Tepat seminggu yang lalu baby El dan Al. Ivan juga sudah mulai masuk kuliah, namun harinya selalu murung. Berbeda jika didepan kedua anaknya dia akan terlihat sangat bahagia.
Pulang kuliah dia tidak akan langsung pulang namun dia akan mengunjungi rumah sakit terlebih dahulu untuk melihat Stela. Ivan melangkahkan kaki untuk masuk kedalam rumah.
Satu pemandangan yang membuat mulutnya menganga. Mama papanya, mama papa mertuanya sudah disana. Indra menggendong Al dan Ningsih menggendong El. Mereka tampak tersenyum dan tertawa riang. Sementara Dimas dan Andrian sedang meminum kopi yang mungkin dibuatkan oleh pembantu rumah Stela.
Namun bukan pemandangan itu yang membuatnya menganga lebar. Setumpuk barang yang berada didekat sofa. Ini sudah seminggu tapi mereka masih saja membawa banyak barang.
"Hai papa?" Ucap Indra menirukan suara anak kecil sambil menggendong Al.
"El, papa sudah datang" ucap Ningsih sambil menunjukkan El kepada papanya.
"Ini siapa yang bawa barang sebanyak ini?" Tanya Ivan kepada mereka sambil mendekat.
"Nini sama Oma mereka" ucap Aliza enteng sambil duduk disebelah Indra.
"Mau taruh dimana? Kamar mereka nanti penuh" ucap Ivan.
"Dikamar kamu kan bisa" ucap Ningsih seadanya.
"Emangnya gak boleh kasih cucu barang banyak?" Tanya Indra.
"Boleh, makasih. Ma?" Tanya Ivan membuat Ningsih dan Indra menatap Ivan.
"Mamanya Stela, ma" ucap Ivan membenarkan.
"Lah kamu bilangnya ma, emang saya bukan mama kamu?" Tanya Ningsih sambil menggendong El.
"Gini kalau semua dipanggil mama" ucap Satria berdiri disebelah Aliza sambil terkekeh.
"Yaudah kamu boleh panggil mama pakek panggilan lain, mau?" Tanya Ningsih kepada anaknya.
"Apa, ibu?" Tebak Ivan.
"Bukan tapi momsky" ucap Ningsih membuat Ivan sedikit tersenyum.
"Mama aja" ucap Ivan tersenyum tipis. Mereka merindukan senyuman Ivan yang telah hilang.
"Oh iya kamu tadi mau bilang apa?" Tanya Indra.
"Maafin Ivan untuk semuanya" Ivan duduk dibawah sedangkan kedua mamanya duduk di sofa. Ivan duduk dibawah tepat dibawah Indra.
"Eh eh kamu ngapain" ucap Indra yang melihat Ivan duduk dibawah dekat dengan kakinya.
"Ivan salah ma, kalau aja Ivan waktu itu nurut sama Stela, kejadiannya gak akan gini. Maafin Ivan sudah buat Stela hancur" ucap Ivan dengan nada lirih. Ningsih tersenyum yang melihat anaknya semakin dewasa.
"Semua sudah terjadi mungkin ini takdir kalian untuk bersama. Udah jangan mewek malu sudah punya dua anak" tegur Indra kepada Ivan.