Menyakitkan, ketika kamu berhasil mendapatkan hatinya. Namun, kamu belum berhasil mengambil hati orang tuanya. Tetap saja cintamu terasa semu.
*****
Kafin memarkirkan mobilnya di halaman rumah Rycca. Pria itu menatap jam yang melekat di pergelangan tangan kirinya, menunjukkan pukul setengah satu dini hari. Pria itu mengusap kasar wajahnya, terdengar helaan napas panjang. Pria itu terlalu egois untuk berlama dan menikmati pemandangan Rycca tertidur. Sampai ia lupa waktu.
"Ryc bangun," pintanya sambil menggoyahkan bahu gadis itu. Namun mustahil bagi seorang Rycca akan bangun, Rycca itu seperti jelmaan kelalawar kalau sedang tidur. Paling susah dibangunin!
Tak ada pilihan. Kafin menggendong tubuh Rycca yang sedikit berat. Ralat! Ini lumayan berat. Membopongnya hingga masuk ke dalam. Pria itu memencat bel berkali-kali. Lalu muncullah sosok wanita paruh baya, Bi Milea.
"Ternyata Den Kafin. Bibi pikir maling," ucap wanita itu sedikit dramatis.
"Ya masak mau maling pencet bel sih Bi," jawab Kafin.
"Itu sih Non Rycca kenapa?"
"Ketiduran Bi."
"Lho kok, kalian habis dari mana?"
"Main Bi." Kafin mencoba untuk sabar.
"Sampai selarut ini?!"
"Bi, boleh saya masuk?" Bukannya menjawab Kafin malah balik bertanya. "Saya gak kuat, ini beneran berat," akunya dengan sedikit membenarkan tubuh Rycca.
"Kayak rindu?"
"Astaghfirullah... Untung Bi Milea!" gerutu Kafin yang masih mencoba untuk sabar. Wanita paruh baya itu cengengesan. Dan langsung mempersilahkan Kafin masuk. Ia langsung menuju kamar Rycca yang terletak di lantai dua rumahnya. Kafin menghela napas panjang. Inilah ujian terberatnya, menaiki tangga sembari menggendong Rycca. Kafin harus kuat!
Terdengar helaan napas lega saat Kafin berhasil menaruh tubuh Rycca di atas ranjang milik gadis itu. Kafin sedikit lama menatap gadis yang tengah tertidur lelap. Pria itu mengulas senyumnya. Kafin mengusap pelan rambut Rycca. Ia mendekatkan wajahnya ke telinga Rycca.
"Selamat tidur Adindaku," bisiknya. "Jangan lupa mimpiin Kakandamu yang aduhai badai ini," lanjut Kafin dengan menahan kekehannya.
Kafin masih enggan berpindah dari posisinya. Hingga Rycca berpindah posisi. Dan ...
Cup!
Bibir Kafin menempel pada pipi mulus milik Rycca. Sedetik kemudian ia langsung menjauhkan diri. Refleks menutup mulut dengan kedua tangannya. Kafin langsung segera keluar dari kamar gadis itu. Ia tak ingin tejadi hal-hal yang tak diinginkan.
"Sumpah demi apapun tadi gak sengaja!" gumamnya dengan masih menutup mulutnya dengan kedua tangan.
****
Kafin perlahan menuruni anak tangga. Tatapan matanya terkunci pada sesosok pria berjas hitam. Tak perlu pikir panjang, Kafin langsung turun menghampiri.
"Kamu ngapain di sini?" tanya Mr Pyr dingin. Tatapan tajamnya mampu membuat Kafin meneguk ludahnya.
"Nganterin Rycca Om," jawab Kafin sesantai mungkin. Mr Pyr menatap kearah wanita paruh baya yang ada divsampingnya.
"Bi buatkan saya kopi," perintahnya tenang. Wanita paruh baya itu langsung berlalu.
Mr Pyr menghela napas berat. Memijat pelan pelipisnya.
"Kamu nggak ngerti bahasa manusia?!" tanya Mr Pyr sarkasme.
"Bisa Om."
"Lantas kenapa kamu masih mendekati Rycca? Saya sudah suruh kamu untuk menjauhi putri saya!" ungkap pria paruh baya itu marah. Namun tak ada nada tinggi di sana. Ini terlalu malam untuk berteriak keras. Kafin hanya menunduk, tak tahu lagi harus bersikap bagaimana.
Mr Pyr memegang kasar bahu Kafin. Refleks Kafin menatap mata pria paruh baya itu yang sudah memerah meredam amarah.
"Jangan lagi bawa Rycca dalam kehidupan kamu!" perintahnya penuh penekanan.
"Saya nggak bisa Om," sergah Kafin cepat. "Rycca bagian terpenting dalam hidup saya. Bagaimana mungkin saya tidak akan membawanya masuk dalam hidup saya," lanjutnya lemas.
"Lebih baik kamu fokus saja belajar, nggak usah terlalu serius mengenai perihal cinta yang semu!" Mr Pyr melepas cekalannya dari bahu Kafin. "Lebih baik kamu pulang," usirnya secara terang-terangan. Mr Pyr ingin berlalu, namun langkahnya terhenti saat Kafin memanggilnya.
"Om."
"Apa lagi?"
"Saya akan lakukan apapun Om, apapun buat dapat restu dari Om Pyr. Saya beneran sayang sama Rycca, maaf jika perasaan saya terhadap Rycca mengusik ketenangan Om." Kafin berujar dengan sangat tulusnya. Pria itu kembali menatap Mr Pyr dengan tatapan sendunya. "Saya pamit Om. Salam untuk Rycca kalo di sini Kafin mau berjuang buat Pyralisnya. Assalamualaikum."
Kafin mencium punggung tangan Mr Pyr, setelahnya ia langsung beranjak dari sana dengan lemas. Kafin terus bersikeras untuk kebahagiannya, bersama Rycca. Jangankan Mr Pyr, jika dunia juga menentang keras hubungannya dengan Rycca. Kafin akan tetap bersikeras untuk melawan, berjuang, dan terus mempertahankan. Karena kadang cinta perlu menuai banyak pengorbanan untuk dapat menikmati hasil yang membahagiakan.
Cinta memang banyak warna hingga membuatnya rumit. Kalo nggak rumit bukan cinta namanya, tapi tinta. Apa, sih?
****
Rycca tak bisa berhenti mengulas senyumnya saat mengetahui siapa yang tengah duduk di meja makan bersama tantenya. Pria paruh baya dibalut dengan pakaian santai, kaos putih dan celana training berwarna abu-abu. Mr Pyr, jika memakai pakaian seperti itu, ia tampak sepuluh tahun lebih muda. Ditambah ketampanannya yang berlipat ganda.
"Papa!" seru Rycca bersemangat dan langsung berhambur pada pelukan pria itu. "Papa lama banget sih di Kanada," keluhnya dengan memeluk erat tubuh kekar Mr Pyr. Pria itu terkekeh pelan melihat sosok manja dari putrinya. Ia mencium kening Rycca agak lama untuk melepas kerinduan pada putrinya.
"Kerjaan Papa banyak sayang, Papa kan juga punya keluarga di sana," jawabnya mencoba memberi penjelasan. Rycca mencebikkan bibirnya ke depan. Lalu sedetik kemudian gadis itu kembali tersenyum, mencoba memahami sang ayah. Rycca kembali mengeratkan pelukannya.
"Iya Pa, Rycca tau kok," jawab gadis itu yang masih membenamkan di dada bidang Mr Pyr. "Makasih Papa sudah mau kembali ke sini."
Mr Pyr mengendurkan pelukannya untuk dapat menatap gadisnya. Pria itu menangkap pipi Rycca.
"Papa akan selalu kembali di sini sayang. Papa masih punya tanggung jawab terhadap kamu." Rycca mengulas senyumnya. "Papa janji nggak bakal ninggalin kamu lagi," ucapnya penuh keteguhan. Rycca tersenyum bahagia. Kini mereka duduk di meja makan.
"Makan yang banyak, berteman sama mantan itu bukan hal yang mudah. Butuh tenaga ekstra biar gak baper lagi."
Rycca tersedak makanannya. Ia langsung buru-buru meneguk air dihadapannya.
"Papa apaan sih!" protes Rycca.
"Lho Papa kan gak bicara sama kamu. Kok kamu merasa sih?"
"Nyebelin!"