"Kafin bangun....."
Rycca masih berusaha beberapa kali untuk membangunkan Kafin. Raut muka panik dan rasa bersalah mulai menghantuinya. Rycca menghela napas berat dan memejamkan erat kedua matanya. Cairan bening mulai keluar membasahi pipinya. Rycca menangis? Tentu saja. Darah Kafin yang tiada henti bercucuran membuatnya tak berdaya.
"Kafin bangun...."
"Please bangun Fin!"
"Maafin gue, seharusnya gue tadi denger kata-kata lo!" sesalnya yang sudah tak ada gunanya. "Jadi ini firasat buruknya. Gue minta maaf!" Rycca terisak kuat. Akmal yang berada di depan sangat prihatin dan juga takjub. Akmal baru melihat pertama kali ini rasa kepedulian Rycca kepada seseorang.
Rycca masih tetap berusaha untuk membangunkan Kafin.
"Fin bangun dong!" pekiknya parau dengan menggoyahkan tubuh Kafin yang ada di pangkuannya saat ini.
Uhukk... uhukkk...
Kafin terbatuk dan itu mampu membuat Rycca bernapas dengan lega.
"Fin, lo nggak papa, 'kan?" Tanya Rycca khawatir, jelas terlihat diraut mukanya.
Kafin tersenyum kearah Rycca.
"Bidadari surga, cantik juga ternyata ya," ujarnya membuat Rycca mengernyit bingung.
"Sinting lo ya?!"
"Rycca? Gue kira, gue mati. Soalnya berasa dipangku sama bidadari surga, " godanya sambil terkekeh geli. Rycca menatapnya tak percaya. Masih aja ngegombal!
"Kalaupun lo mati, ga bakal masuk surga!" ketus Rycca. Kafin tersenyum penuh arti.
"Kalo gue mati, siapa yang bakal jagain cewek cantik yang lagi pangki gue ini?" Rycca terkesiap. Kafin mengusap pipi Rycca yang teraliri cairan bening, mengusapnya dengan begitu lembut dan sangat tulus. "Jangan nangis, gue nggak akan ninggalin lo."
Kedua manik mata mereka bertemu. Saling menerobos ke arah tak tentu. Kafin tersenyum lebar, menampakkan giginya yang terlumuri darah. Pria itu lalu menggenggam erat tangan Rycca dan menaruhnya didada bidangnya. Lalu secara perlahan ia memejamkan kedua matanya.
Rycca membelalak sempurna. Ia kembali panik saat melihat Kafin memejamkan matanya.
"Fin, jangan mati dulu!" ucap Rycca, terdengar menuntut.
"Siapa yang mau mati sih Ryc? Gue pengen istirahat bentar," jawab Kafin dan mengembangkan senyumnya. Setidaknya ia tau, bahwa Rycca sangat mengkhawatirkannya.
"Oh, kirain mau mati. Awas lo ya sampai mati!" gerutu Rycca posesif. Kafin sangat menikmati hari ini, walau sakit, setidaknya ada pemanisnya.
****
Setelah 15 menit perjalanan, akhirnya sampai di rumah sakit. Kafin langsung dibopong dan dimasukkan ke ruang untuk diperiksa oleh dokter. Begitu juga dengan Rycca, ia juga harus mengobati luka di hidungnya.
Tak selang begitu lama, Rycca keluar. Keadaannya tak begitu parah. Hanya robek saja dibagian hidungnya. Kini hidung bagian atasnya tertutup oleh plester putih. Sedangkan Kafin masih diperiksa oleh dokter. Rycca dan Akmal masih menunggu dokter yang menangani Kafin. Tak lama kemudian lelaki paruh baya berjas putih khas dokter itu keluar.
"Bagaimana keadaan teman Dok?" tanya Rycca khawatir.
"Pasien baik-baik saja, untung saja cepat ditangani. Dan lukanya pun tak begitu parah, jadi tidak berakibat fatal bagi pasien," jawab dokter itu ramah. Rycca menghembuskan napas lega. Beban dibenaknya kini terangkat sudah.
"Saya boleh melihat dia Dok?" pinta Rycca. Dokter itu mengangguk ramah.
"Silahkan."
Dengan gerak cepat Rycca langsung memasuki ruangan Kafin dirawat. Melihat keadaan Kafin dengan kepala diperban dan mata yang tertutup. Kafin terlihat begitu tampan walaupun tanpa ekspresi, wajahnya yang putih dan sedikit pucat. Rycca memandangi Kafin, sangat lekat. Tanpa ia sadari, terbentuk lekuk bibir di wajahnya.