The Babad Noir Chronicles

Nikodemus Yudho Sulistyo
Chapter #6

the story

Para anggota bhuta tidak menyadari ketika Rujak Pala berdesir kencang ke arah mereka. Para bhuta tidak akan pernah menyangka bahwa orang yang harusnya mereka intimidasi malah bertindak seberani, senekat dan segegabah itu. Baseball bat berwarna gelap itu menghajar pinggul salah satu bhuta yang berdiri paling depan dan paling tepi. Machetenya terlempar berdencingan di jalan gang sedangkan tubuhnya linglung menabrak dinding. Satu gerakan serangan Wrekodara yang tiba-tiba itu membuatnya tak sadarkan diri.

Satu rekannya juga sama tidak beruntungnya. Awalnya bermaksud menyerang Wrekodara dengan machete tajamnya, kedua kakinya digasak laki-laki bertubuh besar itu dengan baseball bat yang berhasil melumpuhkan rekannya tadi. Akibatnya sungguh fatal dan fenomenal. Walau anggota bhuta ini tidak kalah besar dan berotot, namun kekuatan pukulan Wrekodara membuat kedua kakinya terangkat ke udara sedangkan kepalanya menghajar tanah.

Anggota bhuta terakhir sigap dengan adegan yang luar biasa cepat dan tak diperkirakan ini. Ia berhasil melayangkan sabetan machetenya ke arah Wrekodara. Bacokan itu memapras udara kosong karena sang target mampu menghindar dengan baik. Ia sendiri terlempar mundur dan jatuh terduduk karena serangan balasan berupa tendangan Wrekodara. Orang ini merupakan anggota bhuta yang tadi mengeluarkan kata-kata ancaman kepada para Pandawas. Kini mulutnya kelu karena rasa sakit di ulu hati dan tulang ekornya menyeruak ke otaknya. Ia berusaha bangun namun tak mampu karena matanya berkurang-kunang dan akhirnya membuatnya tak sadarkan diri persis seperti kedua temannya. Hal terakhir yang ia lihat sebelum semaput adalah bayangan hitam baseball bat yang melayang tepat ke arah wajahnya.

Kegelapan berusaha menutupi ketiga sosok tubuh yang bergelimpangan di jalan gang tersebut. Namun Wrekodara, Janaka dan para Punakawan tahu dengan jelas bahwa ketiga orang tersebut adalah anggota kelompok bhuta dari Pringgandani Corp. yang jelas dikirim untuk mengintimidasi dan mengancam para the Pandawas dari Hastina Enterprise by any means necessary alias menggunakan cara apapun. Tujuannya tidak lain dan tidak bukan adalah agar the Pandawas ngeper dan menyingkir dari area bisnis kekuasaan mereka.

Wrekodara meletakkan Rujak Palanya ke lantai paving block. Badan raksasanya menunduk ke arah salah satu sosok yang pingsan di depannya. Maksud hati ingin memegang jas hitam korbannya untuk dicek identitas atau apapun yang bisa dilihat dan dicari tahu. Namun teriakan awas Janaka membuat refleks Wrekodara yang luar biasa bagus mendorongnya berguling cepat ke depan dan menghindar dari desingan tembakan.

"Dua orang di atap. Mereka menggunakan sniper rifle Modelo 1950. Kakang ke kanan, aku ke kiri," ujar Janaka.

Komunikasi serba cepat ini sudah menjadi makanan the Pandawas sehari-hari. Mereka harus selalu bersifat taktis dan praktis dalam menghadapi ancaman.

"Mereka adalah orang-orang gandharwa, tuan," ujar Penyukilan kepada Janaka, merujuk ke para penyerang dengan tembakan tersebut.

Para Punakawan juga mencari tempat perlindungan. Janggan Smarasanta dan Bagong masuk ke dalam bar, sedangkan Sukodadi dan Penyukilan menempelkan punggung mereka di dinding bangunan seberang bar bersama Janaka. Dari sini, penembak jitu di atas atap tidak dapat mencapai mereka dengan bidikannya.

Lihat selengkapnya