Tha;
Ya, namaku itu saja. Tiga huruf. Tetapi jika kamu ingin sekali tahu namaku, sebenarnya ada nama lengkapku. Namun ibuku tidak mau menuliskannya di akta kelahiranku. Kata ibu supaya nama belakangku itu dipakai oleh jodohku yang entah siapa ibuku tidak tahu. Sekarang aku sudah dewasa, mendengar ucapan ibuku begitu aku segera berharap jodohku adalah orang yang cantik, salihah dan pintar. Oh siapa pun kamu, segeralah perkenalkan dirimu padaku.
Wiy;
Panggil saja aku: Wiy. Nama lengkapku: Wiyyah. Ibuku bilang bahwa namaku tidaklah sempurna. Namaku adalah nama akhir dari nama seseorang. Yang membuatku makin penasaran adalah kata ibu ia seorang lelaki. Kutanya pada ibu siapa nama lelaki itu, ibu tidak mau memberitahuku. Ibuku hanya bilang bahwa artinya ialah; bagian dalam, interior, batin, pemikiran, suara hati dan niat. Itu juga bila sudah lengkap. Aku masih heran kenapa ibu memberiku nama yang setengah, terpotong dan tidak ada artinya. Aku tanyakan pada kakekku, kakek bilang: namaku tidak ada dalam kamus besar bahasa indonesia. Namaku diambil dari bahasa arab. Hum, hingga akhirnya aku tahu siapa nama laki-laki itu. Namanya Tha. Nama macam apakah itu? Tha? Sungguh tidak punya makna! Namaku demikian pula. Duh, Ibu! Duhai kamu yang bernama, Tha, boleh kutahu siapa dirimu?
Tha;
Ibuku bilang, nama belakangku itu; Wiyyah. Boleh kupanggil: Wiy, saja dirimu?
Wiy;
Boleh saja. Seperti kataku tadi, panggil saja aku: Wiy. Bisakah kamu jelaskan padaku, Tha, bagaimana kamu bisa bertemu denganku?
Tha;
Semestinya aku yang bertanya bagaimana kamu bisa menemukanku? Karena yang lebih tua dari kita adalah kamu, kamu yang duluan dilahirkan. Semestinya kamu dulu yang mencari tahu dan ingin bertemu denganku.
Wiy;
Kamu benar, Tha. Aku lebih tua dua tahun darimu. Aku juga dulunya mengira bahwa kamu lah yang duluan dilahirkan ibumu, lalu mencariku. Ah tetapi itu tidak penting. Yang menemukanku denganmu adalah ibumu dan ibuku. Ibu kita bertemu dalam sebuah tabligh akbar dan shalawat bersama khusus ibu-ibu. Mereka kenalan, bersahabat, dan menceritakan kita. Kenapa ibu kita bisa bersahabat? Itu jugalah karena kebaikan ibumu, Tha. Ibuku lupa membawa buku shalawatnya dan ibumu meminjamkan buku shalawatnya pada ibuku. Sebab ibumu sudah hafal. Ibuku baru hijrah waktu itu. Singkat cerita, mereka pun saling bertukar kenalan keluarga hingga terkumpullah jadi satu kalimat nama kita: Thawiyyah.
Tha;
Ya aku percaya, Wiy. Ibuku juga bilang begitu. Tambah percayanya aku adalah kamu masuk dalam harapanku selama ini.
Wiy;
Apa yang kamu harapkan dariku, Tha?
Tha;
Kamu cantik, shalihah dan sepertinya kamu pintar, Wiy.
Wiy;
Aamiin. Terima kasih, Tha.
Tha;
Sama-sama, Wiy.
Lambat laun, Tha dan Wiy pun sudah akrab, sering bersama, cinta pun tumbuh. Saling mencintai. Tetapi malah keduanya makin lama bukannya segera menikah, malah sering bertingkah, lalu gundah.