The Babad Noir Chronicles

Nikodemus Yudho Sulistyo
Chapter #14

the knife

Skyline Wanamarta dengan lampu-lampu menyala terang maupun temaram dan bangunan-bangunan tinggi terpapar sinar bulan yang redup menjadi latar belakang diam bagai sebuah kanvas lukisan, sementara sosok raksasa Wrekodara bergerak cepat melompat-lompat di rooftop. Ia meloncat di atas ventilasi, melewati cerobong asap yang tersusun dari bata merah, melangkahi dengan cepat pipa-pipa air dan gulungan kabel, serta menunduk dan merunduk di bawah papan reklame. Timah panas berdesing di atas kepalanya mengejar mangsa bagai pagutan belasan ular Kobra. Lecutan api dari moncong senjata menerangi puncak bangunan tersebut.

Gerakan Wrekodara sang pria bertubuh raksasa ini luar biasa gesit. Bila diibaratkan gerak seekor binatang ia bukan bagai beruang, tapi lebih seperti seekor kera raksasa yang walau bertubuh besar, sangat lihai sekaligus ganas, luwes memanjati pepohonan di dalam hutan. Bedanya, pepohonan tersebut adalah gedung-gedung, sedangkan hutan tersebut adalah kota Wanamarta.

Di sudut lain yang berlawanan terlihat tiga orang mengendap-endap. Satu orang menembakkan timah panas dari senapan sniper laras panjangnya ke arah Wrekodara. Salah satu dari mereka terluka di bahunya. Ia adalah penembak jitu dari golongan Gandharwa yang berhasil dilukai Janaka dengan sepasang pistol Luger-nya dari bawah sana. Orang tersebut kelihatan sekali kepayahan sehingga tak mungkin untuk ikut menembaki Wrekodara yang sedang mengejar mereka Sampai ke rooftop.

Satu orang lain, orang ketiga, menembakkan revolver Colt Python 357 Magnum Revolver dengan enam timah panasnya. Salah satu Colt double-action revolver yang paling prestisius di zaman tersebut. Senapan laras panjang sniper yang sedang digunakan itu sebenarnya tidak efektif digunakan dalam keadaan seperti ini, dimana mereka harus menembak cepat sembari musuh terus merangsek maju dengan Sama cepatnya. Sedangkan revolver memiliki jarak tembak yang terbatas, meski menjadi sangat berbeda ketika revolver atau handgun jenis apapun berada di tangan Janaka.

Wrekodara menghitung semburan timah panas yang menyerangnya dan memikirkan jeda waktu reload timah panas untuk melompat maju. Ia sendiri menempelkan punggungnya di balik ruangan untuk emergency exit door ke rooftop. Beberapa butir timah panas menabraki pintu baja ringan dan dinding beton di belakangnya, menciptakan percikan api dan bunyi letusan yang khas.

Wrekodara meraba bahu. Darah membasahi baju putihnya. Rupa-rupanya tanpa ia sadar satu timah panas yang ditembakkan musuh berhasil menembus bahu dan satu lagi menyerempet lehernya. Entah kapan timah panas itu bersarang di tubuhnya. Namun ia tak sempat hiraukan rasa nyeri yang menusuk karena para penyerang masih terus mencoba meloloskan timah panas dari senjata mereka ke arah Wrekodara, berusaha mencabik-cabik tubuhnya dan tentu saja pada akhirnya berusaha membunuhnya.

Benar kata Penyukilan bahwa para penembak jitu dari rooftop ini adalah para Gandharwa, namun yang tak dilihat penyukilan adalah bahwa orang yang memegang Colt Python 357 adalah seorang anggota bhuta. Anting-anting lebar menggantung di kedua telinga dibalik topi fedora hitamnya. Sebenarnya bhuta ini pula yang berhasil melukai Wrekodara di bahu dan lehernya, bukan para penembak jitu Gandharwa dengan senapan laras panjang mereka.

Lihat selengkapnya