Kita sangat dekat, tanpa sekat.
Kita saling mendekap, sangat erat.
Tanpa tersadari, bahwa kita belum terikat.
*****
Rycca membanting tubuhnya di atas ranjang. Matanya menatap lurus langit-langit yang berwarna putih itu. Tak lama gadis itu tersenyum, pipinya sontak memerah. Lalu dengan cepat ia menutup mukanya dengan bantal. Merutuki kebodohannya yang ia lakukan beberapa menit yang lalu. Kenapa ia bisa mengatakan itu?! Rycca yakin pasti Kafin akan dengan percaya dirinya menganggap bahwa orang yang dimaksud Rycca adalah dia. Dan hal itu juga akan menumbuhkan harapan lagi bagi Kafin.
"Bodoh!" rutuknya kesal sembari mengigit bantal itu dengan gemas.
Tok... Tok... Tok...
Pandangan Rycca langsung tertuju pada pintu kamarnya. Gadis itu langsung mendatarkan wajahnya, seolah tak terjadi apa-apa.
"Masuk," suruhnya datar. Rycca menatap Bi Milea yang datang dengan ekspresi bahagianya. "Kenapa Bi? Seneng banget kayaknya."
Wanita paruh baya itu tersenyum, bahagia. Rycca menatap wanita itu dengan kernyitan di dahinya.
"Ada apa sih, Bi? Abis ketemu Mang Dilan?" tebak Rycca dengan kekehan pelannya. Bi Milea tampak nyengir tak berdosa.
"Tadi udah ketemu Non pas belanja," jawabnya tersipu malu. Rycca terkekeh pelan melihat ekspresi wajah wanita paruh baya itu. "Tapi ada hal lagi yang bikin bibi bahagia. Termasuk juga Non Rycca."
Rycca mengernyitkan alisnya, bingung. Ekpresinya tampak menunggu jawaban lebih.
"Ayo ikut Bibi," titah wanita paruh baya itu. Tubuh Rycca pun ikut terdorong mengikuti langkah Bi Milea.
"Ada apaan sih Bi? Rycca mau rebahan. Capek habis pulang sekolah. Nanti aja Rycca turun ke bawah, pas habis mandi," protes Rycca. Langkah mereka terhenti dekat tangga.
"Udah Non ikuti aja," jawab Bi Milea acuh. Ia terus menarik lengan Rycca sampai menuju ruang tengah rumahnya. Sepi, hening menyelimuti suasana ruang itu. Rycca menghela napas berat.
"Bi, saya lagi gak mau nonton tv."
"Non tunggu sini ya, bibi ambilin cemilan sama minuman."
Rycca hendak protes, namun ia urungkan karena wanita paruh baya itu sudah melenggang jauh darinya. Gadis itu berdecak kesal. Ia memilih untuk duduk di sofa empuk dan menutup mukanya dengan bantal.
Merasa bosan, Rycca menatap sekeliling ruang tengah itu. Rycca menatap pada satu titik, yakni di meja. Terdapat sebuah kaset dengan label tulisan 'play me'. Rycca mengernyitkan alisnya, sebelumnya ia tak pernah melihat benda itu. Merasa tertarik dan penasaran, Rycca langsung memutar CD itu.
Rycca menatap layar televisinya dengan tatapan serius. Disitu terpampang video cintematic perkotaan di luar negeri, tepatnya Kanada. Lalu berubah dengan seorang pria paruh baya berwajah rupawan yang mengenakan setelan jas mahalnya.
"Hallo Rycca, putri papa yang gemesin," sapa pria itu di dalam video. Rycca menatap kaget, lalu melanjutkan untuk menonton video itu.
"Kamu tau kan Papa sekarang lagi di Kananda? Mencari sebongkah berlian buat anakku tersayang."
Rycca terkekeh pelan. Padahal wajah datar dan dingin milik papanya sangat tak pantas untuk melawak.
"Papa cuma mau minta maaf atas semua kesalahan Papa di masa lalu. Maaf juga, Papa sering tinggalin kamu sendirian karena kesibukan Papa. Maaf, Papa jarang urusin kamu, nggak bisa selalu ada di dekat kamu." Pria itu menunduk lemas, melonggarkan dasi miliknya. "Papa memang orang tua yang buruk."
Rycca menggeleng pelan, hatinya berdenyut, merasakan begitu perihnya ketika melihat sorot mata yang lemas dan penuh penyesalan itu.
"Papa juga brengsek. Coba waktu itu Papa nggak ninggalin Mama, pasti Mama Gwen masih ada di samping kamu kan sekarang."
Dan pernyataan itu berhasil membuat pertahanan Rycca runtuh. Air mata Rycca perlahan langsung membanjiri pipinya, serta isakan yang mati-matian Rycca tahan semakin menyesakkan dadanya.
"Hei, jangan nangis. Papa nggak maksud buat kamu nangis." seolah tahu keadaan Rycca. Gadis itu langsung menyeka air mata di pipinya. Walaupun cairan bening itu tak ada henti-hentinya untuk keluar dari pelupuk mata Rycca. "Papa minta maaf Ryc. Rycca kan sudah dewasa, jadi bisa ngertiin Papa. Papa seneng banget pas waktu Rycca maafin Papa hari lalu, hidup Papa berasa kembali. Makasih sayang.
"Rycca tahukan, Papa juga punya keluarga yang harus Papa tanggung?"
Rycca masih terus mencerna baik-baik setiap kata yang Mr Pyr lontarkan. Gadis itu refleks mengangguk, menandakan bahwa ia paham betul.
"Papa berharap kamu bisa menerima mereka, seperti kamu bisa menerima Papa. Maafkan masa lalu walaupun itu masih terasa menyakitkan di masa sekarang."
Rycca dapat melihat pria itu menunduk. Bahunya mulai bergetar hebat. Tangannya pun mulai menutupi bagian mukanya. Mr Pyr menangis? Rycca yang melihat langsung hal itu juga tak kuasa menahan tangisnya. Tangis gadis itu pecah, dalam ruang yang hening ini.
Mr Pyr bangkit, tangisannya berhenti. Pria itu tersenyum, walaupun masih ada bekas air mata yang bersangga di pipinya.
"Duh Papa kelilipan nih," ucapnya jenaka yang membuat Rycca sedikit tertawa. "Sudah, jangan nangis. Hapus dulu dong air matanya," suruh pria itu, Rycca langsung menyeka air matanya. Mencoba menghilangkan isakan tangisnya. "Nah gitu dong, anak Papa jadi tambah cantik." Rycca tersenyum bahagia. Keadaan sudah tak sesedih tadi.
"Ohiya, Papa cuma mau bilang. Kamu jaga kesehatan ya, jangan bikin onar lagi di sekolah. Jangan lupa salat, makan, mandi tepat waktu. Papa pulang lusa nanti. See you sayang."
Dan sedetik kemudian, layar itu menggelap. Berakhir.
"Loh, Non kenapa?" tanya Bi Milea dengan nampan berisi cemilan yang ia bawa. Rycca kembali menyeka air matanya, berusaha semaksimal mungkin untuk bersikap biasa saja.
"Nggak papa Bi." Rycca membantu wanita paruh baya itu menata makanan. "Ohiya, Tante Arinda belum pulang?" tanyanya mengalihkan pembicaraan.
"Belum Non. Mungkin Nyonya sedang lembur."
Rycca menghela napas panjang. Bosan dengan keadaan rumah yang sering sepi.
"Ya udah Bi, Rycca mau di kamar aja. Mau mandi. Cemilannya pindahin aja ke kamar aku," pinta gadis itu. Kemudian beranjak pergi.
Kejadian beberapa lalu berputar diotaknya tanpa henti. Gadis itu melangkah dengan lelah. Apakah ia bisa menerima keluarga barunya seperti ia menerima kehadiran papanya? Sulit bagi Rycca menerima kenyataan. Tapi apalah daya? Namanya juga kenyataan, datang tanpa diduga. Senang ataupun sedih, semua sudah menjadi takdir yang digariksan Tuhan. Manusia hanya cukup menerima, menjalani, dan mensyukuri.
Rycca mempercepat langkahnya menuju kamar. Ia ingin cepat-cepat mandi untuk mendinginkan pikirannya yang mungkin sebentar lagi akan meledak.
****
Rycca membanting tubuhnya di atas ranjang. Pikirannya agak sedikit dingin sehabis mandi. Gadis itu langsung mengecek ponselnya sembari memakan cemilan yang disediakan Bi Milea tadi.
Gadis itu mulai menscroll layar ponselnya. Memasuki sosial media miliknya. Ia melihat beberapa komentar para netizen dipostingan instagramnya. Masih saja kepo mengenai hubungan dia dengan Kafin. Padahal Kafin bukan artis, tapi kenapa Rycca merasa dihantui dengan para fans pria itu.
Gadis itu menghela napas panjang. Merasa bosan, Rycca beralih pada aplikasi Whatsapp. Gadis itu kembali memutar bola matanya jengah, Daxton selalu saja muncul. Bahkan namanya tertera paling atas pada room chat ponsel Rycca. Pria itu bahkan banyak mengirimi Rycca pesan dan gadis itu sama sekali tak berminat untuk membacanya. Rycca memilih untuk menghapusnya. Tak lama, panggilan video masuk. Gadis itu tersenyum riang saat melihat nama yang tertera disana. Papa Pyr.
Tak butuh waktu lama, Rycca pun langsung menggeser tombol hijau di ponselnya.
"Halo Papa Pyr," sapanya bahagia.