Wiy;
Tha, kekasihku. Sudah lama aku tidak mendengar kabarmu. Apakah kamu benar-benar sibuk dengan minat, bakat dan pekerjaanmu, Tha? Katamu kamu suka nulis, tetapi kenapa kamu lupa mengabariku dengan tulisanmu, Tha? Sesibuk apa pun, sempatkanlah berkirim kabar, Tha. Tegakah kamu membuatku begitu lama menunggu? Tanpa kabar darimu membuatku gelisah, aku merasa kehilanganmu, Tha. Meskipun kutahu sejauh ini kamu masih mencintaiku, namun tanpa kabar aku tidak tahu bagaimana dan seperti apa keadaanmu? Terlebih seperti apa kuatnya cinta yang kamu miliki untukku? Untuk kita, Tha? Meskipun aku tidak kuat terpisah jauh, setidaknya dengan tahu kabarmu aku bisa memaksakan diriku untuk bertahan dan menunggumu. Kenapalah kita sampai terpisah jauh, Tha? Kenapa tidak menetap dan berkarya di kampung Segenap saja? Tidak cukup indahkah kampungmu, Tha? Apakah bukit-bukit, sawah-sawah, pegunungan dan sungai di desa tidak dapat memberimu inspirasi untuk menulis, Tha? Aku tidak tahu kenapa kamu begitu betah di rantau orang? Sekali lagi, hanya satu pintaku; sempatkanlah berkirim kabar padaku, Tha. Aku merindukanmu. Aku masih percaya dengan kekuatan rindu. Bahwa rinduku akan membawamu pulang, tanpa harus mengganggu dan melibatkanmu. Tetapi aku tidak memaksamu, aku takut kabar dariku ini mengganggumu. Sekali lagi, bila sedang tidak sibuk, kabari aku.
***