Sang petugas mengacungkan senjata apinya dan mengarahkan kelompok itu menggunakan moncong pistolnya untuk mereka masuk ke dalam bar, sedangkan sang rekan terus mengedarkan moncong senapannya ke arah semua anggota kelompok ini. Puntadewa memberikan sinyal kepada adik-adik dan para Punakawan untuk masuk dan tidak melakukan hal-hal yang tidak ia perintahkan. Mereka pun masuk perlahan, walau jelas tergambar raut wajah jijik Pinten dan Tangsen terhadap kedua batara tersebut. Para Punakawan pun masuk ke bar dengan tatapan dan gerakan yang terlihat cenderung pasrah.
"Jadi ini yang disebut keluarga Pandawa, the Pandawas? Pemilik berapa ... Delapan puluh atau sembilan puluh persen bisnis di Wanamarta? Para pewaris Hastina Enterprise? Sungguh sebuah pertemuan yang tidak diduga-duga, bukan?" ujar sang petugas, masih sinis namun sudah tidak menodongkan revolvernya.
Ia bahkan memasukkan pistol itu kembali ke holster dan menyentuh ujung senapan rekannya sebagai perintah agar sang rekan juga berhenti menodongkan senjata itu. "Aku tidak peduli seberapa persen, seberapa banyak, atau seberapa besar kalian memiliki bisnis dan kekuasaan di wilayah ini. Itu karena kota ini milikku. Kalian bisa saja menipu orang dengan kekuasaan bisnis kalian, tapi tidak dengan aku. Bahkan kita baru saja bertemu sekali dan kalian sudah menciptakan masalah di sini."
"Kami tidak menciptakan masalah apapun, Bapak petugas. Kami sendiri bingung mengapa kami yang dikatakan sebagai pembawa masalah, padahal jelas sebenarnya kamilah yang menjadi korban atas masalah ada. Anda pasti sudah paham akan sepak terjang kelompok bhuta, jim dan gandharwa, bukan? Disini, dalam keadaan ini. Posisi kami hanyalah melindungi diri, Bapak petugas," kali ini Puntadewa yang berkata dengan protes.
Anggota batara yang diajak bicara memicingkan kedua matanya, kemudian membelalak melebih-lebihkan keterkejutannya, "Ooh, jadi kau yang namanya Puntadewa? Aku dengar kau pandai bersilat lidah. Benar juga ternyata kata mereka."
Puntadewa menggelengkan kepalanya untuk menunjukkan kekecewaannya. "Tapi Bapak petugas, dengan jujur saya katakan bahwa kami baru saja diserang oleh ketiga orang tersebut yang ada di depan. Mereka tidak sekadar menyerang kami dengan senjata, mereka juga bahkan mencoba membakar habis bar ini. Mereka menggunakan ancaman pembunuhan yang nyata. Silahkan bapak lihat bukti-bukti di depan ...,"
"Bukti apa? Apa yang kau maksud? Cukup sudah, berhenti membacot. Jangan banyak bicara! Kalian yang dari awal mencari rusuh, mengganggu ketentraman kota ini," potong sang anggota Polisi dengan keras.
"Kita memiliki pendapat yang sama. Saya dan keluarga saya di sini pun berharap kota ini tentram, pak petugas."