Papan pengumuman sudah dipenuhi oleh para murid kelas dua belas. Khususnya mereka yang terdaftar sebagai peserta SNMPT jalur undangan. Walaupun setiap mereka sudah mengetahui hasil tes milik masing-masing, tetapi mereka ingin mengetahui hasil tes murid lain yang terdaftar. Nama-nama yang ada di papan pengumuman hanya nama murid yang berhasil lolos beserta jurusan dan universitasnya.
Syarat untuk dapat mengikuti SNMPTN jalur undangan ini adalah murid yang memperoleh rekomendasi dari kepala sekolah dan memiliki prestasi akademik terbaik. Calyta, Karen, Biru, dan Osa memiliki kriteria tersebut sehingga mereka termasuk siswa yang mengikuti SNMPTN jalur undangan. Namun sayangnya, hanya Biru yang berhasil lolos.
Karen sedikit berjinjit untuk melihat nama-nama yang ada. “Wuih gila lo Ran, kedokteran UGM!!!” kaget Karen saat melihat hasil seleksi masuk universitas melalui jalur undangan milik Biru di papan pengumuman.
“Eh tunggu UGM? Bukannya lo mau masuk UI? Jangan bilang ini gara-gara Cal—” Karen menghentikan ucapannya. Dia lalu menarik Biru meninggalkan kerumunan itu.
Karen dan Biru tidak mengetahui bahwa Calyta ternyata ada di barisan depan para murid yang memenuhi papan pengumuman itu. Calyta mendengar teriakan Karen. Tapi saat ingin menghampiri, Calyta melihat Biru dan Karen sudah berjalan menjauh. Alhasil, Calyta mengikuti mereka dengan maksud ingin memberi selamat pada Biru.
“Boleh gue tahu?” ucap Karen setelah dirinya dan Biru sudah menjauh.
“Apa?” tanya Biru.
“Lo pilih kuliah di luar kota bukan biar bisa jauh dari Calyta, kan?”
Biru tertawa kecil, “Apaan sih, ya bukanlah. Univ pilihan kedua gue UI, kok. Lagian tentang perasaan gue ke Calyta, udah bisa gue atasi. Buktinya kita udah sering main bareng lagi, kan.”
Karen mengangguk lalu menepuk punggung Biru. Dirinya tahu bahwa Biru sedang berbohong. “Sambil menyelam minum air ya, Ru. Sekolah loh sukses, perasaan juga bisa terobati.”
“Serius, gue,” ucap Biru karena mengetahui Karen tidak memercayai perkataanya.
“Iya, Ru, iya,” Karen hanya bisa tersenyum melihat temannya itu. “Btw, selamat ya. Keren sih bisa lolos dengan kuota yang gue tahu pasti sedikit banget. Gue bisa bayangin gimana senengnya Tante Nisa.”
“Bisa-bisa ngadain pesta ngundang sekomplek.” Biru tersenyum karena itu hal yang sangat mungkin terjadi mengingat karakter mamanya. “Lo juga semangat terus, ya, Ren.”
“Pastinya. Masih ada jalur tertulis, kalau nggak ketrima juga masih ada jalur mandiri. Masih banyak masih pokoknya,” ucap Karen karena mengerti maksud semangat dari Biru.
Calyta menutup mulutnya. Untuk kedua kalinya, secara tidak sengaja, Calyta mengetahui rahasia yang menyangkut dirinya. Semua perlakuan Biru terhadapnya kini seakan terputar di pikirannya. Calyta tidak menyangka jika ada alasan tersendiri di balik itu semua.
“Calyta!”
Calyta melihat Osa berjalan ke arahnya.
“Kamu ngapain berdiri di sini?”
“Ah? Oh… hai, Sa. Aku… aku nggak ngapa-ngapain, kok. Ke kantin, yuk. Eh, maksudnya ke kelas,” ucap Calyta panik yang membuat Osa bingung.
+++
Semenjak hari itu, hari saat dirinya mengetahui bahwa Biru memiliki perasaan terhadapnya, perasaan Calyta menjadi tidak keruan. Dia berusaha tidak memedulikannya, tapi tidak berhasil.
Sabtu besok, kalian bisa ke rumah gue nggak? Bunda mau adain makan2, nih. Katanya anggap aja syukuran kita udah lulus sama dapet universitas.