Selama dua minggu kemarin, Calyta dan Osa sama sekali tidak bertemu. Osa pernah mengatakan bahwa di sedang ada proyek dengan teman-teman jurusannya. Calyta tidak mengetahui apa yang dikerjakan mereka. Sebab, setiap kali Calyta coba menyinggung hal tersebut, Osa selalu mengalihkan pembicaran sehingga Calyta tidak pernah mengungkitnya lagi. Mungkin, itu juga yang menjadi alasan Calyta dan Osa tidak pernah bertemu seminggu ini. Alhasil, seminggu ini Calyta lebih sering menghabiskan liburan semesternya bersama Karen dan Biru.
“Osa gabisa gabung juga hari ini, Cal?” tanya Karen saat mereka sedang nonton film di rumah Calyta.
Calyta menengok ke arah Karen dan mengangguk dan tersenyum.
“Lagi sibuk banget ya dia?” tanya Karen lagi.
“Iya. Katanya lagi ada proyek sama anak-anak jurusannya.
“Proyek ap—” Perkataan Karen terputus karena Biru memegang lengannya dan menggeleng pelan.
Biru dapat melihat air muka Calyta yang terlihat tidak mau membahas lebih lanjut.
Calyta tersenyum, “Iya, nggak usah dibahas, ya. Soalnya gua nggak tahu juga dia lagi ngerjain proyek apaan,” ucap Calyta yang menyadari tindakan Karen dan Biru.
“Sorry, Cal,” balas Karen pelan.
“Lebay, deh,” senyum Calyta.
Karem lalu merangkul lengan Cyta dan bersandar.
“Lo ganti sampo ya, Ren?” ucap Calyta tiba-tiba karena dapat mencium aroma dari rambut kepalanya.
“Eh, kok tahu? Kecium banget, ya?” ucap Karen sambil mencium rambutnya sendiri.
“Iya. Enak wanginya. Sampo apa?” kini Calyta mengambil sedikt rambut Karen, menariknya pelan dan kembali mencium aromanya.
“Nanti gue bawain, ya. Ini dari produk baru dari perusahaan temannya Ibu. Ada beberapa botol di rumah.”
“Serius nggak apa-aoa?” tanya Calyta ragu
“Gue mau juga dong,” celetuk Biru yang membuat Calyta dan Karen serempak menengok ke arahnya.
“Ini mau juga nggak?” Langit datang meletakkan dua Loyang pizza ke di hadapan mereka.
“Wah, buat kita nih, Kak?” tanya Biru.
“Kak Langit udah ganteng baik lagi.”
“Dibaikin aja, baru muji,” goda Calyta.
“Semua orang juga tahu kalau Kak Langit ganteng. Ya, kan, Ru?” bela Karen.
“Ya sebelas dua belas-lah sama gua,” jawab Biru yang malah mendapat lemparan bantal oleh Karen. “Salah gue nanya sama lo.”
Langit tersenyum. “Makasih ya, Cal.”
Calyta mengerti apa yang dimaksudkan oleh Langit dan tersenyum.
“Loh kok malah Kak Langit yang bilang makasih?” tanya Karen heran.
“Saya sama Senna akan menikah,” ucap Langit.
“Wah selamat, Kak. Cal lo kok nggak ngabarin kita?” tanya Biru.
“Lah bukan gue yang mau nikah, kenapa gue yang harus ngabarin. See, cepat atau lambat mereka akan ngabarin sendiri.”
“Karena kalian udah kayak adik Kakak sendiri, nanti kami akan jahitin baju seperti Calyta, ya. Gimana?” kini Senna sudah bergabung dengan mereka.
“Wuih asik dapet baju baru,” canda Biru.
“How lucky both of you!” ucap Karen.
“No. I think I’m the lucky one here,” ucap Langit yang membuat sorakan kegaduhan dia antara mereka.
“Mohon maaf, Kak. Kebetulan saya lagi LDR, nah nih anak satu masih single. Jadi mohon pengertiannya dengan mengurangi kebaperan,” goda Karen
“Kenapa jadi bawa-bawa gue? Gue mah selo,” celetuk Biru.
“Loh, Biru serius masih jomlo?” tanya Karen kaget, juga penasaran.
“Gimana nggak jomlo Kak, orang dia cuma suka sama—” Karen menghentikan ucapannya sejenak. Kebiasannya yang selalu hampir keceplosan berbicara belum juga berubah. “Cuma suka sama semua textbook kedokterannya. Alias belajaaaar mulu.”
Biru bernapas lega melihat Karen dapat mengakhiri kalimatnya tanpa menyinggung Calyta.
“Duh berarti bisa nih nanti kalau udah jadi dokter kasih diskon kami berobat?” canda Senna.
“Wah moohon maaf nih Kak, business is still a business,” balas canda Biru yang membuat semua tersenyum.
+++
Calyta merasakan adanya jarak yang semakin jauh di dalam hubungannya bersama Osa. Selama sebulan kemarin, mereka hanya bertemu satu kali. Calyta sebenarnya tidak mempermasalahkan hal ini. Tetapi Calyta merasa komunikasi mereka juga sudah sangat jarang. Osa hanya menghubungi Calyta saat larut malam. Jika Calyta menghubunginya terlebih dahulu, Osa tetap akan membalasnya jika sudah larut malam. Calyta hanya ingin mengetahui bagaimana keadaan Osa.
Sampai akhirnya, Jumat ini mereka bisa bertemu dan pergi berdua. Walaupun mereka berdua, tapi Calyta merasa tidak ada Osa bersamanya. Sebab, Osa selalu memainkan ponselnya. Calyta tidak tahu apa yang sedang dikerjakannya maupun siapa yang sedang berkomunikasi dengan Osa. Respons yang diberikan Osa pun terkesan hambar. Bahkan saat Calyta menceritakan tentang Senna dan Langit yang akan menikah, Osa seperti tidak tertarik.