“Semoga berhasil, Isabell!” dukung Lania dari ambang pintu belakang rumah besar mereka dengan suara selirih mungkin agar kedua orangtua mereka dan para pelayan tidak terbangun oleh aksi menyelinap Isabell dan ia bisa menyelinap keluar rumah dengan mulus. Setelah Isabell mengangguk dengan senyuman gembira bercampur rasa tegang, gadis cantik tujuh belas tahun itu berjalan perlahan menjauhi rumah dan menghilang ditelan gelapnya malam. Setelah Isabell benar-benar hilang dari pandangannya, sang adik Lania mengamati lagi surat dari Jenderal Muda Jameson Liam Norrington untuk tunangannya, Isabell. Lania mengingat betapa gembiranya Isabell menerima surat itu pagi ini sampai-sampai ia tak berhenti membicarakannya dengan Lania. Walau sang adik sudah berkali-kali membaca surat Jameson yang singkat itu, ia sekali lagi tersenyum melihat tulisan tangan Jameson yang penuh cinta. Ia pun merasa ingin membaca surat itu sekali lagi sebelum tidur. Lania sangat ingin punya pria seperti Jameson.
Temui aku di Bar Bartholomew, aku punya kejutan untukmu. Teman-temanku akan datang dan kita akan bersenang-senang untuk mengenang persahabatan dan masa muda kita berdua. Aku tahu tradisi mengharuskanku memberikan cincin yang kuyakin kini melingkar manis di jarimu, oh Isabell Lillian Arthurwick, dan sesuai permintaan Sir dan Lady Arthurwick untuk menambahkan berlian cantik di atasnya. Tapi bagiku, tak ada berlian di manapun yang cukup menggambarkan besarnya rasa cintaku padamu. Jadi…datanglah. Aku yakin kejutan nanti malam akan membuatmu tersenyum. Senyum manismu akan bertambah lebih manis, memudarkan pahitnya derita, memudarkan keluh-kesah-gugup hatimu, sebelum pernikahan kita besok lusa.
Aku yang selalu merindukanmu, Jameson.
Catatan : Pamanmu Sir Landenwick, seperti biasa setiap Kamis malam, akan menghabiskan malamnya di Bartholomew. Jadi…kami semua akan berkumpul di taman belakang Bar untuk menghindarinya. Akan kusiapkan semuanya. Haha, jangan lupa, ya, lewat belakang. Sst…
“Surat yang aneh,” gumam Isabell pagi tadi sesaat setelah selesai membaca surat Jameson.
“Tapi kau senang, kan?” goda adiknya. “Ayolah, selama ini kau selalu ‘duduk manis’. Kurasa dia ingin kau sedikit lebih ‘hidup’.” Isabell memukul pelan pundak adiknya, “Memangnya selama ini aku mayat hidup!?”