Jadi kekasihku sekali lagi, oke?
*****
"Fin..." Gadis itu bergetar hebat ketika pria yang dipanggilnya menatap ke arahnya. Tatapan tajam dengan mata memerah tak membuat Rycca takut. Malah membuatnya semakin sesak.
Kafin menghentikan aktivitasnya. Menghentikan samsak yang sedari tadi ia pukul bertubi-tubi. Pria itu menatap tajam gadis yang tengah mengusap air matanya di ambang pintu.
"Pergi. Mood gue lagi buruk," titah Kafin. Tapi Rycca tak mengindahkan perintah pria itu. Rycca malah mendekat, menghampiri Kafin. "Gue bilang pergi, Ryc!" teriaknya sembari memukul samsak di hadapannya. Tapi Rycca masih saja menulikan pendengarannya. Malahan gadis itu sudah ada di hadapan Kafin.
"Menyedihkan," cibir Rycca.
"Iya, sampai bikin lo ikutan nangis!" timpal Kafin. Rycca memutar bola matanya malas.
"Sok tahu," ujar Rycca tak terima. Padahal memang kenyataannya ia ikut sedih. Namun, ia tak mau terus berlarut dalam kesedihan. Rycca ingin merubah suasana untuk hari ini. "Bad boy bisa nangis juga?"
Kafin hanya menghela napas berat.
"Bad boy juga manusia. Dia juga punya simpanan air mata. Kalo nangis, berarti pasokan air matanya udah overload," jawab Kafin sembari tertawa renyah. Kafin ngelawak?
"Alibi lo murahan banget sih Fin!" cibir gadis itu dengan helaan napas panjang. "Bener ya kata quotes-quotes di instagram. Kadang yang kelihatannya selalu baik-baik saja, dia adalah orang yang paling menyimpan banyak luka."
Kafin menatap gadis di hadapannya. Rycca berjalan mendekat, lalu menyeka air mata Kafin dengan jemarinya. Kafin merasa detak jantungnya berpacu dengan cepat saat jarak mereka teramat dekat.
"Tapi gue suka sama orang yang mampu menyembunyikan lukanya dibalik tawa. Daripada yang suka mengumbar setiap masalahnya di sosial media," tutur Rycca bijak. Kafin tersenyum simpul.
"Berarti lo suka dong sama gue?" tanya pria itu dengan senyum menggoda. Rycca langsung menjauhkan dirinya dari tubuh Kafin. "Mukanya biasa aja Ryc, gak usah tegang gitu."
Rycca menatap Kafin sebal.
"Ba-cot," jawab Rycca dengan raut wajah yang sulit diartikan. Bukannya kesal, Kafin malah terkekeh pelan. Kafin menghentikan tawanya. Menatap Rycca yang tengah memasang sarung tangan tinju kecil berwarna biru, persis seperti yang Kafin pakai, hanya berbeda warna saja.
"Mau ngapain Ryc?" tanya Kafin saat gadis itu sibuk melakukan pemanasan.
"Masak," jawab Rycca asal. "Lo masih emosi? butuh pelampiasan? kasian itu samsaknya daritadi dipukuli. Mending by one sama gue."
Kafin menganga tak percaya. Ini cewek gila apa gimana? Kafin tampak tersenyum remeh.
"Seriously?"
Rycca memutar bola matanya malas.
"Lo masih ragu sama gue? Lo nggak liat piala gue yang bejibun di kamar?"
"Piala apaan?"
"Juara satu lomba lari dari kenyataan. Hahaha!"
Kafin mendesis pelan. Mana mungkin ia mampu menyakiti gadis yang ia sayang. Cukup satu kali ia memukul Rycca di pertemuan pertama mereka. Saat tawuran dikala itu. Kafin terhanyut dalam pikiranya. Pikiran yang berkelana di masa lalu.
Bugh!
Tanpa aba-aba Kafin merasakan rahangnya dihantam oleh seseorang. Pandangannya mengabur. Rycca dengan senyum jahatnya berdiri dihadapan Kafin.
"Dasar lemah. Ayo maju sini lawan gue!"
Kafin bangkit sembari memegangi sudut bibirnya. Kafin menggelengkan kepalanya, mencoba memfokuskan pandangannya. Sedetik kemudian Kafin mulai melakukan penyerangan. Keduanya masuk dalam pergulatan.
Bughh!
"Awss..." ringis Kafin saat merasakan sakit yang teramat pada alat vitalnya. "Aduhh... Masa depan gue Ryc. Ehh, masa depan kita ini," ujar Kafin dengan nada kesakitan. Rycca tersenyum puas saat berhasil menendang kelamahan Kafin.
Kafin kembali bangkit. Melakukan penyerangan, namun dengan lihai gadis itu menangkisnya. Pergulatan berlangsung agak lama. Kafin dengan cekatan memeluk pinggang ramping Rycca, kaki kanannya menjegal kaki milik Rycca. Membuat gadis itu kehilangan keseimbangan. Namun, Kafin dengan cepat menahannya agar tak terjatuh. Tangan Kafin sudah mengepal kuat, namun berhenti diluncurkan tepat di Aqhadapan Rycca. Gadis itu sudah memejamkan erat matanya.
Perlahan, Rycca membuka matanya. Rycca melihat wajah pria tampan dengan keringat bercucuran di wajahnya.
"Kok nggak dipukul?" tanya Rycca pelan. Deru napas Kafin terasa begitu hangat menerpa wajah Rycca.
"Mana tega gue mukul cewek," balas pria itu pelan, bahkan berbisik. "Lo itu nggak pantas dipukul, Ryc," ujar Kafin dengan senyum tengilnya. Rycca mengernyit heran.
"Pantasnya?"
Cup!
Rycca diam membeku ditempat. Kafin tersenyum manis ke arahnya. Pipi Rycca sontak memerah padam. Gadis itu langsung menepis Kafin kasar, dan memberontak marah.
"KAFINNNN!!!" amuk Rycca. Gadis itu memukuli Kafin bertubi-tubi. Sedangkan pria itu berteriak ampun sembari tertawa renyah.
"Apa sayang?"
"Udah jadi mantan, gausah panggil-panggil sayang!" ketus gadis itu tak henti-hentinya memukuli Kafin. Pria itu bersembunyi di balik samsak hitam.
"Cuma lo doang kok, mantan yang gue panggil sayang. Yang lainnya udah hilang, tau kemana."
Rycca berhenti memukuli Kafin. Menatap pria itu dengan emosi yang menggebu. Bisa-bisanya Kafin mencium pipi Rycca tanpa izin.
"Bodoamat!" kesalnya, kembali memukuli Kafin bertubi-tubi. Kafin pun lari, Rycca menahan lengan kekar milik Kafin dan memukulinya.
"Ampun Rycc... Aduh maaf, kan khilaf." Kafin terus meronta sembari menahan tubuh Rycca agar berhenti memukulinya. Tapi Rycca bukan gadis lemah, Rycca punya tenaga sekuat kuda. "Kan mending dicium daripada dipukul."
"Nggak dua-duanya!"
Kafin dengan kuat menahan Rycca yang meronta marah. Kafin menjatuhkan tubuh Rycca diatas matras berwarna biru. Menahanya dengan posisi yang terbilang, intim.
Rycca kembali meronta dengan kekuatan lebih.