The Bad Couple

Relia Rahmadhanti
Chapter #31

30. Dua Kali ; Jadian atau Pergi

Teriakan itu membuat Kafin dan Rycca kembali menyadari bahwa mereka tengah ditengah-tengah tawuran pelajar. Kini mereka kembali sibuk dengan aktivitasnya, memukul dan dipukul. Sudah banyak siswa Wijaya yang dari sekolah menyoraki, tak ada yang menghentikan ketika Pak Broto datang bersama Bu Estianti. Pak Broto guru matematika yang keterlaluan galak dan killer itu angsung angkat bicara.

"BERHENTI ATAU SAYA TELPON POLISI!" pekiknya lantang membuat semua menghentikan aksinya dan menatap pria paruh baya dengan rambut belah tengah itu tajam. Namun tak ada ketakutan sedikitpun dari mata pria paruh baya itu.

Tak ada yang menang, dan tak ada yang kalah. Semuanya babak belur, dengan muka yang menunduk karena menjadi tontonan gratis seantero sekolahan. Mampuslah Rycca jika ketahuan tawuran lagi! Anak STM itu langsung beranjak pergi dengan wajah yang babak belur, begitu juga dengan gerombolan siswa Wijaya. Mereka didorong masuk ke dalam sekolah. Langkah mereka diikuti oleh banyak siswa SMA Wijaya yang ingin tahu. Mereka menundukkan wajahnya yang penuh luka lebam dan keringat yang bercucuran untuk digiring ke lapangan. Oke, ini menjadi heboh, karena untuk pertama kalinya terjadi tawuran di depan gerbang sekolah. Dan pastinya ini masalah akan menjadi besar!

Rycca masih tidak membuka penutupn wajahnya. Semua manusia di hadapannya menatap mereka seolah mereka itu maling yang tertangkap warga. Gadis itu hanya menunduk dan merutuki kebodohannya dalam hati. Para guru keluar, dan ini juga sedang jam istirahat ke dua. Jadi banyak siswa yang lebih tertarik untuk ke lapangan melihat tontonan gratis seperti sekarang ini daripada menuju kantin. Rycca harus memasang muka tembok.

"LIHAT! ANAK-ANAK DI DEPAN KALIAN INI ADALAH PARA GENERASI YANG DAPAT MERUSAK BANGSA!" pekik pria paruh baya itu dengan emosi yang meluap. Otot-ototnya menegang, rahangnya mengeras. Pak Broto memang seram.

"Generasi apa Bu nama hitsnya?" bisik Broto ke arah wanita yang ada di sampingnya, Bu Estianti.

"Generasi micin pak," jawabnya.

"IYA! GENERASI ROYCO!" pekik lantang pria paruh baya itu. Estianti hanya memijit pelan pelipisnya, sedangkan para siswa menahan tawanya. maklum Pak Broto sudah tua.

"GENERASI MICIN!" protes semua siswa di sana, sedangkan Pak Broto hanya memasang wajah acuh.

"JANGAN PERNAH TIRU TINGKAH LAKU MEREKA! DAN BUAT KALIAN, MAKSUDNYA APA TAWURAN DI DEPAN SEKOLAH KALIAN HAH?" sekarang berganti suara lengking yang keluar dari mulut wanita berdandan menor. Astaga! Rycca dan kawan-kawannya tidak merasa tuli. Mereka punya dua telinga yang masih berfungsi dengan sangat baik. Kenapa harus berteriak sekencang itu?! "Kalian tidak sadar, kalau kalian bisa merusak nama baik sekolah ini? Kalian tidak punya pikiran?!" lanjutnya dengan penuh penekanan Kafin menatap Bu Estianti dengan sinis.

"Kami sangat tahu Bu, kami melakukan ini demi harga diri sekolah kami!" jawab Kafin kesal, membuat Pak Broto naik pitam.

"Kamu kalau dikasih tau itu nurut! Lagian kamu murid baru bukan? Masih beberapa bulan yang lalu sudah bikin onar!" sela Pak Broto marah. "Saya akan panggil orang tua kalian semua!" lanjutnya dengan emosi yang mencuat.

Semua yang semula menunduk langsung mendelik panik. Kecuali Ricco, Kafin, dan Rycca. Sama sekali tak ada kekhawatiran di manik mata mereka.

Pria paruh baya itu menatap lekat ke arah sosok yang memakai penutup hitam.

"Kenapa mukanya di tutup? Buka! Saya mau data kalian yang ada di sini," suruhnya galak kepada Rycca. Gadis itu hanya diam mematung. "Kenapa diam? Saya suruh buka, ya buka!" lanjutnya dengan muka yang sudah berkobar amarah.

"Pak, teman saya sedang flu," ucap Ricco, Broto menatapnya sinis.

"Saya tidak peduli, buka!" titahnya dengan menatap curiga ke arah Rycca.

"Pak nanti menular ke bapak loh."

"Saya bilang buka, ya buka!"

Rycca menghela berat, tamatlah riwayat seorang Rycca Gwen Pyralis. Perlahan ia membuka kupuk jaketnya. Semua membelalak kaget, tentu itu Rycca. Sudah kelihatan dari rambutnya yang agak keriting. Setelah itu, gadis itu membuka slayer hitam yang sedari tadi menutupi bagian wajahnya, kecuali mata.

"Rycca?" gumam Broto dengan tatapan tak percaya. Oh ayolah, siapa yang percaya gadis secantik Rycca mengikuti tawuran pelajar? Tak ada raut ketakutan di wajah gadis itu. Tetap tenang walaupun banyak pasang mata yang menatapnya dengan sinis dan meremehkan. Persetan dengan tatapan itu.

"Kamu lagi, kamu lagi. Sampai capek saya ngurusin kebandelan kamu," keluh Estianti dramatis, Rycca meliriknya sekilas.

"Kalau capek, ya gak usah kerja Bu," jawabnya enteng, beberapa siswa ada yang menahan kekehannya.

"Kamu tahu, semua buku point siswa hampir seluruhnya terisi sama kamu dan genk kamu ini!" keluhnya lagi, Rycca hanya memutar bola matanya malas.

"Kan saya udah pernah bilang Bu, jangan dicatat! Nyapek-nyapekin tangan dan kasihan pohon, kita harus hemat kertas!" protes Rycca, kali ini Bu Estianti benar-benar memuncak amarahnya. Sedangkan Rycca hanya acuh menatapnya, seolah tak terjadi apa-apa dengannya.

Setelah semua didata, Rycca dan teman-temannya mendapatkan hukuman untuk membersihkan seluruh penjuru sekolah. Kini mereka sibuk membersihkan sekolah, harus menerima resikonya. Rycca membersihkan bagian lapangan, gadis itu setia menyapui dedaunan yang berjatuhan dan sampah-sampah plastik yang bertebarab. Keringat itu bercucuran di leher dan pelipis Rycca dengan wajah pelipis dan sudut bibir yang lebam. Sebuah tangan kokoh menahan pergelangan tangan gadis itu, membuat Rycca menghentikan aktivitasnya sebentar. Gadis itu menoreh ke arah pria yang tersenyum lebar dengan luka lebam di sudut kanan bibirnya.

"Halo Rycca," sapanya senang dengan mengacak-acak puncak rambut Rycca, gadis itu diam mematung. "Nih minum," suruhnya dengan menyodorkan air mineral. Kafin menuntun Rycca untuk duduk di tepi lapangan, setelah itu Rycca langsung meneguk air minumnya. Kafin menatap Rycca lekat.

"Capek?" tanyanya lembut, Rycca hanya menggeleng dan tersenyum tipis. Kafin mengambil sebuah sapu tangan yang ada di sakunya, menyeka keringat yang bercucuran di leher dan pelipis Rycca. Gadis itu hanya diam mematung, hampir tidak bernapas. Setelah selesai, pria itu tersenyum ke arahnya.

"Makasih," ucap Rycca tulus, Kafin lagi-lagi melempar senyum manisnya itu. Astaga, untung Rycca tak punya riwayat penyakit diabetes.

"Sama-sama," jawabnya, " karena perhatian-perhatian kecil seperti ini bakalan bisa buat lo bisa jatuh cinta sama gue, Ryc," lanjutnya, Rycca tampak mematung, jantungnya berdegup kencang. Tatapan intens Kafin membuat Rycca jadi salah tingkah. "Lo seneng gak gue perhatiin kayak gini?" tanya Kafin, lidah Rycca terasa keluh. Kafin stop menggoda Rycca.

"B aja," jawabnya sedikit gusar. Kafin tersenyum penuh arti ke arah Rycca.

"Iyakah?" godanya, Rycca mengangguk cepat tanpa beban. "Kalo gue ngomong, tatap muka gue! Nggak sopan," cerca Kafin sembari menarik bahu Rycca untuk menatapnya. Kini mereka saling menatap. "Suatu saat lo akan ngerasain betapa senang dan asiknya diperhatikan oleh Kafin Nata Danadyaksa," ucap Kafin tepat di depan wajah Rycca. Hal itu berhasil membuat pipi Rycca merona.

****

Kafin menghentikan motornya di depan gerbang rumah Rycca. Iya, Kafin selalu mendesak Rycca untuk pulang diantarnya, padahal jalan rumah mereka tidak searah.

Rycca turun dari motor Kafin, begitu juga Kafin, pria itu terus saja membuntuti langkah Rycca.

"Mau ngapain?" tanya Rycca heran.

"Mampir ke rumah calon istri," jawab Kafin menggoda. Rycca memutar bola matanya malas.

"Najis!" ketus Rycca dan langsung masuk ke dalam rumahnya. Kafin mengikuti langkah gadis itu.

Rycca membuka pintu rumahnya, berjalan menuju sofa dan duduk di sana. Sedangkan Kafin sibuk mengedarkan pandangannya.

Lihat selengkapnya