Kilatan cahaya di kedua mata Puntadewa sekarang semakin terlihat nyata. Suasana di dalam ruangan itu menjadi penuh dengan ketegangan. Anak tertua keluarga the Pandawas itu memandang langsung menusuk ke arah para penegak hukum, Batara, tersebut. "Akan saya patahkan semua jari kalian. Bila kalian menggunakan kayu dan besi, akan kubuat telapak tangan kalian lecet dan koyak dan pergelangan tangan terkilir. Bila kalian memutuskan menimpa dada saya dengan buku dan memukulnya dengan palu, saya pastikan kepala palu lepas dan menancap di mata kalian. Dan bila kalian memutuskan untuk menyiksa saya dengan menyetrum, akan saya pastikan daya listrik kantor polisi kotor kalian melemah dan korslet, membakar kalian hidup-hidup. Dan semua itu saya lakukan tanpa melawan,” ujarnya panjang lebar.
Entah mengapa, cara berbicara Puntadewa yang tanpa amarah bahkan tanpa emosi Sama sekali, bercampur dengan tatap dingin dari matanya di wajah yang separuh hancur dan berdarah-darah itu membuat sang petugas lemas. Ujung senapannya turun, tidak lagi mengarah ke Puntadewa. Jantung sang batara serasa jatuh ke perut dan tubuhnya meleleh, meski masih terlihat ia menahan sisa-sisa kewibawaan yang menempel.
"Sukodadi, ambilkan dua kursi untuk para petugas polisi yang kita hormati ini. Penyukilan, ambilkan whisky dan brandy. Istriku, maukah kau ambilkan peralatan P3K kita? Bagong, ambilkan air bersih," perintah sang pemimpin perlahan, namun tegas, dengan wajah dinginnya yang mengerikan.
‘Komando’ sang pemimpin dilaksanakan dengan segera. Madam Kunthi langsung meluncur ke arah anak tertuanya itu diikuti oleh Janggan Smarasanta. Sang ibunda memeriksa wajah sang anak dengan mimik wajah kerasnya yang telah melalui banyak hal.
Puntadewa tersenyum sembari menggelengkan kepalanya, "Saya tidak apa-apa ibu. Kakang Smarasanta, berikan kursi kepada ibuku," ujarnya.
Namun, bagaimanapun juga, Puntadewa adalah produk sifat dan tabiat sang ibu pula, kadang merupakan sebuah carbon copy. Maka tak heran bila sang bunda menolak duduk. Ia malah mengelap darah di wajah sang putra dengan kain yang diberikan Janggan Smarasanta.
Di tempat lain, Lady Drupadi memberikan kotak P3K kepada Penyukilan dan Sukodadi yang langsung merawat tangan sang polisi yang retak sedangkan rekan satunya terduduk lesu sembari menenggak whisky.