The Babad Noir Chronicles

Nikodemus Yudho Sulistyo
Chapter #34

the information

Angin malam menghempas ombak danau membuat speedboat yang dikendarai Arimbi terguncang-guncang, apalagi gadis bhuta itu memacunya dengan dengan kecepatan yang semaksimal mungkin. Ketiga gadis muda yang menjadi penumpang berpegangan dengan apapun yang bisa mereka manfaatkan. Arimbi beberapa kali memperhatikan keadaan mereka, namun pikirannya masih berada di Jala Sutra. Kecemasannya semakin menumpuk melihat ketiga gadis yang telah ia selamatkan dan membayangkan hal yang akan terjadi pada entah berapa banyak gadis lain di sana. Para jim, gandharwa dengan bantuan para bhuta kali ini memang sudah benar-benar keterlaluan.

Arimbi mematikan mesin beberapa meter sebelum sampai ke dermaga kecil lain di seberang danau dari Pringgandani. Ia tambatkan Chris Craft speedboat nya disana dan meminta ketiga gadis untuk kembali menunggu di speedboat tersebut.

"Kalian harus menunggu di sini, akan aku bawa teman-teman kalian kembali," ujarnya menenangkan ketiga gadis tersebut. “Jangan khawatir,” lanjutnya.

Yang diajak berbicara saling tatap, mata mereka menunjukkan kebingungan dan rasa takut namun juga ada secercah kepercayaan di sana. Mereka mengangguk hampir bersamaan. Arimbi merasa dirinya bukan orang yang ramah dan penuh kasih. Ia tidak lihai berkata-kata. Mungkin karena dididik dalam keluarga klan bhuta yang kasar dan penuh kekerasan, ia tumbuh menjadi seorang perempuan yang kaku. Arimbi sebenarnya bukanlah seorang gadis lagi, ia adalah seorang perempuan dewasa dan matang. Namun untuk hal berkomunikasi, ia merasa seperti anak-anak. Syukurnya untuk kejujuran dan ketulusan, ia tidak ada bandingannya. Oleh sebab itu siapapun dapat melihat dua hal itu di kedalaman sepasang matanya.

Para gadis muda itu tidak memiliki pilihan. Mereka juga sebenarnya masih tidak mengetahui siapa penolong mereka ini, laki-laki atau perempuan, mereka pun tak terlalu banyak pikir. Selain karena masih dalam keadaan kebingungan, kepanikan dan rasa takut juga melanda jiwa muda mereka. Syukurlah, bhuta yang satu ini berusaha untuk menunjukkan kebaikan hatinya, pikir mereka mengenai Arimbi.

Sesaat sebelum ia menyerang Agni, Arimbi sempat berbicara empat mata dengan Kakangnya, Arimba. Di ruangan itu, sang Kakang mau tak mau habis-habisan membuka rahasia Brajadenta, termasuk bisnis prostitusinya yang juga pada dasarnya ditentang oleh sang Kakang.

Lihat selengkapnya