Kali ini tentang seorang senior sebut saja Mr. Y yang dikagumi temanku Ms. O, juga dikagumi sentero anak-anak seangkatan denganku, hmmm… mungkin juga termasuk aku, haha. Meski aku memang sering menggoda Ms. O dengan seolah-olah kagum padanya, namun yah… harus ku akui senior satu ini menarik juga dengan kharismanya yang kuat. Awalnya memang terkesan dia begitu menarik, namun setelah investigasi kecil-kecilan yang aku dan Ms. O lakukan berdampak pada jatuhnya rasa kagum itu. Yah, masih ada penggalan kecil kekaguman, atau mungkin bongkahan besar yang meski kami ingat hasil investigasi kami selalu mampu menjadi pemenang. Bagaimanapun itu seakan tak peduli kebenaran tentangnya, tetap saja kami terus berpaling. Menjadi korban pesonanya, tampaknya hal ini telah melekat erat pada kami, seperti hari itu...
Sepertihalnya terik siang mentari saat pertama aku melihat Mr. Y, kali ini pun mentari bersinar terik. Aku dan Ms. O berjalan diantara bayangan pohon yang berbaris di sepanjang sisi kanan kami, sepanjang sebuah lapangan kecil. Lapangan itu telah diramaikan oleh berbagai sepeda motor yang terparkir, dan tak jauh hanya berjarak beberapa langkah di depan kami seorang pemuda tengah memarkirkan motornya. Kami mendekat, menghampiri pemuda tersebut. Pemuda itu teman Ms. O, dia menoleh dan tersenyum menyadari kehadiran kami. Masih terlindung bayang-bayang pohon kami berdiri disana, aku di sisi kanan Ms. O sementara temannya tersebut berdiri dihadapan kami.
Aku lebih banyak diam tak tertarik masuk dalam percakapan, sementara Ms. O dan pemuda tersebut masih asyik bercakap-cakap. Tak lama kemudian perbincangan kami tiba-tiba terpotong. "Eh, coba deh liat sana!" Ms. O berbisik padaku sembari memberi kode berupa lirikan mata ke arah yang menarik perhatiannya dengan tersenyum malu-malu, meminta ku menenggok ke arah tersebut.
Sedikit curiga dengannya yang tiba-tiba bersemangat dan terlihat salah tingkah, kusapukan pandanganku mencoba mencari tahu. Hingga kemudian pandanganku menangkap sesuatu, bukan, seseorang yang begitu menyilaukan jauh di sisi kiri depan. Suasana yang tak ramai dengan pergerakan kala itu tak menyulitkan pandanganku, terlebih objek yang kuperhatikan begitu mencolok hingga dari jarak kami yang cukup jauh pun cukup untuk mengetahui siapa sosok tersebut.
Sosok itu, seorang senior yang kami kenal, Mr. Y. Dia melangkah menuju salah satu sepeda motor yang terparkir di dekat pos satpam, jauh dari posisi kami mengamatinya. Tampilan simpelnya, kemeja cerah dengan celana gelap berpadu jaket kulit kecoklatan, nampak begitu kontras namun entah bagaimana justru berpadu serasi menambah kharismanya. Seolah lupa dengan hasil investigasi kami sebelumnya, kami justru lagi-lagi terpesona dengan hadirnya. Dengan noraknya kami memuji betapa menariknya sosoknya tersebut sambil tersenyum-senyum. Namun hanya sesaat kami bisa memperhatikannya, dia kemudian pergi dengan sepeda motor miliknya.
Sepeninggalan senior ini kami masih tersenyum-senyum, membuat jengkel pemuda dihadapan kami sehingga dia kemudian memilih pergi meninggalkan kami. Deru suara motornya-lah yang menyadarkan aku dan Ms. O dari keterpakuan kami. Namun motor itu juga telah melaju menjauh. "Maaf ya kami tak bermaksud mengacuhkanmu, hanya saja yang satu ini tak bisa dilewatkan, haha," aku membatin seiring deru suara motor itu mulai menghilang di tikungan jalan depan fakultasku.
***
Selalu ada cerita dibalik pertemuan, seperti halnya rasa kagum pada senior ini. Hmmm…, semuanya berawal ketika kami masih berstatus mahasiswi baru yang tengah menjalankan aktifitas pengenalan kampus. Pada salah satu hari terakhir pelaksanaan pengenalan kampus, berdiri seorang pemuda yang begitu mencolok diantara kumpulan para senior yang sibuk berceramah. Dengan kulit kecoklatan dan tampilan biasa, namun senyumnya membuat peserta terutama kaum hawa seperti aku dan Ms. O menjadi terfokus padanya, mengalahkan terik mentari siang itu. Saat itu kami terpana dengan polosnya, tak peduli siapa dia meski baru kali itu kami melihatnya. Kekaguman yang tinggi saat itu rupanya kemudian membuahkan berbagai gerombolan penggemar ilegalnya. Entah Ms. O dan aku dapat digolongkan dalam sana, aku tak bisa berkomentar. Yang jelas sejak hari itu aku menjadi sering menjahili Ms. O, menggodanya dengan menyebut-nyebut nama Mr. Y, membuatnya tersenyum malu-malu bukannya jengkel.
Nampaknya kejahilan ku meningkat. Saat itu aku menghampiri Ms. O yang tengah berbunga-bunga menyaksikan kelebat Mr. Y melintasi lorong depan kelasnya. Aku menggodanya memberikan coklat atau hadiah sejenisnya pada Mr. Y, dan tak disangka ditanggapi Ms. O dengan anggukan mantap. Sehingga pada sorenya seusai kelas hari itu, aku dan Ms. O pulang bersama-sama. Namun bukannya berbelok ke kiri pada persimpangan sebuah jalan yang merupakan rute menuju kos, kami justru berbelok ke arah sebaliknya. Apalagi kalau bukan berburu hadiah untuk sang idola.
Tap, tap, tap, tak perlu waktu lama kami sudah sampai di sebuah minimarket. Bangunan berukuran sedang yang diapit berbagai deret bangunan, dan terletak di tepi sebuah jalan dengan lalu lintas yang ramai. Aku dan Ms. O berjalan beriringan, berbaur dengan pengunjung lain yang juga hendak berbelanja. Aku berjalan melewati barisan rak yang membagi ruangan menjadi beberapa blok kecil. Aku berhenti di salah satu blok, berhadapan dengan sebuah rak yang memamerkan berderet-deret minuman ringan pada baris terbawah dan makanan ringan pada barisan atas. Jemari ku menari di udara menyortir deret makanan ringan berbagai kemasan dari salah satu baris di tengah ke baris atas.
"Jadi beli coklatnya?" ku lontarkan pertanyaan itu sembari melirik Ms. O yang kini di sisi kiriku tengah menimbang-nimbang sebungkus makanan ringan pada rak dihadapannya.
"Jadi," sahut Ms. O ringan, masih berkonsentrasi.
Aku meraih sebungkus makanan ringan bercita rasa coklat. "Mana?" aku menoleh penasaran.
Ms. O menoleh, "Nih," mengangsurkan sebatang coklat berukuran sedang merk terkenal.
"Ooh, oke." Aku mengangguk-angguk kecil.