That Seniors And Me

el tsuki
Chapter #3

Menghalau Kesal

Seharusnya dia tak muncul lagi disini, namun entah masih ada yang harus dikerjakan atau entah karena hal lainnya kali itu dia kembali muncul. Kemunculannya setelah beberapa lama menghilang dari area sini dan absen tak lagi menggangguku, ternyata tak membuatnya lupa bagaimana cara memancing emosiku. Seperti biasa, kali itu dia membuatku kesal...

"Kuliah woi! Main laptop mulu." Suara itu mengangetkanku yang tengah berkonsentrasi pada layar laptop dihadapanku.

Aku menoleh pada sosok yang kini telah duduk pada bangku panjang di sebelah kananku. Dia Mr. F, seorang senior lainnya yang tergolong cukup dekat denganku. Yaaah, meskipun biasanya berujung pertengkaran kecil, yang umumnya selalu aku yang kalah, huh. Entah ada urusan apa dia kali ini muncul disekitarku, membuatku yang tengah berbahagia mendownload berbagai film incaranku berubah menjadi keki.

"Yeee, udah selesai juga," jawabku kesal, heran dengan kedatangannya.

Sementara dia dengan santainya mengeluarkan laptop dari ransel yang kemudian dia letakkan di sisi kanannya yang kosong. "Bagus nih jaringannya?" dia berkata sembari mengaktifkan laptop tersebut, tak mengacuhkan keherananku.

"Lumayan," sambungku datar. Kemudian kembali terpaku pada layar laptopku, sibuk membuka beberapa situs.

Dia menoleh dan berujar dengan santainya, "Bagi NIM dong."

Aku turut menoleh, "Yeee pakai NIM sendiri. Aku juga lagi makai tau," sahutku kesal akan niatnya meminta NIM, alias nomor mahasiswaku. Padahal, aku juga baru menggunakannya untuk mengakses internet di laptopku.

Alhasil tanggapanku dia tangkis dengan santainya, "Udah pasang di telepon, di laptop belum. Bagi dong, mau kirim berkas nih."

"Iiih… lagi dipakai! Pinjam punya orang lain kek!" sahutku ketus tak mau kalah.

"Kalo ngak nebeng pakai laptop kamu!" balasnya, semakin membuatku kesal.

"Males ah, lagi seru nih!" tanggapku kesal.

Dia mencondongkan kepala, menengok tampilan laptopku yang sebagian besar dipenuhi situs download-an berbagai film dan drama korea, kemudian dia berujar dengan menyebalkan, "Download terus! Korea terus! Pelit, pelit!" 

Bagai terkena mantra, tepat seusai dia mengomel salah satu situs tak berhasil ku buka, terus menampillan logo sedang menghubungkan. "Iiih…, apa sih! Lelet nih!" aku mendesis kesal.

Namun dia tersenyum-senyum menertawakanku. "Sukur," sahutnya pelan. Dia tak lagi menoleh ke arah ku, tampak sudah asyik dengan laptopnya.

Aku tak langsung menanggapinya teralih situs lainnya yang mengikuti jejak situs tadi, turut gagal kubuka. Dengan kesal aku mencoba menghubungkan kembali, namun gagal. "Dasar sialan! Jadi ngak konsen kan! Iiiih...!" Mendadak rasa kesal ku berganti rasa bersalah, mengacaukan konsentrasiku.

Aku meliriknya yang sedang sibuk dengan telepon genggamnya, mengabaikan sesaat laptopnya yang menampilkan lembar dokumen yang tengah terbuka. Dengan sedikit kesal aku meraih telepon genggamku yang berada diatas tumpukan beberapa buku di samping kiriku, kemudian mengirim pesan teks pada temanku, meminta NIM-nya. Tak perlu lama menunggu, drrr… telepon genggamku bergetar menunjukkan pesan masuk. Aku yang hendak membalas ucapan menyebalkan Mr. F tadi kembali teralih pada telepon genggamku yang masih berada di tangan kananku. Aku mengira kabar baiklah yang muncul, namun entah mengapa kali ini temanku tersebut justru dengan tak biasa bertanya, "Untuk apa gerangan?" Membuatku bertambah kesal dan tak menjawab pertanyaannya. 

Aku pun malah mematikan koneksi internet ku, lalu menoleh masih dengan rasa kesal pada Mr. F dan temanku. "Dasar! Perlu NIM ngak sih?" Aku bersungut-sungut mengancam.

"Makasih! Udah gua retas. Dasar pelit!" Sahutnya tanpa menoleh ke arahku dengan sombong.

"Haaaah…!" Aku masih menoleh padanya dengan terkejut, merasa kebaikan ku sia-sia.

Seketika aku menoleh kembali pada laptopku dan mencoba menghubungkan koneksi internet ku, namun gagal. Sistem koneksi yang menyebalkan kembali membuatku kesal. Seakan slogan jika sudah keluar sulit untuk kembali memasuki koneksi yang tampak seperti lomba berhadiah dengan berbagai mahasiswa/i lainnya tutut mengakses, semakin memperkecil peluangku untuk terhubung.

"Aaaaa… download-an ku!" Aku histeris, merasa begitu kesal akan langkah yang telah ku ambil.

***

Menyebalkan, sebuah kata yang tersematkan untuk menggambarkan dia, Mr. F. Bagaimana tidak, dia selalu saja membuatku kesal. Memang pada awal-awalnya dia terlihat tidak demikian, bergaya sok keren. Namun, setelah beberapa kali bertemu barulah aku tahu betapa menyebalkannya dia. Hmmm… mungkin tidak pada semua orang, hanya terjadi pada segelintir orang seperti aku yang entah sial atau lainnya, entah lah.

Seperti hari itu, pada pertemuan kami ke sekian kalinya. Hari itu kami sedang berkumpul di sebuah ruangan kecil, berdikusi membahas persiapan acara yang akan diselenggaran esok hari. Aku, Mr. F, dan 12 orang lainnya sedang berkonsentrasi membahas kembali pembagian tugas. Aku yang saat itu hanyalah tenaga sukarela melengkapi kekurangan anggota mencoba mengajukan diri, tapi...

Lihat selengkapnya