Arimba, sang pemimpin dari Pringgandani Corp. sedang duduk di ujung sebuah meja oval yang besar. Tubuh laki-laki itu besar gempal. Namun yang membuat ia tampak bukan hanya sebagai anak tertua dari klan bhuta Pringgandani tetapi juga juga pemimpin perusahaan, adalah aura dan roman wajahnya yang keras, tegas dan sedikit bengis, ditempa oleh pengalaman hidup yang juga keras. Alisnya mencuat ke atas sedangkan kedua matanya terbenam dilindungi oleh dahi yang menonjol bagai karang. Pangkal tulang hidungnya agak bengkok, cacat, mungkin sekali akibat perkelahian atau pertempuran di masa silam.
Di meja oval itu, ia duduk menempati sebuah kursi tinggi dengan hiasan rumit berwarna emas.
Orang biasa yang melihat pasti akan setuju bahwa yang Arimba sedang duduki sekarang ini adalah sebuah singgasana, bukanlah sebuah kursi tinggi biasa. Belum lagi ruangan itu ditata dengan megah dan begitu terang dengan langit-langit yang tinggi dan chandelier kristal besar tergantung di langit-langit yang cembung.
Sudah duduk di sisi kiri Arimba, Prabakesa, adik keduanya setelah Arimbi. Selayaknya keluarga bhuta satu darah dengan sang Kakang, Prabakesa juga memiliki tubuh gempal dan kekar. Hanya saja air mukanya bisa dikatakan jauh lebih ramah dan ia kerap terlihat menyunggingkan senyum, meskipun ketika ia sendiri sedang dalam keadaan tidak tersenyum.
Brajadenta dan Brajamusti, adik-adik kembar Arimba duduk di Samping Prabakesa. Di hadapan mereka dua botol bir dingin tersaji. Di kanan jauh meja oval itu, duduk Brajalamatan dan Brajawikalpa. Mereka berdua juga memiliki wajah yang serupa padahal bukan saudara kembar. Brajalamatan berdahi lebar, beralis mata tebal, dan berair muka kasar. Bedanya dengan adiknya, Brajawikalpa memiliki air muka yang cenderung menjengkelkan.
Bila Brajalamatan duduk tenang melipatkan kedua tangannya di depan dada, Brajawikalpa menumpangkan kedua kakinya ke atas meja dan kedua tangannya menopang kepalanya. Bergaya sangat santai, tetapi di saat yang sama juga terlihat menyebalkan. Sebenarnya kedua kakak beradik ini memiliki rambut ikal panjang, tetapi mereka menyisirnya klimis ke belakang dengan pomade sampai rapi nan mengkilat. Brajawikalpa memang tipe seorang bhuta yang santai dan sedikit flamboyan. Jas coklatnya serasi dengan topi porkpie dengan hiasan di bagian kirinya. Sedangkan di ruangan ini, semuanya mengenakan setelan hitam-hitam.
"Mana Kalabendana?" tanya Arimba setelah celingak-celinguk mencari adik bungsunya it ketika ia pikir semua orang sudah berkumpul.
Berhubung pertanyaan Arimba ditujukan entah kepada siapa, para anggota keluarga bhuta Pringgandani putra-putra Sir Arimbaka yang juga dikenal dengan nama Sir Tramboko itu ikutan celingak-celinguk.