Jam pelajaran pertama berjalan begitu lancar, tak ada gangguan sedikitpun. Sebenarnya Rycca sangat bosan berlama-lama di kelas, karena kebiasannya setelah jam pelajaran selesai, ia akan mengendap-endap menuju kantin untuk membeli cemilan atau pergi ke UKS untuk tidur. Namun hari ini, gadis itu harus bersikap lebih baik. Kejadian kemarin nyaris membuatnya diskors, dia harus jaga sikap untuk beberapa waktu.
Rycca kembali fokus ke arah papan tulis. Pelajaran yang tengah dihadapinya adalah sejarah. Sangat embosankan. Dengan mata yang sayup ia menatap kearah depan.
Panggilan kepada Kafin Nata Danadyaksa, Rycca Gwen Pyralis, Ricco Pangestu, Akmaludin Hasyim. Segera menuju ruang bimbingan konseling.
Suara lengking dari spiker itu membuat semuanya menghentikan aktivitasnya. Rycca bersorak bahagia karena bisa keluar dari kebosanan ini. Gadis itu dengan senang hati langsung keluar dari kelas setelah berpamitan dengan guru. Kafin, Ricco, dan Akmal mendahului Rycca. Para pria itu sudah ada di kursi tunggu dekat pintu ruang BK. Sedangkan Rycca berpamit untuk menuju toilet.
Gadis itu keluar, berjalan melewati koridor sekolah untuk menuju ruang BK. Langkahnya terhenti ketika melihat pria paruh baya tengah berbicara santai dengan seorang gadis. Keduanya begitu familiar baginya, Ayahnya dan... Annisa. Perempuan cantik yang ia anggap sebagai temannya. Rycca bersembunyi di balik tembok. Mencoba mendengarkan pembicaraan mereka, namun hasilnya nihil. Jaraknya terlampau jauh, namun yang Rycca dapat melihat jelas, gadis itu tampak akrab dengan papanya. Lihatlah, pria paruh baya itu selalu tersenyum dan tertawa kecil bersamanya. Bahkan Rycca mengingat senyuman itu dengan sangat jelas 6 tahun yang lalu, saat-saat dia selalu berada di samping dekapan pria itu. Rycca mengernyit heran, ada hubungan apa sebenarnya Annisa dengan papanya? kenapa mereka begitu dekat dan bahagia? Rycca membelalak kaget ketika papanya mencium kening Anissa dengan begitu dalam dan hangatnya. Bahkan Rycca tahu rasa ciuman itu, 6 tahun yang lalu. Apa yang sebenarnya terjadi? Apakah Annisa selingkuhan papanya? Dia mendekati dirinya untuk dijadikan teman, lalu menjadi mama tiri Rycca? Oh astaga! Mana mungkin, mustahil. Gadis secantik dan sepintar Annisa bisa jatuh dalam pelukan pria bejat tua bangka. Tapi tidak ada yang tidak mungkin. Papa Rycca memiliki kekuasaan yang besar. Dia bahkan mampu mewujudkan keinginannya dalam hitungan menit ataupun detik.
Rycca menghela panjang, memijit pelipis dan tulang hidungnya. Pikirannya berputar, seolah ingin mengetahui segala hal. Tapi siapa peduli? Hati Rycca sudah tak peduli dengan semua tentang papanya! Siapa yang bisa menentang hati? Otak terlalu kecil untuk mengalahkan sebuah hati. Bukankah hati selalu menang dari otak?
Rycca menggedikkan bahunya seolah tak peduli. Gadis itu melanjutkan langkahnya untuk menuju ruang BK. Disela perjalanan, pikirannya terus berkutat, kenapa papanya ada di sini? Apa dia ingin menemui gurunya? Apa dia tidak sibuk? Apa hubungannya dia dengan Nisa? Pertanyaan itu seolah berputar bak film bioskop di otaknya. Rycca menghela panjang. Berpura-pura tidak peduli memang sulit.
Kini gadis itu langsung bergabung dengan yang lainnya. Sudah banyak siswa yang ada di depan pintu ruang BK, yang pastinya mereka yang terlibat di dalam acara tawuran kemarin. Ternyata dugaannya benar. Papanya datang ke sini karena surat panggilan orang tua. Ini adalah surat panggilan pertama yang dihadiri oleh orang tua Rycca.
Dari kejauhan terlihat Akmal yang tengah berlari tergesa-gesa. Pria itu seperti menggenggam sesuatu di kedua tangannya. Akmal sampai, pria itu tampak mengatur deru napasnya yang memburu.
"Habis dari mana, Mal?" tanya Ricco heran. Pria itu mengusap pelipisnya menggunakan lengan seragam lusuhnya.
"Biasa, maraton bareng Mang Thole," jawab Akmal asal dengan napas yang masih memburu. Rycca hanya menggeleng pelan, melihat tingkah aneh sahabatnya yang satu ini. "Oh iya, coba tebak yang ada digenggam gue ini apa?" tanya Akmal semangat, yang lain mengernyit. Akmal memutar bola matanya malas. Pria itu menyodorkan genggaman tangannya di dekat telinga mereka masing-masing. "Coba dengerin suaranya, kira-kira ini apa?" desak Akmal, mereka yang ada di sana tampak bingung. Karena yang digenggam Akmal tak bersuara! Namun mereka akan tetap menjawab, kalau enggak, Akmal akan terus mengusik mereka!
"Cicak?"
"Tidak."
"Buaya minimalis?"
"Bukan!"
"Kadal Basuki?"
"No!"
"Anjing!"
"Mana muat, oon!"
"Maksudnya, lo anjingnya!"
Akmal mendesis sebal
"Pasti, undur-undur!"
"BIG NO!" pekik Akmal, yang lain sudah frustasi untuk menjawab. Biarlah pertanyaan dari Akmal dia jawab sendiri. Akmal mulai bersiap-siap untuk membuka tangannya. Dengan semangat 45, Akmal langsung memperlihatkan yang ada ditangannya.
"TADAAA..." teriak Akmal semangat dengan membuka tangannya, memperlihatkan apa yang ada di tangannya selama ini. Seekor katak. Ayolah! Dapat dari mana Akmal katak kayak begitu? Dekil banget!
Pintu ruang BK terbuka, memperlihatkan dua sosok yang keluar dari sana. Bu Estianti dan Papa Rycca. Secara bersamaan katak itu melompat ke lantai dekat Bu Estianti. Ia langsung menjerit histeris, dan dengan refleks menggendongkan dirinya ke arah pria tampan yang ada di sebelahnya, Papa Rycca. Sebuah katak bisa membuat sebuah drama di depan pintu ruang BK, sangat hebat kau katak!
Rycca memutar bola matanya jengah. Entah Bu Estianti yang ganjen, atau papanya yang mata keranjang. Oh, memang papanya itu playboy, jadi terserahlah. Bagi Rycca hidupnya bukan urusannya lagi!
Pria paruh baya itu berdeham, dan langsung menurunkan Bu Estianti dari gendongannya. Wanita itu tersenyum menggoda, hal itu membuat Rycca bertambah jijik.