Desa Tealgrin telah hancur. Warga yang berhasil dievakuasi sementara tinggal di pondok milik penebang kayu. Sebuah bangunan yang tidak terlalu besar namun cukup menampung beberapa anak-anak, bayi, serta ibunya. Lalu sebagian mayoritas pria bergumul di halaman kosong beralaskan rumput sambil menghangatkan diri dekat api unggun.
Kepala desa juga sudah mendirikan beberapa tenda bagi siapapun yang terluka dan harus dirawat. Meskipun hanya bermodalkan tali yang terikat pada pancang kayu dan kain hasil temuan dari gudang. Setidaknya muat menjadi pembaringan enam manusia. Beruntung, masih ada tabib yang hidup sehingga mereka bisa mendapatkan pertolongan pertama.
Lucas terduduk sambil memeluk kedua lututnya ditemani temaram cahaya kandil. Dia bergeming memandangi kakaknya yang tengah terbaring lemah. Sevin belum juga sadarkan diri sejak Gabriel membawanya kemari namun sesekali gadis itu mengigau soal ibu.
Tatapan mata bocah itu kosong, tidak bisa menampik kilas memori menyesakkan perihal kedua orang tuanya. Suara terakhir sang ayah bahkan selalu menggema terus-menerus dalam pikirannya.
“Kali ini aku tidak akan melarangmu menangis, lelaki juga punya hati benar?”
Lucas mencengkeram dadanya yang perih bak terhimpit dinding batu. Bulir air matanya pun berangsur kembali menetes deras.
“Mulai sekarang aku serahkan mereka kepadamu. Bersikap baiklah pada ibumu, ingat dia juga istriku.”
Alden meraih pucuk kepala Lucas seketika desis keluar diantara giginya. Meski hanya gerakan kecil saja, rasa ngilu yang tidak terbantahkan langsung menjalari punggungnya. Dia cepat-cepat menutupinya dengan senyum tawar.
“Lalu putriku yang manis, Sevin. Jaga dia dengan segenap jiwamu.”
Lucas mengangguk dengan kepala tetap tertunduk. Suaranya pun parau. “Baik, ayah. Tetapi aku mohon bertahanlah, petualang tadi pasti bisa menolong kita!”
“Tidak apa-apa. Lucas, dengar … jika kau ingin menjadi kuat—” Tenggorokan pria itu tercekat, sejenak dia terbatuk. Secercah darah menghiasi pinggir bawah mulutnya. “gunakan kekuatan itu untuk melindungi seseorang yang berarti bagimu dan bantulah mereka yang tidak berdaya.”
Bocah itu menggengam erat lengan Alden masih menangis terisak-isak. Lidahnya bahkan mendadak jadi kelu.
"Sekarang tinggalkan ayah dan cepat kau pergilah dari sini." tandas Alden.
"Bagaimana bisa—"