Aku masih setengah sadar. Kulihat bulan sebagian yang sinarnya samar. Pohon-pohon tinggi menjulang memagariku. Cabang-cabangnya yang gundul membentuk kerangka binatang yang menakutkan.
Aku bisa merasakan ilalang di bawah kakiku dan rumput di balik jemariku. Dingin yang mulai menyerang serta bau lembab udara malam bekas hujan. Aku sadar ini bukan mimpi. Tapi aku terlalu nyaman, terlambat menyadari sedang berbaring sendirian di tengah hutan.
Aku tersentak bangun dengan napas memburu. Kulihat sekeliling yang gelap, bergantung sepenuhnya pada binar bulan dari sela-sela pepohonan. Tubuhku gemetar. Semilir angin mengernyitkan mata, menghantarkan hawa dingin yang merasuk persendian.
Aku meraba tubuhku dari atas sampai bawah. Kurasakan piyama panjang dan jilbab yang sama saat aku tidur tadi malam. Tapi kini pakaian itu sedikit basah dengan tanah dan dedaunan kering yang menempel.
Aku berdiri tegak setelah membersihkan daun-daun di badanku. Selangkah demi selangkah aku berjalan menyusuri hutan untuk bisa kembali ke pondok pesantren.
Tidak peduli pakaianku telah terkoyak oleh semak berduri. Aku menerjang jalan gelap di hadapanku hanya dengan alas kaus kaki. Kutahan rasa sakit saat menginjak tajamnya dahan, ranting dan dedaunan sepanjang jalan. Aku berlari tanpa arah, seolah hutan ini tak berujung.
Ssshh!
Bisikan itu memintasi daun telingaku. Secepatnya aku berbalik tapi tidak melihat siapapun. Meskipun samar tetapi otakku tidak bisa sepenuhnya menerima jika itu khayalan semata. Aku memutar pandangan mencari siapapun yang berusaha mendekat.
Hanya ada rimbunan pohon besar di depan. Aku berjalan melewatinya dan menganggap bisikan tadi hanya gesekan ranting-ranting yang tertiup angin.
Hampir setengah jam berlari, tapi tidak juga menemukan jalan keluar hutan. Dengan lemas aku bersandar pada sebuah pohon. Tubuhku menolak bangkit. Aku pasrah dan putus asa. Jika ini mimpi, aku ingin segera bangun, mendapati diriku kembali ke tempat tidur. Biarkan ini menjadi khayalan dan kisah yang hanya terjadi di kepalaku. Aku lelah berlari. Tubuhku hampir ambruk saat tiba-tiba aku melihat cahaya lampu dari kejauhan.
Aku bangkitkan tubuhku dengan perasaan lega. Kesadaran dan nalarku harus kembali. Segera aku mengikuti cahaya itu. Tapi tak lama petir menggelegar, membuat kepanikanku semakin menjadi. Ku percepat lariku, berharap bisa sampai di pondok sebelum hujan turun.
Dengan susah payah akhirnya aku sampai di ujung jalan. Tetesan air berderai di pelupuk mata. Aku berlari sekuat tenaga menghampiri gerbang belakang pondok. Namun suara langkah kaki membuatku tersentak.
Merasa diawasi, akupun melirik ke belakang. Tapi lagi-lagi yang aku lihat hanyalah pepohonan hutan yang bergoyang terkena angin malam. Mungkin pikiran kacauku belum bisa jernih.