi baiklah ada satu jam lebih yang bisa aku pakai buat sekedar meluruskan badan.

"Kamu di mana ini sekarang, banyak suara mobil?" tanyanya, yang tak kujawab karena aku sedang konsentrasi menyebrang jalan.

"Di jalan arah pulang," jawabku sesampai aku di seberang jalan dan tak lama berbelok arah menuju kostku.

"Jalan kaki?"

"He eh." 

"Pake earphone kan ini?"

"Iya, Aiden! Kamu bawel!" jawabku pura-pura kesal, semoga saja perhatiannya bukan pura-pura ya.

"Aaakkk, begokkk ya!"

"Kenapa? Keira? Are you okay?!" tanya Aiden, terdengar sangat panik.

Barusan itu aku diserempet motor yang pengendaranya masih bocah-bocah, sampai aku jatuh terduduk dan mereka langsung kabur aja. Untungnya gak ada yang luka, paling pantatku saja yang bakalan memar sedikit.

"Mbak, gak pa-pa?"

"Keira ?!" Aiden masih teriak-teriak di telingaku.

"Gak pa-pa, Mas," jawabku pada orang yang membantuku berdiri. Aku menepuk-nepuk pantat, membersihkan tanah yang menempel di celanaku.

"Saya kejar ya mbak ...." Mas itu mau langsung menaiki motornya.

"Gak usah, gak pa-pa Mas. Saya beneran gak apa-apa kok, makasih ya, Mas."

"Keira!" Duh Aiden ini.

"Iya, Aiden. Sebentar," jawabku pelan. "Makasih ya, Mas," ucapku sekali lagi pada orang yang menolongku.

Aku pun berlalu dari situ. Asli aku tadi sudah jalan di pinggir, dasar tadi para ababil aja yang gak aturan bawa motornya. "Aiden?"

"Keira! Kenapa sih tadi?" suaranya terdengar panik, dan sepertinya ada yang salah dengan dadaku, terasa aneh, masa gara-gara aku jatuh tadi sih?

"Keserempet─"

"Hah? Trus kamu gak pa-pa? Ini pasti gara-gara kamu sambil telponan deh!"

"Enggaaak, Aiden! Aku gak pa─"

"Gak ada luka? Trus ini kamu di mana? Keira, kok bisa sih?" Aku benar-benar gak menyangka dia segitu paniknya.

"Aku gak pa-pa, gak ada luka, paling pantat ni ... besok bisa jadi baru terasa, tapi selebihnya I'm okay. Ini lagi jalan ke kos, udah dekat kok. Makasih ya udah kuatirin aku," jelasku padanya sambil tersenyum sendiri. Padahal dia gak bisa melihat senyum ini, seperti manusia bodoh saja aku ini.

"Ck, kamu ini ... pasti karena kamu sumpel telinga kamu, jadi gak kedengeran suara motor lewat!"

"Jangan nuduh! Aku cuma pakai di satu telinga, dan aku jalannya sudah di pinggir tadi. Dasar ababil aja tadi gak aturan naik motornya," jawabku sembari membuka gerbang kos.

"Ababil?"

"Iya. ABG labil, bocah tanggung naik motor ugal-ugalan. Tadi yang nolongin aku mau ngejar, tapi sudahlah, yang penting aku gak pa-pa." 

"Harusnya kamu biarin dia kejar, mereka bisa saja mencelakai orang lain." Dan aku baru sadar, iya juga ya.

"Yah, gimana dong ... sudah telat juga, aku udah sampai kos," jawabku sambil sedikit tertawa.

"Ck, kamu ini, bikin panik!" Lagi-lagi aku tersenyum mendengarnya. Masa iya aku juga suka sama dia, sih?

"Iya, sori. Kamu panik beneran ya tadi?"

"Ya iyalah! Masa bo'ongan!" sahutnya sewot.

"Iya, iya, biasa aja dong. Jangan marah-marah, cepat tua. Aku udah di kos ni, dah siap dengar cerita kamu."

"Minum dulu sana, tadi pasti kaget banget, 'kan? Tapi bener ya gak pa-pa? Gak perlu ke rumah sakit, 'kan?"

"Astagaaa gak perlu, orang beneran cuma terduduk aja tadi, gak ada goresan sama sekali," jawabku sambil minum air mineral sesuai saran Aiden tadi, "Aiden, aku ke kamar mandi bentar, tutup dulu ya, ntar telpon lagi?" 

Lihat selengkapnya