Than

Hafni Zain K
Chapter #2

2) To Another Life

   Derap langkah kaki yang menginterupsi dari suara ramai sepatu pantofel membuat setiap pinna mengumpulkan gelombang suara dan menyalurkannya ke liang telinga hingga sampai di korteks auditori, pusat pendengaran yang ada di otak. Beberapa terkesiap dengan mata tak percaya ketika wanita blonde bergaya baju glamour namun fashionable melintasi koridor rumah sakit terbaik yang terkenal di Indonesia.


Wajah datarnya terlihat cantik walau sudah memasuki kepala tiga. Tap, tap, tap, hingga sepasang kakinya berhenti di depan ruangan VIP yang pintu masih tertutup. Kehadirannya memang menjadi pusat perhatian banyak orang.


Akan tetapi, dia sama sekali tidak merasa risih dan sudah biasa ditatap kagum oleh banyak orang.


Saraf tangannya memberi sinyal untuk bergerak membuka pintu dengan tangan kanan, kemudian masuk dan menutup pintu dengan tangan kiri. Dia tahu caranya tampil elegan, bahkan kadang sudah menjadi kebiasaan.


Gadis yang terbaring di tempat tidur ruangan ini adalah yang pertama kali netra wanita itu lihat. Sama sekali tidak ada ekspresi apapun di sana, hingga kakinya kembali melangkah mendekat lalu mengusap pipi mulus gadis sakit yang terlelap sangat lama semenjak kecelakaannya yang dijadikan berita utama.


Electrocardiogram yang terpampang di atas meja layarnya masih menunjukkan garis-garis kritis dari seminggu lalu. Napas gadis itu tampak tenang. Hingga kemudian, lelaki yang baru saja tiba membuka pintu disusul pria besar memasuki ruangan.


"Sayang?"


Wanita itu tak menggubris. Kini matanya mengalih pada lelaki di samping yang terlihat seumuran dengan Morana.


Lelaki yang tak asing dipenglihatan. Stephanie tersenyum senang.


Tak lama, Bastian balas tersenyum canggung sebelum menyalimi wanita tersebut. Masih sama seperti dulu, cantik. Dan tak kalah cantik dengan Moran.


Menyesal? Tentu saja. Bastian menyesal datang terlambat menemuinya.


"Lama gak ketemu. Di mana kamu Sama keluarga sekarang?" tanya Stephanie membuka.


"Gak jauh dari sini kok, Tan." Benar-benar situasi yang kaku. Bertahun-tahun lamanya tak bertemu dan baru dipertemukan lagi.


"Kamu ... masih ingat Lana, kan?"


Lihat selengkapnya