The Bad Couple

Relia Rahmadhanti
Chapter #9

8. Bad Day

Dia itu ibarat nasi dan air putih. Kalo gak dikonsumsi, gue mati. Sama halnya kalo gue nggak ngelihat dia sehari. Gue nggak akan bisa ngejalanin hari

*****

Pukul 09:45 SMA Wijaya jam istirahat pertama. Gadis dan kelima lelaki itu tengah membicarakan sesuatu yang serius di lorong dekat kantin. Siapa lagi kalau bukan Rycca, Ricco, Ferdinan, Angga, Akmal, dan Rian. Mereka tampak serius dan berlaga mencurigakan.

Setelah usai mereka berbincang. Mereka langsung pergi bersamaan, namun langkah Rycca terhenti. Lengan Rycca ditarik oleh seorang lelaki hingga tubuhnya refleks kearah belakang. Kafin!

"Mau kemana?" tanya Kafin.

"Bukan urusan lo!" jawab Rycca. Kelima teman Rycca hanya terdiam melihat dua orang itu berdebat, Ricco kini kian tampak buang muka jika berpapasan dengan Kafin.

"Terus urusan siapa?"

"Urusan gue!"

"Ya berarti urusan lo urusan gue juga," ucap Kafin tak terbantahkan.

"Emang gue siapa lo?" ketus Rycca penuh penekanan.

"Kan, lo calon doi gue," jawab Kafin berbisik. Rycca sontak langsung mendorong keras tubuh Kafin

dan langsung meninggalkannya.

Kafin mengejar Rycca dan berusaha untuk mensejajarkan langkahnya dengan gadis itu. Kelima lelaki itu tampak mempercepat langkahnya berada di depan Rycca.

"Gue ikut ya?," pinta Kafin memohon dengan mata puppy eyesnya. Menggemaskan.

"Nggak!"

"Please." Rycca menghela napas berat, tak mau lagi menggubris Kafin.

"Terserah lo! Kalo terjadi apa apa sama lo, gue nggak tanggung jawab!" ketus Rycca dan langsung meninggalkan Kafin untuk menyusul teman-temannya.

"Tenang Ryc, gue punya BPJS. Dan selama gue disamping lo, gue akan baik-baik saja," teriak Kafin sembari berlari mengejar Rycca. "Emangnya kita mau kemana?" tanya Kafin ngos-ngosan.

"Lo gak usah banyak tanya, kalo ikut ya ikut. Kalo nggak yaudah sana balik!" amuk Rycca yang sudah kesal menghadapi Kafin. Kafin hanya tersenyum tak berdosa dan memanggut, Ia tak lagi melontarkan pertanyaan pada gadis itu.

Mereka sampai di halaman belakang, tempat dimana akan dilakukannya dosa. Mereka mau kemana? Madol kah? Pertanyaan itu seolah terus memutar di otak Kafin.

Seperti biasa, Ricco memimpin di depan dan menaiki tembok itu terlebih dahulu. Melihat area sekitar dan cukup sepi.

"Aman!" teriak Ricco dari atas, serontak orang yang berada di bawah menoreh kearahnya dan menganggukkan kepala.

Rycca menaiki tembok itu, Serontak Akmal, Ferdinan, Rian, Angga langsung berbalik badan. Kecuali satu lelaki, Kafin!

Langkah Rycca terhenti, ia melirik sinis Kafin.

"Lo bisa balik badan nggak?!" perintah Rycca kesal. Kafin menatap Rycca bingung, kenapa ia harus balik badan?

Rycca menghela napas dan mendengus kesal.

"Lo mau lihat daleman gue?" tanyanya frontal. Kafin langsung menutup matanya polos, kepalanya geleng-geleng dan langsung berbalik badan.

Keempat lelaki itu mentertawakan tingkah Kafin, bad boy macam apa dia?

"Nggak usah muna bro, kalo pengen liat, liat aja," bisik Akmal di samping Kafin membuatnya bergidik ngeri.

"Otak lo mesum!"

"Yah, rezeki kok ditolak."

Kafin kembali bergidik ngeri. Dia emang bad boy, tapi untuk merusak cewek bukan Kafin banget, tapi kalo khilaf ya, dosa ditanggung pelaku.

Rycca sudah selesai menaiki, serontak para lelaki itu langsung berbalik badan dan menaiki pagar satu per satu.

"Sebenarnya kita mau kemana sih?" tanya Kafin yang tiada hentinya. Rycca mendengus kesal.

"Lo jadi cowo cerewet banget sih!" sinis Ricco yang sedari tadi mentap Kafin tak suka.

"Woy, biasa aja dong lo! Gue cuma tanya!"

"Gue nggak suka," jawab Ricco yang langsung memegang kerah seragam Kafin. Pria itu langsung menepis kasar tangan Ricco dan mendorongnya.

"Gue maunya disukai Rycca, bukan lo!" balas Kafin membuat yang lainnya terkekeh.

"Lo berdua bisa nggak sih, gak usah ribut terus?!" pekik Rycca yang sudah tak tahan dengan keduanya. Kedua lelaki itu langsung menatap ke arah Rycca dan mengangguk kecil. "Dan lo Fin, gak usah banyak bacot! Mulut lo kaya banci tau nggak!" sindir Rycca dan langsung pergi begitu saja. Kafin menghela napas pelan. Para lelaki disekitarnya sedang mentertawainya, ia hanya bisa tersenyum canggung.

Lihat selengkapnya