The Babad Noir Chronicles

Nikodemus Yudho Sulistyo
Chapter #25

the lobby

Puntadewa menyentuh bahu tinggi adiknya itu lembut, "Adi Wrekodara, apa aku pernah minta kau untuk berbicara dengan satupun dari mereka? Berbicara adalah tugasku. Aku yang akan bicara dengan Yudhistira, tapi kalian tahu apa yang harus dilakukan, bukan? Apa aku harus jelaskan secara mendetail?" senyum aneh kembali tersungging di bibir Puntadewa. Karena wajah tanpa ekspresi itu yang melakukannya, roman muka Puntadewa menjadi misterius, menakutkan sekaligus penuh kepercayaan.

"Baik, baik. Aku paham," ujar Janaka ceria mendengar apa yang dijelaskan oleh Puntadewa kepada Wrekodara. Wajahnya yang tampan itu tiba-tiba berubah menjadi manis dan menyenangkan seperti seorang remaja saja. Kimia otaknya telah bekerja dengan baik sehingga terkoneksi dengan sempurna dalam pemahaman tersebut. 

"Mari lakukan ini Kakang," ujar Janaka sembari menyentuh bahu kekar Wrekodara. Ia mendekat ke arah Wrekodara yang tadi berbicara dengan Puntadewa. Masalah ‘lapangan’ seperti ini memang berada di ranah mereka. Maka yang disentuh mengangguk mantap. Sang raksasa sendiri kemudian balik menyentuh kedua bahu Puntadewa, "Akan kulaksanakan apapun perintahmu, Kakang," ujarnya singkat penuh pengertian.

Terlihat jelas komunikasi misterius ketiga saudara ini berhasil secara efektif. Wrekodara yang kasar bagaimanapun adalah seorang adik yang sempurna. Ia selalu percaya pada keputusan Puntadewa, apapun itu. Termasuk beberapa waktu yang lain ketika ia dapati Kakangnya itu babak belur dihajar dua orang anggota batara. Ia hampir saja berangkat untuk mengobrak-abrik kantor kepolisian kau batara kalau tidak segera dicegah dan dijelaskan kejadian yang sebenarnya dan alasan sang Kakang tertua membiarkan dirinya dipukuli.

Selama ini, Puntadewa memang terkenal dengan kebijaksanaan dan keputusan yang hampir selalu bertentangan dengannya dan Janaka. Puntadewa selalu menghindari kekerasan, paling tidak secara langsung. Sebaliknya, Wrekodara dan Janaka malah mencari dan mengejar masalah. Mereka berdua adalah petarung. Orang yang berusaha menyelesaikan masalah dengan machoisme, dengan cara jantan, kepalan atau peluru, cepat dan tanpa basa-basi. Kekerasan memang tidak selalu menjadi pilihan utama bagi mereka. Namun, mereka percaya, dengan menyelesaikan sebuah masalah pelik dengan kekerasan, maka efeknya juga akan singkat. Tidak perlu berlama-lama bernegosiasi atau bermain-main dengan dendam yang tersimpan di dalam pikiran dan jiwa kelompok lain yang bila didiamkan akan meledak pada akhirnya.

Lihat selengkapnya