Kafin menatap gadis di sampingnya yang tengah menampakkan raut wajah kesal dan muak sembari membaca buku tebal. Pria itu tahu Rycca sangat kesal karena hadirnya kembali ayahnya yang menghilang belasan tahun lalu. Keadaan terasa hening tak ada yang membuka suara. Kafin sangat benci jika berhadapan dengan suasana yang canggung. Pria itu memilih untuk menyibukkan diri mengerjakan soal-soal yang ada di hadapannya. Tak perlu waktu lama bagi Kafin mengerjakan soal-soal itu. Lagi, Kafin merasa bosan karena tak ada yang membuka pembicaraan. Pria itu menyerah.
"Ryc, lo--"
"Diam. Lo gak usah tanya apapun," ketus Rycca berhasil memotong ucapan Kafin. Pria itu tampak mendengus kesal.
"Rycca," panggilnya jengkel.
"Jangan tanya apa-apa lagi tentang bokap gue! Gue lagi nggak mood untuk bahas itu!" tegas Rycca. Kafin mengernyit, gadis itu tampaknya salah paham. Kafin tak ingin menanyakan soal ayahnya, Kafin mengerti jika gadis itu kesal karena ayahnya.
"Gue lagi gak mau tanya soal itu," ucap Kafin jujur. Kini Rycca menoleh kearahnya. "UAS seminggu lagi Ryc, lo harus belajar lebih giat dan fokus. Lupain sejenak hal yang negatif di pikiran lo," ujar Kafin lembut. Rycca tersenyum k earah pria itu dan mengangguk pelan.
"Siap, Pak Bos!" jawab Rycca dengan menaruh tangannya di dahi seperti orang hormat. Kafin mengembangkan senyumnya. Pria itu mengacak-acak puncak rambut Rycca dengan gemasnya.
"Good girl," gumamnya, "kalo lo bisa masuk sepuluh besar, gue akan kasih lo hadiah," ujar Kafin dengan mencubit gemas pipi Rycca. Gadis itu tampak mencebikkan bibirnya. Setelah itu pipinya langsung merona.
"Tapi sepuluh besar berat banget buat gue!" protes Rycca dengan raut wajah kesal.
"Makanya usaha," jawab Kafin dengan menarik hidung Rycca.
"Gimana kalo lima belas besar?" tawar Rycca dengan wajah memohonnya. Kafin tersenyum mendekat.
"Nggak ada penawaran lagi," ucap Kafin tak bisa diganggu gugat. Rycca menghela pasrah dan menggedikkan bahunya.
Kafin merebut buku di tangan Rycca. Pria itu melihat beberapa soal yang sudah dikerjakan gadis itu. Kafin menatap buku itu dengan serius. Mengkoreksi beberapa soal.
"Adindaku Rycca, sepertinya ada perkembangan pesat dalam mengerjakan soal ini," ujar Kafin dengan menatap serius buku itu. Rycca membelalak tak percaya, benarkah?
"Makasih, ini kan juga karena Kakanda Kafin!" jawab Rycca semangat. Gadis itu sebenarnya sangat geli dengan panggilan 'kakanda-adinda', tapi tak apalah. Berbeda itu lebih baik. Kafin mengangguk mantap dan tersenyum penuh arti. "Kenapa lo senyum-senyum gitu?" tanya Rycca curiga. Kafin lebih mengembangkan senyumnya.
"Bayaran gue mana?"
Rycca menghela napas berat.
"Lo mau apa? Berapa?" tanya Rycca malas. Kafin tersenyum penuh arti. Pria itu menunjukkan pipinya ke arah Rycca.
"Cium, sekali aja di pipi," ujar Kafin santai. Rycca membelalak kaget. Gadis itu langsung memukul wajah Kafin dengan buku paket tebal yang ada di hadapannya.
"Mesum!" pekik Rycca tajam. Sedangkan Kafin sibuk memegangi wajahnya yang terasa sakit dan panas. Oke, Rycca benar-benar kejam. Itu hanya cium pipi, bagaimana kalau Kafin minta cium di bagian lainnya? Padahal dulu mantan-mantan Kafin langsung nyosor-nyosor sendiri bak bebek yang mau nyosor korbannya. Tanpa Kafin minta pun, ia selalu diberi oleh kekasihnya dulu. Tapi kenapa tidak dengan Rycca? Kafin menyesal memilih Rycca menjadi kekasihnya? Jawabannya tidak! Justru ini yang membuat Kafin suka dengan gadisnya itu. Rycca berbeda dari beberapa deret mantannya. Rycca sangat jahat, kadang juga hangat seperti api. Itu mengapa namanya Pyralis, yang artinya api.
Kafin menatap sebuah kertas yang jatuh dari selipan buku paket yang tadi mengenai wajahnya karena ulah Rycca. Kafin mengambil lembaran kertas putih itu. Sebuah soal ulangan dan nilainya. Terdapat tulisan nama Rycca Gwen Pyralis di ujung pojok kanan dengan mata pelajaran matematika. Kafin menatap nilai hasil ujian itu dengan tatapan tak percayanya.
"Ya Allah hu rabbi! Ryc, ini hasil ulangan harian lo kemarin?" tanya Kafin tak percaya.
"Iya, kenapa?"
"Kenapa bisa dapat empat? Kan kemarin udah gue ajarin," keluh Kafin dengan wajah lelahnya. Sedangkan Rycca nyengir tak berdosa. Kafin menghela berat dan meletakkan kertas itu di tempatnya semula. "Besok-besok nilai lo harus lebih dari ini," pinta Kafin. Rycca tersenyum simpul dan mengangguk mantap.
Mereka berdua tampak sibuk membereskan kekacauan yang ada di hadapannya. Mulai dari buku, peralatan tulis, dan lainnya. Setelah selesai, Kafin langsung berpamit pulang.
****
Rycca berjalan memasuki rumahnya. Terlihat sosok wanita paruh baya yang tengah sibuk dengan koper yang ia bawa. Rycca mengernyit heran.
"Tante mau kemana?" tanya Rycca. Arinda tampak kaget terpelonjat. Ia membuka kaca mata hitam yang bertengger manis di hidung mancungnya itu.
"Ahh, Tante lupa bilang sama kamu," ujarnya dengan helaan napas panjang. "Tante mau ke luar kota untuk urusan bisnis 3 hari. Kamu gak papkan ditinggal sendiri di rumah?"
Rycca terkekeh pelan mendengarnya.
"Bukan biasanya seperti itu, Tan?" ucap Rycca. Ya benar, ini bukan pertama kalinya Rycca ditinggal seorang diri di rumah. Tantenya sering pergi ke luar kota dan negeri untuk urusan bisnisnya. Bahkan Rycca mampu dengan kesendiriannya. Arinda tampak tersenyum canggung. Wanita itu langsung memeluk erat tubuh gadis di hadapannya. Rycca sedikit terkejut.
"Maaf ya. Tante sering tinggalin kamu sendirian di sini. Tante juga nggak pernah kasih kamu perhatian lebih karena kesibukan Tante," ucap Arinda dengan masih mendekap erat tubuh Rycca. Rycca dengan senang hati membalas pelukan hangat Arinda. Pelukan yang penuh kasih sayang yang hanya ia dapat dari Arinda.
"Gak papa, Tante. Rycca udah biasa kok sendirian. Jangankan kasih sayang Tante, Tante mau ngerawat Rycca sampai seperti sekarang aja Rycca udah seneng," gumamnya. Arinda mengembangkan senyumnya.
"Tapi tenang aja. Kali ini kamu gak akan sendirian kok. Kan ada yang bakalan nemenin kamu."
Rycca mengernyit, who?
"Bi Milea?" tebak Rycca. Arinda menggeleng cepat.
"Kafin?" tebaknya lagi.