Kita sama-sama manusia biasa, yang bisa saling mematahkan hati separah ini.
*****
Rycca berjalan menuruni anak tangga rumahnya, menuju ke arah meja makan untuk sarapan bersama. Di sana sudah ada Tante Arinda dan Mr Pyr di sampingnya.
"Rycca, sini sarapan dulu. Papa kamu masak nasi goreng enak banget!" ujar Arinda antusias. Rycca tersenyum simpul, lalu gadis itu ikut bergabung di meja makan.
"Serius Papa yang masak?"
Mr Pyr tersenyum ke arah gadis itu dan mengangguk mantap.
"Iya dong, khusus kesayangan Papa," lanjutnya dengan menyendokkan nasi goreng itu ke arah piring Rycca. Jelas sekali raut bahagia gadis itu. Momen yang sangat Rycca rindukan dari dulu.
"Makasih Pa," ujarnya tulus.
"Sama-sama sayang. Dihabiskan lho ya! kalo nggak dihabiskan nanti na--"
"Nasinya nangis," potong Rycca cepat. Sedetik kemudian langsung melahap nasi goreng di hadapannya. Mr Pyr mengulas senyuman ke arah gadis cantik itu.
Mirip Gwen.
****
Gadis itu berjalan melewati koridor. Rycca menghela napas panjang. Kafin masih menghilang. Rycca mulai membenakan rok berwarna abu-abu khas SMA itu, lalu ia memegang erat tas yang bertengger manis di punggungnya. Dengan mantap Rycca beranjak dari sana menuju kelasnya. Rycca harus semangat.
Gadis itu diam mematung saat melihat sosok di hadapannya. Tangan gadis itu mengepal erat, mencoba menahan agar emosinya tak meluap. Itu Kafin, dengan siapa dia duduk bermesra di sana? Ia menyipitkan kedua matanya. Mencoba memfokuskan pengelihatannya ke arah gadis manis berambut panjang yang duduk di sebelah Kafin. Bukannya itu, Annisa?
Rycca mencoba meredamkan gejolak amarah dalam hatinya. Mencoba berpikir positif akan yang terjadi saat ini. Bisa saja Annisa membantunya bukan? Mungkin Kafin sedang curhat dengan gadis itu karena mereka satu kelas yang sama. Mungkin juga Annisa menjelaskan dan memberi Kafin nasihat, dan mungkin saja Annisa menanyakan sebab apa Kafin menghindar dari gadis itu. Iya, Rycca harus tetap berpikir seperti itu.
Tapi, tak menjamin kemungkinan bahwa Annisa juga akan bisa menikungnya, bukan?
Rycca hanya mencoba tak peduli. Gadis itu mepercepat langkahnya menuju kelasnya.
Brakk!
"Buset dah, pelan-pelan mbaknya," protes Akmal saat Rycca menaruh kasar tasnya ke atas meja. Rycca hanya menggedikkan bahunya acuh.
"Ryc, jadi bener nih lo pisah ranjang sama Kafin?" tanya Akmal kepo. Rycca langsung menatap pria itu tajam. "Hehh, tatapan matamu setajam silet!" cibir Akmal pelan.
"Ryc, bener gak sih lo pisah ranj--"
"BERISIK LO AKMALUDIN!"
"Sensi bat sih! tapi bener ya? Emang kenapa sih bisa pisah ranjang gitu? kan gaenak tidur sendiri-sendiri, bikin kedinginan."
Rycca menghela napas jengah.
"Ryc, lo masih pisah ranjang, 'kan? belum di talak, 'kan?" Akmal semakin cerewet.
"Mal, lo belum pernah ngerasain usus dua belas jari lo di cubit, ya?" tanya Rycca dingin. Pria itu menggeleng cepat.
"Gak pernah, emang gimana rasanya?" Rycca mendengus kesal. Bicara dengan Akmal bikin tensi darahnya naik.
"Rasanya kayak ngelihat dia bareng dianya," jawab Rycca asal. Akmal tersenyum jahil, ia membuka kancing kemeja putihnya membuat perutnya terekspos.
"Cubit usus dua belas jari Abang dong, Dek! Ughhh."
"AKMALUDIN BEGOOOO!!!"
****
Suara riuh kantin terdengar begitu kentara di kedua telinga gadis berparas cantik itu. Iya, Rycca dan Arini berjalan memasuki area kantin. Kedua gadis itu langsung menempati stand khusus miliknya. Di pojok dekat warung Bang Jhon. Di sana sudah ada Ricco dan kawan-kawannya. Mereka duduk bersampingan.
Rycca mengedarkan pandangannya, mencari sosok yang ia rindukan akhir-akhir ini.
"Nyari Kafin ya?" goda Arini. Rycca hanya menggedikkan bahunya acuh. Tak lama kemudian sosok yang ia cari muncul. Rycca sedikit tersenyum simpul, namun sedetik kemudian senyumnya meredup karena melihat Kafin yang tak sendirian. Ia bersama Annisa. Rycca sempat membelalak tak percaya saat keduanya duduk bersama dan berbagi tawa. Arini yang tau akan hal itu langsung mengusap punggung Rycca lembut. "Sabar, Ryc," gumamnya. Rycca menatap Arini sendu, dan menggeleng pelan.
"Gue nggak bisa sabar lagi Rin. ini keterlaluan!" jawabnya penuh penekanan.
"Terus lo mau apa?"