Apa yang lebih menyakitkan dari pacaran yang tidak romantis? Jawabannya, keluarga yang tidak harmonis.
*****
Daxton is calling...
Rycca menatap layar ponselnya. Gadis itu bersyukur, telpon dari Daxton menyelamatkannya dari pertanyaan Kafin yang membuatnya dilema. Kafin menatap Rycca tak suka. Telepon sialan!
"Gue angkat telpon dulu ya," izin Rycca. Kafin mengangguk dengan tatapan datarnya. Sabar Kafin.
"Hallo. Kenapa Dax?"
"Kamu dimana, kok text aku nggak dibalas?" tanya pria di sebrang sana.
"Gue lagi di rumah Kafin," jawab Rycca jujur.
"Ngapain ke rumah mantan? Ada urusan apa? Kamu nggak diapa-apain kan sama dia? Mau aku jemput sekarang?" tanya Daxton bertubi-tubi melalu suara telepon. Rycca sempat memutar bola matanya malas. Jujur, Daxton makin kesini makin berlebihan. Rycca tahu Daxton suka padanya, lewat cara dia memperhatikannya. Yah, walaupun pria itu masih belum mengungkapkan isi hatinya.
Kafin langsung merebut ponsel Rycca. Gadis itu mendengus kesal.
"Rycca balik sama gue! Nggak usah sok khawatir, karena Rycca baik-baik aja sama gue. Bye maksimal!"
Beep!
Kafin mematikan panggilan itu sepihak. Sedangkan Rycca langsung merampas ponselnya. Menatap Kafin tajam.
"Gak sopan!" tukas Rycca tajam.
"Lo lagi deket sama dia? Lo suka sama dia?!" tanya Kafin dengan senyum yang tercetak miring. Rycca mendengus Kesal. Menggetok kepala Kafin dengan poselnya, hingga membuat pria itu meringis kesakitan.
"Sok tahu!"
Kafin mengusap kepalanya yang terasa berat.
"Terus kenapa Daxton seperhatian itu sama lo?"
"Ya karena kita temen. Temen curhat gitu," jawab Rycca tak berdosa.
"Curhat lama-lama baper!" balas Kafin sewot. Pria itu memalingkan wajahnya dari Rycca dengan tatapan tak suka. Rycca menatap pria itu, rahang Kafin tampak mengeras. Pria itu marahkah? Atau... Cemburu?
Rycca mengulum senyumnya. Gadis itu memegang rahang Kafin, menuntunnya untuk menatap kearah mata Rycca.
"Fin, lo marah? Apa... Cemburu?" tanyanya lembut. Kafin menepis tangan Rycca, kembali memalingkan wajahnya.
"Menurut lo?"
Rycca mengehembuskan napas kasar.
"Terus apa bedanya, lo sama Nisa? Juga sama kan, kayak gue sama Daxton?" protes Rycca sembari memalingkan wajah. Kafin menatap ke arah Rycca. Tersenyum bahagia. Tak sia-sia ia dekat dengan Anisa.
Kafin mencoba menyembunyikan senyum bahagianya, mencoba bersikap biasa saja.
"Emangnya gue sama Nisa kenapa?" tanya Kafin pura-pura tak tahu.
"Emangnya gue nggak denger tentang rumor lo pacaran sama Nisa?!" jawab Rycca sewot. Kafin tersenyum, Rycca menatapnya aneh.
"Lo cemburu juga?" Rycca diam mematung. Kafin mencubit pipi Rycca gemas. "Suka gue kalo lo cemburu. Cantiknya nambah," goda Kafin dengan gemasnya. Pipi Rycca memanas, wajahnya pun sudah seperti kepiting rebus.
Rycca menepis kasar tangan Kafin.
"Tenang aja, gue nggak ada hubungan apa-apa sama Annisa. Kita cuma sebatas partner buat ngewakilin olimpiade," ujar Kafin menjelaskan. Hati Rycca berteriak bahagia, namun sekuat mungkin ia menyembunyikannya. Gengsilah!
Rycca pun hanya berohria saja. Masih memalingkan wajahnya dari Kafin.
"Terus, kalo lo sama Daxton gimana? Lo ada rasa sama dia?" tanya Kafin. Gadis itu terdiam sejenak, lalu membalikkan mukanya, menatap Kafin.
Rycca mengambil senter di tangan Kafin. Tempat ini gelap dan dingin, satu-satunya penerangan hanyalah senter. Rycca mengarahkan senter itu pada wajah Kafin. Silau, yang Kafin rasakan. Ekspresi Kafin membuat Rycca terkekeh pelan sekaligus berdecak kagum. Kafin sangat tampan.
"Udah Ryc! Silau. Jawab pertanyaan gue, jangan mengalihkan pembicaraan," desis Kafin sebal. Rycca hanya terkekeh pelan mendengar omelan Kafin.
Gadis itu melempar asal senter itu. Gelap, yang terlihat hanya kedua mata berbinar yang saling menatap hangat. Rycca menggenggam jemari Kafin, entah sihir dari mana bisa membuatnya melakukan itu. Rycca tidak tahu.
"Bahkan sampai sekarang, nggak ada satupun yang mampu ganti posisi lo di hati gue, Fin."
****
Keadaan begitu hening di kamar yang berisikan pasangan suami-istri. Lavina dan Mr Goo sibuk akan pekerjaannya masing-masing. Mengotak-atik berbagai benda elektrik di hadapannya dengan tumpukan dokumen.
"I pormise sir, i will finish all data in accordance with the deadline. I will return to Toronto the day after tomorrow," ujar Lavina dengan hembusan napas panjang. Mr Goo hanya diam dan fokus dengan laptopnya.
"Yes sir, I'll not dissapointed you."
Setelah mengatakan itu, Lavina langsung membuang ponselnya ke ranjang. Ia duduk disamping Mr Goo yang tengah sibuk mengotak-atik laptop itu dengan serius.
"What happen Lav?" tanya Mr Goo tanpa menatap wanita di sebelahnya.
"Biasa, client cerewet!" jawabnya sebal. Mr Goo hanya terkekeh pelan melihat raut wajah lelah istrinya.