The Battle of Serenity: Pertempuran Perdamaian

Nabil Bakri
Chapter #3

KRISIS DUA

Seorang lelaki tua berjalan cepat, terburu-buru menyusuri lorong istana United Lords. Dia tahu benar bahwa dirinya sudah terlambat. Amat sangat terlambat. Tapi harga diri dan wibawa seorang diplomat terlalu tinggi untuk dibawa lari, bahkan di saat pemiliknya sudah terlambat. Lorong yang seolah tak ada ujungnya kini menawarkan temaram cahaya yang menerangi pintu besar yang ditutup rapat. Ada dua orang penjaga berdiri tegap dibalut zirah yang menjaga pintu itu, memastikannya tetap tertutup dan tak ada penyusup yang masuk. Walau demikian, mereka mengenali sosok yang makin mendekat dan bersiap membukakan pintu dan benar saja, setelah salah satunya menyapa, “Tuan Skandar,” penjaga satunya membukakan pintu dan lelaki tua itu melesat masuk tanpa berkata-kata. “Dasar Diplomat,” bisik si penjaga sambil menutup pintu tapi memastikan suaranya bisa didengar oleh temannya yang seketika itu juga tersenyum.

Anggota Dewan yang berjumlah 20 orang sudah saling menyahut saat Tuan Skandar masuk ke ruang pertemuan dan menghampiri meja rapat. Mereka semua adalah Diplomat yang mewakili kesembilan Kerajaan di mana masing-masing Kerajaan memiliki dua diplomat kecuali Roarfang yang diplomatnya berjumlah lima orang. Dengan masuknya Tuan Skandar, jumlah anggota dewan sudah komplit, 21 orang. Debat di antara dewan sudah biasa terjadi tapi, menurut Tuan Skandar, ini yang paling heboh dan memang subjek perdebatan mereka sudah sepantasnya membuat perkumpulan apapun menjadi heboh. Tapi karena Skandar datang terakhir, ia tidak tahu apa yang sedang diributkan. Apalagi, tiap-tiap anggota tak mau bicara secara bergiliran. Apa kiranya yang membuat orang-orang bijak dan terpelajar seperti mereka kelihatan buas dan kehilangan wibawanya?

Skandar duduk di kursi kosong di sebelah kiri ketua dewan yang tidak ikut-ikutan ribut. Bertanyalah Skandar pada si ketua, “Ada apa ini, Tuan Razaghar? Ribut sekali! Keterlaluan! Apa kiranya yang bisa membuat kumpulan bermartabat menjadi layaknya binatang?”

“Masalah besar, Tuan Skandar. Masalah besar.” Razaghar menoleh pada Skandar dan mengatakan, “Aku pun tak kuasa mengatur mereka. Mereka semua kaget dan ketakutan mendengar berita yang kubawa.”

“Tapi Anda bisa menjaga perilaku, tidak tersulut kekhwatiran seperti mereka!”

“Itu karena aku sudah tahu kabarnya lebih dulu. Awalnya pun aku panik, tapi setelah beberapa saat aku mulai bisa berpikir jernih lagi.”

“Seserius itukah masalahnya? Ada apa ini sebenarnya?” Skandar mulai tidak sabar mendengar penjeasan Razaghar.

“Tapi kau harus berjanji tidak akan ikut lepas kendali?” pinta si ketua. Skandar mengangguk-angguk makin tidak sabar. Dengan berat hati Razaghar berkata, “Merrakuleon dicuri.”

“Apa? Bagaimana bisa? Bagaimana…” Sesaat kemudian Skandar ikut larut dalam perdebatan panjang anggota dewan. Razaghar tak punya pilihan selain menunggu semuanya bisa menerima informasi ini dan menenangkan diri. Tapi karena mereka butuh waktu yang cukup lama untuk berhenti menyalahkan dan menuding, Razaghar berdiri, mengangkat tangan kanannya dan menggebuk meja keras-keras. Dengan sihir yang dimilikinya gebukan tadi menggelegar layaknya halilintar, cukup kuat untuk menghentikan ocehan anggota dewan dan membuat dua orang penjaga di luar berlari masuk untuk memeriksa keadaan.

“Ada masalah, Tuan Razaghar?” tanya salah satu penjaga.

“Tidak, semua baik-baik saja,” jawab Razaghar, memberikan isyarat agar kedua penjaga itu kembali menjaga pintu masuk.

Lihat selengkapnya