"Monalisa akan menunjukkan jalan? Apa maksudnya?" gumam Sam.
Ia dan Jemi saling berpandangan heran. Sam membolak-balikkan kertas tipis yang ada dalam genggaman, berharap menemukan pesan lain yang akan menjelaskan kalimat penuh teka-teki itu.
Setelah tiga puluh menit sibuk berpikir tanpa menemukan jawaban pasti, mereka akhirnya sepakat untuk mencarinya di tempat lain. Sam berjalan lebih dulu ke ruang tengah dengan menggendong Lisa di depan dada, dan Jemi tentu saja mengekor di belakang.
Sayangnya lagi-lagi yang mereka temukan di ruangan itu hanya TV layar datar berukuran 42 inchi yang menempel di dinding, sebuah meja persegi panjang, dan satu set sofa bermotif garis horizontal berwarna putih dan abu-abu.
Sam membuka sebuah pintu kayu yang terletak di bagian kiri ruang tengah. Ternyata itu adalah sebuah ruangan berukuran dua belas meter persegi yang berfungsi sebagai perpustakaan.
Ada banyak lemari-lemari yang berjajar rapi dengan ratusan buku yang memenuhi rak-raknya. Tiap-tiap lemari buku diberi label besar. Ada yang diberi tanda Geografi, Sejarah, Ekonomi, Sastra, Biologi dan Psikologi.
"Uhm ... Sam. Apa mungkin maksudnya Monalisa yang itu?" Jemi menunjuk sebuah lukisan wanita yang tergantung di tengah-tengah antara lemari buku Sastra dan Psikologi.
Sam berjalan ke arah lukisan yang dimaksud Jemi. Ya, lukisan itu sangat tidak asing. Bahkan lukisan itu sering kali muncul di film-film.
"Ini replika lukisan Monalisa." Sam mengamati sebuah lukisan artistik dengan bingkai berwarna coklat tua.
Jemi mencoba meraba setiap jengkal lukisan. Siapa tahu mereka dapat menemukan sebuah petunjuk yang dapat mengungkap teka-teki yang ada di surat wasiat itu.
"Nggak ada yang aneh dengan lukisan ini," tutur Jemi. Ia kemudian menusuk-nusuk lukisan Monalisa dengan jari-jari tangannya yang gempal.
Sam berpikir sejenak. Entah kenapa ia merasa ada sesuatu yang bisa ia temukan di sini. Di tengah kebingungan, mereka dikejutkan dengan lemari buku psikologi yang bergerak sendiri saat Jemi tak sengaja menekan bagian mata kanan lukisan Monalisa.
Mereka semakin dibuat keheranan saat lemari kayu itu bergerak mundur ke belakang sejauh dua meter. Siapa sangka di baliknya tersembunyi sebuah tangga rahasia yang menuju ke bagian basement rumah.
Dengan hati-hati, Sam dan Jemi menuruni anak-anak tangga lebar yang terbuat dari kayu merbau. Saat sampai di bawah, mereka baru menyadari bahwa tangga ini tidak hanya menuntun mereka ke basement rumah, melainkan juga ke sebuah ruangan rahasia.
Mulut Jemi terbuka lebar karena takjub ketika melihat ruangan berukuran lima belas meter persegi itu Meskipun terdapat di bawah tanah, tapi ruangan itu tetap terlihat nyaman. Ada sebuah alat khusus di dekat tangga untuk mengatur sirkulasi udara agar tidak terasa pengap.
Sebuah meja kerja dan kursi berlengan nyaman yang bisa berputar, berada di tengah-tengah ruangan. Meja itu memiliki banyak laci di kedua sisinya. Sedangkan di bagian atas, terdapat laptop berwarna hitam dan berbagai macam alat tulis dengan beragam ukuran.
"Jadi ini ruang kerja ayahku," ucap Sam sambil duduk di kursi dan mengusap laptop yang tertutup rapat.
Lisa yang sudah tak lagi mengantuk, meloncat turun dari gendongan Sam. Mamalia berbulu orange itu dengan lincah berjalan menuju ke sebuah bantal besar bulat berwarna merah muda yang diletakkan di dekat meja kerja itu.
Si Kucing gendut langsung duduk di sana sambil menjilati tangannya dengan santai. Itu pasti tempat tidur yang memang disiapkan ayah Sam untuknya. Jadi, Lisa tetap bisa bersantai sembari menemani ayah Sam bekerja.
"Sam, kamu harus lihat ini."
Jemi memberi Sam sebuah album foto tebal, berukuran sebesar kertas A4 bersampul biru. Album itu ia temukan di salah satu laci meja. Sebuah kata "Memory" bertinta merah tersemat di tengah-tengahnya.
Di halaman pertama album itu, tampak sebuah foto ayah dan ibu Sam, dengan tampilan yang jauh lebih muda. Warna foto yang tak lagi cerah seakan menjelaskan bahwa foto itu di ambil belasan tahun lalu.
"Ibumu cantik banget, Sam," puji Jemi.
Sam tersenyum kecil. Foto ini berhasil mengingatkannya kembali pada sosok ibunya yang baik dan berhati lembut.
Foto berikutnya menampilkan tawa sepasang kekasih itu dengan pakaian pengantin berwarna putih. Keduanya saling berpelukan dan tampak bahagia.
Di bagian bawah, ada sebuah foto yang menampilkan tiga alat tes kehamilan berbeda bentuk, dan semuanya menunjukkan hasil positif.
Di halaman berikutnya ada potret seorang wanita dengan perut yang sudah membesar. Lalu beberapa halaman setelahnya, terpajang sebuah foto bayi yang terlihat masih merah. Bayi laki-laki itu digendong oleh sang ayah dan dicium oleh ibunya.
"Wow, Sam. Kamu sangat imut saat bayi," goda Jemi sambil mengacak-ngacak rambut Sam.