Hanya ada dua hasil dari harapan yang besar. Kebahagiaan setelahnya atau kekecewaan besar yang siap datang.
*****
Bel pulang sekolah berbunyi nyaring membuat para siswa bahagia. Namun, bel itu membuat tidur seorang gadis terganggu. Rycca membuka matanya saat guru mata pelajaran terakhir itu beranjak meninggalkan kelas, Rycca menghela napas berat.
"Gue balik dulu, Ryc," pamit Arini, teman sebangku Rycca yang sekaligus menjadi satu-satunya sahabat perempuan Rycca. Tak ada jawaban dari gadis itu, Arini langsung beranjak.
"Rin," langkah gadis itu terhenti, ia membalikkan tubuhnya ke arah suara yang memanggilnya.
"Iya?" tanya Arini dengan alis yang mengkerut.
"Nanti malam ke rumah gue ya, ada yang mau gue omongin," pinta Rycca datar, Arini tersenyum tipis dan membalasnya dengan dua jempol miliknya. Arini sangat tahu Rycca sedang ada masalah. Dari raut wajah dan sikapnya seharian di sekolah benar-benar menunjukkan bahwa moodnya terlihat sangat buruk. Arini langsung beranjak pergi. Rycca menghela napas panjang dan langsung beranjak dari kelasnya setelah semua nyawanya kembali terkumpul dengan sempurna.
****
Pintu kamar Rycca terbuka, terlihat jelas gadis dengan senyum yang merekah dengan menenteng dua buah kresek berisi camilan. Tak ada sambutan dari Rycca, gadis itu sibuk memainkan kubik yang melekat di tangannya. Arini menghela berat, gadis itu menaruh kresek itu di atas meja belajar kamar Rycca, lalu duduk di ranjang bersama gadis itu.
"Ryc," panggil Arini, namun gadis itu masih tetap sibuk dengan kubiknya. Arini mendesah berat, sebenernya yang nyuruh siapa dan yang butuh siapa? Untung gue baik, Ryc! Gumam Arini pelan, mungkin hanya dia yang dapat mendengarnya. Dengan kesal, Arini mengambil kubik di tangan Rycca. Gadis itu berdecak kesal karena kesibukannya terganggu.
"Apaan sih?!" protes Rycca membuat Arini memajukan bibirnya kesal.
"Kalo lo nggak jadi cerita, mending gue pulang!" jawab Arini kesal. Bagaimana tidak kesal? saat lo disuruh untuk hadir, namun kehadiran lo malah nggak dianggap.
Rycca menghela berat, lalu mengambil lagi kubik yang ada di tangan Arini. Ia tampak kesal, namun didetik berikutnya Rycca mulai membuka suara
"Lo tau kan kalo gue suka sama Ilham?" tanya Rycca sendu, namun hanya dijawab dengan anggukan pelan oleh Arini. Rycca menggigit bibir bawahnya kuat dengan menatap sendu kubik ditangannya. "Menurut lo, Ilham suka gue nggak?" lirih Rycca, melihat sahabatnya seperti itu membuat Arini menatapnya iba. Namun senyum manis terukir di wajah Arini, gadis dengan gigi gingsul yang membuat manis disetiap senyumnya. Arini menangkup dagu Rycca dengan kedua tangannya, mengarahkan Rycca untuk menatap matanya. Rycca hanya pasrah ketika Arini melakukan itu.
"Gue nggak tau Ilham suka sama lo atau enggak, yang jelas kalo lo mau tau jawabannya, lo harus tanya dia langsung," ujar Arini meyakinkan. Rycca tampak memutar bola matanya malas. Tidak mungkin seorang Rycca Gwen Pyralis mengungkapkan perasaannya terlebih dahulu "Mungkin saja! Seorang Rycca Gwen Pyralis dapat mengutarakan isi hatinya," lanjut Arini dengan nada yang terdengar dramatis. Rycca mengernyit heran, kenapa Arini bisa jadi cenayang gini?! Rycca bergidik ngeri. "Ayolah Rycca! Cinta itu nggak akan tau kalo yang sedang cinta nggak ngasih tau perasaannya."
"Terus gue harus gimana?" lirih Rycca pasrah. Arini tersenyum kembali.
"Nyatain rasa lo ke Ilham."
"Kalo ditolak?"
"Masih ada Kafin, 'kan? Kayaknya dia cinta mati banget sama lo!" jawab Arini enteng. Rycca langsung melempar kubiknya ke kepala Arini membuat gadis itu berdecak kesal. Sahabatan sama Rycca harus siap untuk di KDRS. Kekerasan dalam rumah sahabat! Aneh.
"Gak papa Ryc, buat kuncian, lumayan. Gak dapet Ilham, Kafin pun jadi!" lanjut Arini dengan semangatnya. Rycca hanya menggelengkan kepalanya,melihat tingkah Arini. Sahabatnya yang sangat unik baginya. Hanya dia yang mampu memberi solusi terbaik untuk masalah Rycca. Tapi solusi yang satu ini membuat Rycca berpikir lebih untuk melakukan semua arahan dari Arini. Namun, memang benar yang dikatakan oleh Arini. kalau dia nggak mengungkapkan rasanya pada Ilham, dia juga tidak akan tahu mengenai perasaan Ilham padanya. Tapi disisi lain, Rycca merasa sangat takut dengan yang namanya penolakan, bahkan Rycca belum siap untuk mendengarkan kata itu. Namun, Rycca bersikeras untuk menepis semua kata penolakan. Ia hanya akan memikirkan hal baik yang akan terjadi setelah melakukan itu.
"Gue bisa! Lo bisa Rycca, Ilham pasti juga punya rasa yang sama."