The Bad Couple

Relia Rahmadhanti
Chapter #41

40. Sang Penjaga

Seseorang pasti suka dilindungi. Rasanya begitu aman dan nyaman. Namun, apakah yang kalian lakukan jika seseorang yang paling kau benci di dunia melindungimu? 

*****

Mobil hitam itu berjalan dengan kecepatan tinggi membelah jalanan ibu kota yang terasa lenggang karena waktu sudah menunjukkan pukul dua belas malam. Di dalam mobil, kecanggungan menerpa antara mereka bertiga, Kafin, Bivangga, dan Mr. Pyr.

Raut wajah lelah terlihat jelas. Sudah ratusan kali Kafin coba menghubungi Azka, namun ponsel pria itu mati. Kafin jadi bingung dengan situasi ini. Lima belas menit lalu mereka menuju rumah Azka, namun sayang. Sang pemilik rumah tak ada di sana. Rumahnya kosong tak berpenghuni.

"Boleh minta fotonya Azka?" tanya Mr Pyr dingin. Kafin mengernyit.

"Buat apa, Om?"

"Kirimkan saja!" tukas Mr Pyr tak terbantahkan. Kafin langsung mengirimkan foto itu kepada pria paruh baya yang tengah menyetir mobil. Setelah itu mobil yang ia kendarai berhenti. Pria itu tampak fokus pada ponselnya. Jarinya lincah mengotak-atik benda pipih itu. Tak lama kemudian Mr Pyr menyeringai. Rahangnya mengeras, tiba-tiba saja tatapannya menajam. Pria itu kembali melajukan mobilnya.

Dalam perjalanan, Kafin dan Bivangga tak tahu mereka dibawa kemana. Kafin pun hanya menggedikkan bahunya pasrah.

"Seyakin apa kalau Azka itu baik, Fin?" tanya Mr Pyr dengan tatapan tajamnya melalu kaca spion.

"Dia baik Om, dia salah satu sahabat Kafin," jawab Kafin yakin. Bivangga tak angkat bicara, ia hanya menjadi pendengar saja.

"Sebentar lagi kamu pasti tahu sifat sebenarnya seorang Azka Geo Rafael," sahut Mr Pyr yang mampu membuat Kafin menganga. Dari mana pria itu tahu nama panjang Azka?

"Om tahu dari mana nama panjang Azka?" tanya Kafin heran. Mr Pyr tak menjawab. Ia kembali fokus menyetir. Dalam benak Mr Pyr hanya berdoa semoga putrinya baik-baik saja. Semoga Azka tidak melakukan hal-hal yang sampai melukai gadis itu. Mr Pyr tahu darimana? Itu pertanyaan bodoh! Dengan mudah pria itu bisa melacak keberadaan seseorang, bahkan mengetahui data seseorang. Baginya semudah membalikkan telapak tangan.

Mobil hitam itu berhenti di sebuah gedung tua yang kumuh. Gelap, tak berpenghuni. Bivangga jadi bergidik ngeri, pasalnya dia takut hantu.

"Kita ngapain ke sini, Om?" tanya Kafin yang masih tak mengerti. Mr Pyr menghela napas jengah.

"Tidak usah banyak tanya! Ikuti saja!" jawabnya dengan menahan emosi. Kafin hanya mengangguk paham. Pikirannya kacau, dipenuhi satu nama, Rycca. 

Mereka bertiga berjalan memasuki gedung tua itu, terlihat menyeramkan. Keringat dingin keluar bercucuran di pelipis Bivangga. Ia dengan susah payah menelan salivanya. 

"Lo kenapa, Biv?" tanya Kafin pelan. Pria itu menggeleng, mendatarkan ekspresinya sebisa mungkin. Selalu ingat, itu kelebihan seorang Bivangga. 

****

"LEPASIN GUE!"  

Gadis malang itu terus meronta dan berteriak. Tak peduli darah segar yang mengalir di sudut bibirnya, tak peduli rasa perih dan denyut sakit di pipinya. Dan sekali lagi, ia tak peduli bahkan sampai suaranya habis. Rycca tak peduli akan hal itu. 

Ketiga pria itu tengah asik dengan dunianya. Tak memedulikan suara melengking dari gadis yang terikat di ujung sana. Azka dan Rey sibuk memakan cemilan, sedangkan Darren sibuk mengotak-atik ponselnya. Darren sempat takut saat Bivangga mengiriminya pesan. 

Bivangga

Lo dimana?

Kafin lagi butuh bantuan. ceweknya hilang. 

Sorry man, gue lagi ada urusan. Gue gak bisa bantu. 

Lo lagi sama Azka dan Rey? mereka ga bisa dihubungi

Enggak

Lo, Azka, dan Rey gaada kaitannya sama hilangnya Rycca, 'kan?

Darren meneguk salivanya. Raut paniknya sangat kentara. Satu pesan masuk kembali dari Bivangga

Gue harap jawabannya enggak. Lo tau sendiri Kafin kalo emosi kayak gimana

Darren kembali mengingat saat Kafin mengamuk dan lepas kontrol di tempat tongkrongan. Semuanya hancur, Kafin benar-benar gila! Dengan cepat Darren mengetikkan balasan agar Bivangga tidak curiga.

Gue gak akan ngelakuin hal bodoh kayak gitu.

"Lo kenapa sih, Ren? Dari tadi kayaknya panik banget?" tanya Azka santai sembari menyeruput minumannya. 

"Gue takut Kafin tau, bisa-bisa kita mampus ketahuan nyulik ceweknya," 

Azka menatap Darren tak percaya. Ternyata nyali Darren sangat ciut sekali. 

"Tenang aja, Kafin nggak bakalan tau kalo lo nggak ngasih tau," sahut Rey tenang. Azka mengangguk menyetujui Rey. Namun Darren masih terlihat panik. 

"Ren, lo liat tuh cewek bar-bar?" ucap Azka sembari menunjuk gadis yang masih saja merontah minta dilepaskan. "Dia udah ngerebut Kafin dari kita. Gara-gara dia kita kehilangan bank berjalan kita!" lanjutnya kesal. Iya memang, semenjak ada Rycca, Kafin berubah. Tak ada lagi Kafin yang menjajani mereka, tak ada lagi tempat ngutang, tak ada lagi yang dimanfaatkan. Ya, sebut saja mereka fake friends. Memanfaatkan segala kebaikan seorang Kafin Nata Danadyaksa.

"Terus mau diapakan gadis itu?" 

"Kita main-main sambil beri dia pelajaran." 

Rycca mendengar langkah kaki yang mulai menedekatinya. Gadis itu menghela napas jengah. Mau apa lagi cowok ini?!

"Halo Rycca," sapa Azka dengan senyum yang dimanis-maniskan, namun bagi Rycca terlihat menjijikkan. Ingin sekali rasanya Rycca menendang kepala dengan rambut kribonya.

"Gak usah sok akrab!" ketus Rycca sinis.

"Wihh, galak. Gue suka nih sama yang modelan begini," sahut Rey, kini pria itu bergabung dengan Azka. Pria berambut ikal itu menatap bringas gadis di hadapannya, membuat bulu kuduk Rycca merinding. 

"Mm--aau aa--ppaa llo?" tanya Rycca ketakutan. Terlihat jelas keringat dingin bercucuran di pelipisnya. Azka tertawa sinis.

"Kenapa? Cewek bar-bar yang angkuh ini takut?" sindirnya tajam. Rycca meneguk salivanya. Apalagi saat pria itu perlahan melepas gesper yang melilit di pinggangnya. Azka terus mendekat. Pria itu menggenggam erat gesper di tangan kanannya dengan seringai kecil. 

Dalam hati Rycca menjerit, ya Tuhan tolong hambamu yang lemah ini! Tante Arinda tolong Rycca! Kafin tolonggg! Mama tolongg!! Namun seolah semuanya tuli, tak ada yang mendengar jeritan bodoh Rycca. Gadis itu hanya menangis dalam diam. Isakan kecil mulai tercipta dari bibir ranumnya. 

Azka mendekat. Tangannya mengelus lembut pipi Rycca yang sudah kebanjiran air mata. 

"Jangan nangis," pintanya. "Ini gak bakal sakit," lanjutnya berbisik. Hal itu mampu membuat Rycca meronta lebih. Azka tampak memberi kode kepada Rey untuk memegangi gadis itu. Rey langsung mengangkat tubuh Rycca. Membalikkan tubuhnya untuk membelakangi Azka. Dan...

Plashh...

Punggung Rycca terasa panas dan perih akibat gesper hitam yang dicambukkan oleh Azka ke punggungnya dengan keras dan tak ada belas kasihan. Rycca menjerit menjadi-jadi. Salah apa dia hingga harus terjebak dengan psikopat macam Azka. Iya, pria itu pantas dianggap seorang psyco. Rycca terus merasakan hujaman gesper itu berkali-kali.

Lihat selengkapnya