Tha;
Wiy, dengan ini kukabarkan, Tha telah mati! Separuh tubuhnya lumpuh, setengah nyawanya telah minggat. Jiwanya sakit! Tha melamun sepanjang hari, menyendiri, rambutnya gondrong, pakaiannya compang-camping, mirip gembel dan orang gila. Kopinya asin, dia tidak bisa membedakan antara garam dan gula.
Masihkah kau mau kepadaku, Wiy? Masihkah kau mencintai, Tha? Masihkah kau merindukanku? Istriku cemburu, mestinya kau mengerti bagaimana sakitnya hati seorang istri saat membaca surel dari mantan kekasihnya. Sahabat katamu, Wiy? Mudah sekali kau bilang sahabat, tapi bagi istriku kau bukanlah siapa-siapaku. Istriku sayang padaku, ia cemburu, Wiy.
Tidak adakah rasa malumu? Merebut suami orang? Coba pakai akal sehatmu, Wiy, andaikan suamimu berkirim surat dengan perempuan lain? Tidakkah kau cemburu? Tidakkah hatimu terluka? Tidak kah kau menderita? Tidak kah kau gelisah? Memikirkan suamimu? Hatimu sudah mati ya?!
Wiy;
Kamukah itu, Tha? Kejam betul. Kenapa kamu mengatakan dirimu gila, Tha? Agar aku tidak lagi mencintaimu? Kamu salah, Tha. Walau bagaimana pun bentuk dan rupamu saat ini, aku tulus mencintaimu. Jika memang kamu benar-benar gila aku tetap mencintai dan menyanyangimu.
Cintaku tidak lagi memandang fisikmu, toh kita sama-sama sudah tua. Bisa mendengar suaramu saja aku bahagia apalagi bisa hidup dalam ikatan halal bersamamu. Aku sayang kamu, Tha. Kamu tidak memberitahu Nelly kan, Tha tentang surelku? Bukan kamukan Nelly yang membaca dan membalas surelku? Tha mana, Nelly? Tha, Nelley apa kabar? Nelly kah ini?
Tha;