The Bad Couple

Relia Rahmadhanti
Chapter #18

17. Olahraga Malam

Pria dengan kaos hitam itu tampak putus asa. Menatap kosong nan sendu hamparan lampu-lampu kota dari atas bukit. Kafin menoreh ke belakang, gadis itu duduk di bangku sederhana yang terbuat dari bambu. Rycca tampak gusar, dan itu salah Kafin, mungkin. Ia terlalu memaksakan perasaannya terhadap Rycca. Harusnya ia harus lebih sabar dan mengerti tentang Rycca. Pria itu mulai menenangkan dirinya. Kafin berjalan ke belakang, menyusul gadis itu dan duduk di sampingnya.

"Maaf," lirihnya dengan masih setia menatap Rycca, tak ada jawaban dari gadis itu. Ia tampak menghela pelan, wajah putihnya tertutup beberapa helai rambut yang berterbangan karena angin.

Kafin menghela napas gusar, kenapa Rycca hanya diam? Apakah dia sangat marah atas pengakuan Kafin?

"Rycca," panggil Kafin pelan. Rycca menatapnya lurus. Kafin memegamng bahu gadis itu sembari menatapnya sendu. "Maaf," gumamnya tepat di hadapan Rycca. Gadis itu terdiam. Sedetik kemudian ia mengangguk kecil, membuat Kafin bernapas dengan leganya. "Lo nggak marahkan sama gue?" tanya Kafin memastikan. Gadis itu menggeleng dan sedikit tersenyum simpul ke arah Kafin.

"Terima kasih dan maaf," ucap Rycca kemudian membuat Kafin mengernyit heran.

"Untuk?"

"Terima kasih udah ngajak gue ke sini, dan maaf gue pasti nyakitin perasaan lo sekarang," jelasnya, Kafin tersenyum kearah Rycca. Menyisipkan beberapa helai rambutnya yang berantankan kendaun telinganya.

"Sama-sama, gue tau lo suka ketinggian. Dan nggak papa Ryc, gue akan nunggu sampai hati lo kebuka untuk gue," tutur Kafin lembut. Rycca mengangguk pelan, sumpah demi apapun Rycca masih gugup bila bertatap lama dengan Kafin, seperti sekarang. Rycca langsung memalingkan pandangannya ke depan.

Kini terjadi keheningan di antara mereka, keduanya fokus menatap pemandangan di depan dan jutaan bintang yang melihat kedua insan itu dari ketinggian.

Kafin diam terpaku saat melihat gadis di sampingnya. Rambut yang sedikit berantakan karena ulah angin, wajah putih cemeelang dengan hidung mancung bak perosotan. Digelap malam seperti ini, Rycca tampak bersinar seolah menyihir Kafin. Entah mengapa Kafin bisa jatuh cinta pada Rycca yang notabenya adalah seorang bad girl. Pertemuan dengannya terbilang sangat singkat dan unik. Mereka dipertemukan lewat tawuran dan dikejar polisi. Awalnya, Kafin masih tak bisa percaya bahwa dia benar-benar jatuh cinta dengan Rycca. Sampai ia rela pindah sekolah hanya karena Rycca. Entah ia mengambil keputusan yang benar atau salah, ia tak peduli. Yang ia tahu, ia suka berada di sini. Memperjuangkan Rycca Gwen Pyralis. Mungkin ini terdengar agak berlebihan untuk kisah cinta remaja. Tapi tak ada salahnya jika Kafin mau berjuang keras untuk pujaan hatinya.

Rycca menatap ke arah Kafin, pria itu tampak menatapnya dalam hingga melamun dan tersenyum-senyum sendiri. Mengerikan.

"Fin," panggil Rycca, namun pria itu masih dalam imajinya. Rycca sesekali mengayunkan telapak tangannya di depan wajah Kafin. "Kafin!" teriak Rycca membuat Kafin kaget terpelonjat.

"Ha? Iya? Apa? Gue sayang lo," jawab Kafin dengan nada seperti orang gugup, Rycca mengernyitkan alisnya. Kafin kesurupan apa gimana? Pipi Rycca merona, entah mengapa Rycca beranggapan bahwa perkataan Kafin itu untuk dirinya. Pria itu langsung menutup bibirnya yang tak bisa terkendali itu. "Ayo pulang," pinta Rycca. Kafin melihat jam tangannya, pukul delapan malam. Kafin mengangguk dan mempersilakan Rycca mendahuluinya.

"Yuk, lo jalan duluan."

Rycca berjalan di ikuti Kafin dibelakangnya. Kafin dengan setia memperhatikan Rycca yang sibuk menuruni jalanan yang penuh dengan akar-akar pepohonan. Rycca merasa lelah, padahal baru setengah jalan. Kini ia duduk di sebuah gazebo kayu yang telah disediakan untuk beristirahat. Kafin masih tetap berdiri dan menatap gadis itu.

"Capek?" tanya Kafin, Rycca menggeleng pelan. Kafin tersenyum kecil. "Jangan sok kuat deh, mau gue gendong?" tawar Kafin membuat Rycca menatapnya sinis.

"Nggak! Gue bisa sendiri!" ketusnya,

Kafin hanya menggedikkan bahunya pelan. Kini mereka berjalan sejajar, dan hampir sampai. Jalanan tampak sunyi dan sepi, apalagi tak ada percakapan antara keduanya.

"WOI! Berhenti!" Tiga orang berbadan tegap dengan otot kekar. Kafin dan Rycca menatap mereka yang sedang menghadangnya.

"Kenapa?"

"Harta atau nyawa?" tanya salah satu dari pria itu.

"Atau," jawab Kafin membuat Rycca terkekeh pelan. Ketiga pria itu tampak memuncak amarahnya.

Lihat selengkapnya