Arimbi mengencangkan bandana merah di kepalanya, kemudian menutupnya lagi dengan cap. Ia juga menyelipkan dua buah senjata baton di balik overcoat berwarna gelapnya. Tak lupa ia mengenakan bandana lain untuk menutup mulut dan hidungnya serta melepaskan kedua giwang lebar dari telinganya. Ia mengingat larik-larik cerita dan tulisan yang dikenal para bhuta sejak mereka masih kecil. Dijelaskan bahwa "Para raksasa waspada berteriak keras amat galak, seakan- suara guntur bergemuruh, semua bersiap dengan senjata, sepanjang jalan bergembira, mempertontonkan watak mereka." Tulisan ini menjelaskan betapa hebatnya kaum buta dalam semangat dan kekuatan mereka. Walau kadang tak begitu suka, Arimbi merasakan darah bhutanya menggelegak bak raksasa.
Bangunan itu terletak cukup menonjol di balik perbukitan yang menjorok ke arah sebuah danau raksasa, sekitar dua puluh menit perjalanan menggunakan mobil dari pusat kota Pringgandani mengitari bukit. Ada sebuah pelabuhan lama di samping bangunan terang yang berkesan mewah tersebut. Sebenarnya istilah 'pelabuhan' tersebut lebih merujuk kepada sebuah dermaga kecil yang dahulu digunakan untuk membawa barang-barang dagangan dari dan ke luar Pringgandani sebelum jalan darat dibangun dengan baik. Kadang-kadang dermaga itu masih digunakan, tapi tidak seramai dulu. Arimbi mencurigai bahwa penjualan bhanga dan women trafficking juga melalui jalur ini.
Agni namanya. Sebuah restoran fancy berlantai tujuh yang juga adalah sebuah hotel. Lampu-lampu kristal nya memendarkan sinar-sinar putih terang di balik jendela-jendela kacanya. Mobil-mobil mewah seperti Cadillac Fleetwood Limousine berwarna hitam mengkilat atau Austin Princess III terparkir rapi di depan restoran dan hotel Agni tersebut.
Sejauh matanya dapat memandang, tidak terlihat ada lambang api tertempel di pintu, jendela atau dinding, atau dimanapun seperti yang dijelaskan adik bungsunya, Kalabendana. Restoran dan hotel bernama Agni tersebut menggunakan namanya, dengan font standar, sebagai logo itu sendiri. Padahal Arimbi sempat berpikir bahwa nama Agni menjadi semacam penghargaan dari kaum bhuta terhadap hubungan kaum jim dan gandarwa, dimana keduanya memiliki sejarah yang panjang, sama-sama merupakan kaum 'terpinggir' dalam dunia bisnis. Agni mungkin saja merujuk pada hubungan kedua kaum ini yang dianggap bermain di dalam api. Mereka menggunakan kekerasan dan melakukan semua jenis bisnis yang memungkinkan, termasuk bisnis ilegal dan bisnis gelap. Itu sebabnya puluhan tahun yang lalu, kaum jim gandarwa memutuskan menatokan lidah api di tubuh mereka sebagai bentuk identitas dan solidaritas. Sedangkan para buta masih menempatkan diri mereka di atas, sebagai senior, mungkin berperan sebagai ayah bagi para jim dan gandarwa. Bagi para buta, lambang lidah api mungkin bukan sebagai bentuk penghargaan, namun lebih sebagai cibiran dan hinaan.
Sialnya, Arimbi masih belum menemukan letak lambang jin dan gandarwa itu tertempel di manapun. Perlahan ia memutari bangunan dan merengsek maju. Wujudnya tersamarkan oleh pepohonan dan kekelaman malam meski larik-larik sinar berpendaran menembus gelap, menyobek malam. Arimbi sempat berpikir apakah Agni berada di dalam restoran sekaligus hotel berlantai tujuh tersebut? Apakah Agni merupakan sebuah kamar, atau ruangan khusus yang disembunyikan dan dijaga ketat sehingga hanya orang-orang tertentu dengan akses khusus yang dapat masuk ke tempat tersebut? Bila ya, berarti mau tidak mau Arimbi harus masuk ke dalam hotel tersebut.