Terdengar dering yang menandakan panggilan dari ponsel Calyta. Dengan susah payah Calyta membuka matanya lalu mengambil ponselnya.
“Halo…,” sapa Calyta dengan diakhiri dengan dehaman.
“Cal? Jangan bilang lo baru bangun?” Ternyata Karen yang menelepon Calyta
“Hem?” balasnya.
“Lo sakit? Kok suara lo lemes gitu?” tanya Calyta khawatir.
“Nggak tahu nih. Badan gue nggak enak.”
“Yaudah lo istorahat aja deh, Ra, gausah ikut nganter Biru ke stasiun.”
“Lo sendirian dong? Osa juga nggak bisa kan dia asa acar keluarga katanya.”
“Santai. Udah lo istirahat aja.”
“Nanti kalo siangangue udah baikkan gue kabarin ya. Siaoa tau gue bisa ikut.”
“Nggak usah dipaksain, Cal. Bjru juga pasti ngerti, kok.”
Biru akan pergi Yogyakarta hari ini. Walaupun Biru hanya kuliah di Yogyakarta yang tmbisa dimatakan tidak jauh dari Jakarta, Calyta, Karen, dan Osa berencana untuk mengantar Biru. Mereka janjian bertemu di stasiun jam satu siang. Tetapi, semalam Osa mengatakam bahwa dirinya ada acara keluarga yang tidak bisa ditinggal. Dan pagi ini, Calyta mendadakan sakit. Alhasil, hanya Karen yang akan mengantar Biru.
Karen menghubungi Biru untuk memberitauhkan bahwa hanya dirinya yang akan mengantar karena Calyta sakit. Mengetahui itu, Biru mengatakan bahwa Karen tidak perlu untuk mengantarnya. Tetapi Karen tetap ingin menemani dengan alasan pasti Calyta akan mengira hal itu gara-gara dirinya jika dirinya tidak jadi mengantar Biru.
Mengetahui Calyta sakit, Biru buru-buru mencari tahu cara untuk membuat bubur. Sebenarnya, Biru bisa saja meminta mamanya untuk membuatkan bubur, tapi sejak pavitadi kedua orangtuanya sudah pergi karena ada seminar. Dan akan tiba kembali di rumah sebelum Biru berangkat ke stasiun.
“Mau ke mana Ru?” tanya jingga yang baru saja keluar kamarnya.
“Hah? Oh mini market bentar, Kak,” bohong Biru.
Jingga menggelengkan kepala melihat timgkah adiknya iti. Sebab, pikirnya untuk apa Biru ke minimarket membawa rantang. Mengetahui adiknya terkadang memang suka berlaku di luar pemikirannya iti, Jingga melanjutkan rencana awalnya yajtu mengambil minum.
“BIRU!!!” teriak Jingga saat melihat keadaan dapur yang sangat berantakan.
Mendengar teriakan kakaknya, Biru malah mempercepat langkahnya keluar rumah dan pergi ke rumah Calyta. Biru pikir jika membersihkan dapur terlebih dahulu akan memakan waktu. Jadi dia memutusak mengantarkan bubur dan telur dadar buatannya terlebih dahulu baru nanti membersihkan rumah sekembalinya dia.
Biru menekan bel rumah Calyta. Dia menunggu tetapi tidak ada seoramg oun yang datang. Biru oun menekan belnya lagi.
“Biru?”
Merasa namamya dipanggil, Biru menengok.
“Oh, Kak Langit.”
“Duh maaf ya tadi aku di toilet.” Kini terdengar suara dari Senna yang sedang membuka pagar. “Masuk Ru, Lang,” ajak Senna.
“Oh nggak usah, Kak. Aku mau anter ini aja, kok. Bunda buat banyak bubur jadi bunsa nyuruh kasoh ini untuk Calyta… untuk Kak Senna juga,” ucap Biru.
Saat Senna menggambil rantang yang diberikan Biru, Biru tersadar pasti Senna juga sudah membuatkan sesuatu kalau mengetahui Calyta sakit. Tapi apa boleh buat, pikirnya dia sudah memberikan itu kepada Senna. Biru pun pamit setelah memberikan rantmememberikanSenna diikuti Langit langsung menuju meja makan.
Senna membuka rantang yang djberikan biru. Dia tersenyum saat melihat bubur di rantangpertama, lalu telur dadar yang sudah diiris di rantang kedua, dan di rantang terakhir berisi abon.
“Lucu banget ya si Biru,” ucap Senna masih tetap memandang ketiga rantang yang telah dibuka.
“Kenapa, Na?” tanya Langit yang bingung dengan tanggapan Senna terhadap makanan yang diberikan Biru.