"Lo ngapain sih pakek tonjok tonjokan sama Dio?!" Tanya Stela dengan nada kesal kepada Ivan. Dia tidak mau sahabatnya ini terluka. Ivan hanya diam sementara Stela sibuk membersihkan luka disudut bibir Ivan.
"Diem, bisa gak si!" Bentak Ivan karena kesal mendengar perkataan istrinya. Telinganya panas mendengar semua itu.
"Tujuh belas tahun kita sahabatan gue baru tau fakta baru, lo bermuka dua. Lo berubah, siapa yang berubah lo? Vania?" Tuduh Stela yang mulai geram.
"Jangan masukin Vania dalam masalah kita!" Ucap Ivan sambil berdiri dari sofa. Stela hanya menatap manik mata Ivan yang berubah tajam dan menatapnya.
"Kenapa? Lo harusnya bisa move on tau gak! Kita udah nikah! Nikah! Jangan lo anggap remeh tentang pernikahan!" Bantah balik stela.
"Tau apa lo tentang Cinta?" Tanya Ivan.
"Gue emang gak tau tentang cinta! Tapi inget gue juga perempuan! Gue tau namanya sakut hati. Vania emang baik, gue juga suka. Tapi inget kata kata gue! Lo bakal nyesel saat Vania ninggalin lo kelak!" Tuding Stela.
"Ngapain tuding tuding gue? Derajat lo bahkan lebih murah dari jalang!"
Plakk
Stela yang geram langsung menampar pipi kanan Ivan.
"Sekarang gue ngumpulin kalau cinta itu bikin orang buta, lo bisa kehilangan seseorang yang lo sayang tapi lo akan jauh lebih menyesal kalau lo kehilangan orang yang suka dan duka bersama lo!" Stela langsung pergi dari sana dan tak lupa mengunci pintunya.
Stela meringkuk diatas kasur yang empuk. Kamar yang hampa tanpa hiasan seperti simbol bagi hidupnya. Kisah cinta yang tidak menyenangkan dan tidak pernah terbayangkan olehnya. Semua rasa bercampur aduk dengan dasyat.
Stela menatap pandangan kedepan dan mengambil buku diary miliknya didalam laci. Dia menuliskan lagi kata kata dari salam benaknya.
'Gue paling benci dibawah melangit oleh angin, dan ditenggelamkan oleh angin. Tapu semuanya sama keputusan ada ditangan, kita diciptakan untuk berjuang bukan tentang mengeluh!'