Jakarta, 2008
“Calytaaaa banguuunnn… Cal! Cal!” Senna menggoncang tubuh Calyta yang masih tergeletak pulas di tempat tidur. “Calyta astaga… ini udah jam setengah enam!”
“Duh… Kak… baru setengah empat kenapa udah bangunin aku….”
Senna tertawa. “Enam, Cal, setengah enam. Bukan setengah empat.”
Sontak Calyta bangun dan terduduk di kasurnya. “Hah? Kok Kak Senna nggak bangunin aku, sih. Haduh gawat udah setengah enam gini. Masa iya aku terlambat di hari pertama MOS. Males banget kan nanti dihukum sama hukuman yang nggak jelas, terus nan—” Senna langsung menutup mulut Calyta.
“Kayaknya kamu tidurnya pules banget, pagi-pagi udah full gini baterainya. Yaudah sana mandi, malah tetep ngoceh di tempat tidur.”
Calyta langsung beranjak dari tempat tidur.
“Kalau udah selesai langsung ke mobil aja, ya. Kamu sarapan di mobil aja. Udah nggak sempet kayaknya. Terus jangan lupa perintilan MOS-nya.”
“Siaappp!” teriak Senna dari kamar mandi.
“Tempat tidurnya juga jangan lupa dirapiin,” tambah Senna.
“Yas, Mam!”
+++
Jalanan terlihat longgar pagi ini. Ditambah kemampuan Calyta dalam mandi dan siap-siap yang kilat, hampir bisa dipastikan dia tidak akan terlambat di hari pertama kehidupan SMA-nya.
“Gimana Cal, excited nggak jadi anak SMA?
Sambil memakan roti isinya Senna menjawab, “Mmm... biasa aja sih, Kak.”
“Terus kamu tetap sama rencana kamu untuk masuk IPA?