Secara singkat, bila harus digambarkan dengan sebuah peta, beginilah bentuk dan format kekuasaan dan kepemimpinan dalam keluarga inti bhuta Pringgandani Corporation:
Dimulai dari Arimba dan Prabakesa yang sangat menyayangi Arimbi. Perasaan sama yang tak bisa disangsikan pula adalah dari Kalabendana kepada Arimbi sang Kangmbok. Namun begitu ada beberapa perbedaan dalam memaknai kasih sayang mereka terhadap Arimbi. Prabakesa termasuk yang sangat percaya bahwa Arimbi Kangmboknya, memiliki kepemimpinan yang baik. Tidak diragukan bahwa Arimbi akan mampu memimpin Pringgandani Corporation selain Kakang tertua keluarga buta ini, Arimba. Hanya saja kasih sayang Prabakesa lebih berupa kepercayaan. Ia sendiri kurang dekat dengan Arimbi secara emosional. Tentu ini sangat berbeda dengan Kalabendana, yang memiliki kepercayaan namun juga pemahaman yang mendalam tentang sang Kangmbok.
Di sisi lain, Brajamusti juga sebenarnya percaya pada kemampuan Arimbi. Namun kepercayaannya ini ia lakukan setengah hati. Brajamusti tak mendudukung penuh dan berdiri di samping sang Kangmbok, walau separuh hatinya ada di sana. Ini dikarenakan ia memiliki keterikatan batin yang jauh lebih kuat dengan saudara kembarnya, Brajadenta. Meski sepasang saudara kembar ini kerap bertengkar sampai tulang-belulang mereka patah, kulit dan daging mereka sobek, tapi ikatan diantara mereka terlalu kuat. Masalahnya, di lain sisi, sang saudara kembar, Brajadenta sendiri emoh diperintah-perintah oleh seorang perempuan walau itu adalah kakaknya sendiri.
Berbicara mengenai Brajalamatan dan Brajawikalpa, tidak mungkin membicarakan politis mereka tanpa mengetahui sifat dan tabiat keduanya. Mereka sangat menyanjung nafsu dan kepentingan mereka sendiri. Selain tunduk pada keinginan dan libido mereka sendiri, Brajalamatan dan Brajawikalpa hanya mendengarkan dan tunduk pada perintah dan keinginan Arimba. Sedangkan terhadap sang kakak perempuan, Arimbi, mereka tidak mau mendengarkan, apalagi tunduk. Perasaan mereka pun berbalas karena itu pula yang dirasakan Arimbi terhadap mereka berdua. Arimbi tidak pernah dapat memercayai kedua adik laki-lakinya yang liar dan tak bisa diatur tersebut.
"Prostitusi, narkoba? Apa yang kalian pikirkan?" kata Arimbi tidak mengacuhkan dan tidak menggubris bujuk dan rayu Arimba. Kedua matanya memandang Brajadenta, Brajalamatan dan Brajawikalpa bolak-balik bergantian.
Ketiga adik yang merasa dituding saling bertatapan. Ini membuat Brajalamatan yang sedari tadi diam kemudian berdiri dan mengacungkan jari telunjuknya menuding-nuding ke arah Kalabendana yang baru saja duduk. Wajah anggota keluarga yang paling muda itu hampir tak terlihat tersembunyikan oleh meja oval panjang dan tertelan oleh kursi saking pendek tubuhnya.
"Apa yang sebenarnya sudah kau masukkan ke otak Kangmbok, Kalabendana, sehingga ia berpikiran seperti itu?" seranah Brajalamatan.