Ivan sudah duduk di sofa tempat rumah Stela ditemani oleh Erik yang sedang libur karena dia sedang izin selama tiga hari. Ivan menatap ponselnya dengan wallpaper foto sang istri yang sedang bahagia bersamanya, dulu.
"Udah gak usah dipandangin terus, yang ada makin melow lo!" Ucap Erik yang berada disamping Ivan dengan menyeruput teh hijau miliknya. Satu keluarga menyukai teh hijau sama dengan Stela.
"Lo gak tau perasaan gue bang!" Kesal Ivan.
"Diem lo! Yang lebih tau Stela itu gue. Gue kakaknya juga ngerasa bersalah bukan lo doang! Kalau sikap lo kayak gini lo bisa bikin diri lo gila!" Ucap Erik sedikit marah.
"Biarin gue gila!" Ucap Ivan menatap Erik.
"Terserah lo, emang kalau lo gila Stela mau sama lo?" Tepat sekali. Ucapan Erik berhasil membuat Ivan terdiam. Yang ada dipikirkannya adalah kenyataannya benar yang di bicarakan Erik.
"Kenapa diam?" Tanya Erik.
"Kalian kenapa sih bertengkar. Erik dia itu adik ipar kamu! Ucap Indra Sulisfati-ibu dari Stela dan Erik.
"Sayang mama mertua" ucap Ivan tersenyum kemenangan.
"Iyain, mama sama menantu sama aja!" Sinis Erik. Lima bulan lalu saat kepergian Stela orang tua Stela mulai khawatir dan menyesal atas semuanya.
"Gimana kuliah kamu van?" Tanya Indra.
"Baik ma" jawab Ivan seadanya.
"Gimana rik, ada perkembangan?" Tanya seorang laki laki berumuran empat puluh lima itu.
"Belum pa, tapi ada seeorang yang mirip sama Stela. Sebentar lagi orang suruhan papa kesini dan kasih info lagi" jawab Erik kepada papanya-Andrian Sanjaya.
"Mama kangen banget sama Stela" ucap Indra sambil menatap Erik.
"Papa juga, papa mau minta maaf sama dia" sahut Adrian lirih. Dia mengingat bagaimana dia menikahkan putrinya dengan Ivan. Momen itu mereka seperti tak rela atas semuanya.
"Aku bahkan gak sempet datang ke pernikahannya" ucap Erik.
"Maafin aku, kalau aja aku gak kejebak semua akan baik baik saja" sesal Ivan pada semua.
"Bukan salah kamu juga, itu berarti takdir kalian untk bersama. Kita gak tau bagaimana takdir kita" ucap Indra menasihati Ivan agar tidak menyalahkan dirinya sendiri.