Hari yang dinantikan Calyta tiba. Calyta berhasil mencapai babak semifinal pertandingan taekwondo. Dan hari ini babak semifinal akan dilanjutkan langsung sampai babak final.
Rasa gugup Calyta bertambah dua kali lipat dibandingkan babak penyisihan kemarin. Tetapi rasa semangatnya juga berbanding lurus dengan kegugupannya. Salah satunya mungkin karena Calyta tahu bahwa Osa, Karen, dan Biru akan datang memberi semangat untuknya. Berbeda dengan babak penyisihan kemarin yang dilakukan pada jam sekolah sehingga ketiga sahabat tidak bisa datang, semi final hari ini diadakan di hari Sabtu.
“Oooohhh, gue udah berkali-kali ngelihat lo pakai baju taekwondo gini. Tapi hari ini auranya kayak beda,” Biru mengangkat ke dua tangannya lalu mengarahkannya ke wajah Calyta, “ini aura kemenangan,” tambahnya yang membuat Calyta tertawa.
“Hai, Kak!” sapa Karen pada Dito yang baru saja menghampiri.
“Tumben personelnya kurang satu,” ucap Dito saat menyadari tidak ada Osa di antara mereka.
“Oh, iya. Osa nggak dateng?” tanya Calyta bersiap menutupi kekecewaannya apabila Osa memang tidak datang.
“Paling lagi otw. Tadi gue jemput nih anak dulu, jadi emang nggak bareng kita,” balas Biru sambil menunjuk Karen dengan dagunya.
Calyta mengangguk, berharap Osa benar-benar akan datang. “Yaudah kalian cari tempat yang enak, gih,” tunjuk Calyta ke area khusus untuk para pendukung.
“Sambil nugas ya, Ren?” tanya Dito setelah melihat nama SMA mereka ada di tali tempat kamera yang dibawa Karen.
Karen mengikuti arah mata Dito, “Oh… iya, Kak. Minggu besok mading bakal bahas taekwondo. Jadi mereka minta anak fotografi untuk bantu ambil foto hari ini.”
+++
Osa sedang menstarter motornya saat dia menyadari ada seorang cewek di depan pagar rumahnya. Melihat cewek itu, Osa pun menghampiri dan membuka pagar.
“Hai, Sa,” sapa Vian yang entah sejak kapan berada di depan rumah Osa.
Ini bukan pertama kalinya Vian ke rumah Osa. Sebelumnya mereka bersama teman lainnya pernah melakukan kerja kelompok di rumah Osa.
“Oh, ada perlu apa, Vi?”
“Gue… gue minta waktunya sebentar boleh?” pinta Vian.
“Oh?”
“Gue tahu kok, Calyta tanding kan sekarang. Makanya gue cuma minta waktu sebentar aja, Sa. Boleh?” pinta Vian kembali.
Osa melihat jam tangannya lalu dia berpikir mungkin apa yang akan disampaikan Vian tidak akan memakan waktu lama.
Osa mengangguk. Osa berjalan menuju tempat duduk di taman depan rumahnya, dengan Vian yang mengikuti.
“Gue suka sama lo, Sa,” ucap Vian ketika mereka baru saja duduk di bangku taman.
Osa sangat terkejut dengan apa yang dikatakan Vian. Dia sama sekali tidak mengira hal inilah yang ingin dikatakan cewek yang sudah ia kenal selama empat tahun itu.
“Gue tahu kok kalau yang lo suka itu Calyta,” ucap Vian yang membuat Osa terkejut untuk kedua kalinya. “Jujur, selama gue suka sama lo. Gue kira lo juga suka sama gue.” Calyta tersenyum, malu mengingat hal itu. “Sampai gue ngelihat lo sama Calyta, gue sadar sikap lo ke gue hanya sebatas sikap baik seorang teman,” lanjutnya.
Keheningan sesaat muncul di antara mereka.
“Maaf…,” akhirnya Osa hanya bisa mengatakan kata itu, karena dia memang tidak tahu apa yang harus dikatakan.
Vian menggeleng dan tersenyum. “Lo nggak melakukan kesalahan apa pun. Gue ngelakuin hal ini, juga buat diri gue sendiri. Karena gua tahu untuk sekarang gue nggak ada kesempatan. Tapi setidaknya gue nggak akan menyesal kalau gue nggak pernah menyatakan perasaan gue ini.”
Osa belum mengatakan apa pun lagi selain satu kata maaf-nya.
Vian tersenyum pahit. Sebenarnya dia masih berharap Osa akan memberinya kesempatan. “Udah gue cuma mau ngomong itu. Lu jadi mau nonton Calyta, kan? Gue ikut, ya?” Dan untuk ketiga kalinya dalam rentan waktu lima belas menit ini, Vian berhasil membuat Osa hilang kata-kata.
Vian membuang napasnya sedikit berat, “Kita masih bisa temenan, kan?”
“Kok lo ngomongnya gitu?” Osa balik bertanya.
“Soalnya lo kayak mau ngejauhin gue.”
Apa yang dikatakan Vian tidak sepenuhnya salah dan tidak sepenuhnya benar juga. Walaupun Vian sudah mengatakan pada Osa bahwa dia menyatakan perasaannya ini hanya untuk dirinya sendiri, tetapi Osa tetap merasa tidak enak. Pikirnya, secara tidak langsung dia sudah menolak cewek manis itu. Dan dia tidak tahu untuk saat ini, apakah dirinya dapat langsung bersikap seolah Vian tidak menyukainya.
+++
Osa mengedarkan pandangannya ke seluruh bagian gedung gelanggang olahraga, tempat pertandingan taekwondo diadakan. Melihat Calyta sedang bersiap, dirinya bersyukur dia tidak terlambat untuk melihat pertandingannya. Osa lalu menuju area yang sudah disediakan untuk pendukung. Dia kembali mengedarkan pandangannya mencoba mencari keberadaan Biru dan Karen.
Karen melihat Osa di kejauhan lalu mencoba melambaikan tangannya. Melihat lambaian tangan Karen, Osa membalasnya.
“Tuh mereka di sana,” ucap Osa kepada cewek yang ada di belakangnya.
Osa akhirnya memutuskan apa yang dikatakan Vian benar. Tidak ada alasan untuk dirinya menjauhi Vian. Osa juga berpikir mungkin Calyta akan senang jika lebih banyak orang yang datang untuk mendukungnya.
Karen menurunkan tangannya. Dia terkejut melihat Osa datang bersama Vian.