The Battle of Serenity: Pertempuran Perdamaian

Nabil Bakri
Chapter #4

KRISIS TIGA

“Bagaimana?” tanya Skandar pada Razaghar yang berdiri tegak di balkon teratas menara tertinggi istana Roarfang. Ketua dewan yang sekarang menjabat sebagai pelaksana pemerintahan, secara mudah bisa disebut Raja tidak resmi, tidak langsung menjawab pertanyaan wakilnya yang sekarang naik jabatan sebagai ketua dewan. Tapi Skandar tahu Razaghar mendengar pertanyaannya dan dia tahu Raja sementara itu akan menjawab pertanyaannya, sebentar lagi.

“Separuh pengawal dan prajurit Roarfang sedang melakukan pencarian.”

“Ya, aku tahu. Bagaimana dengan tawaran kerajaan lainnya?”

“Northern Nile, Rengland, dan Valley of Tigers sudah membentuk pasukan pencari.” Razaghar memandang tajam ke bawah, ke barisan pasukan yang berderap mantap meninggalkan istana untuk mulai mencari Merrakuleon di luar istana setelah sebelumnya mereka tak henti-hentinya mencari di istana dan bangunan-bangunan di sekeliling istana, termasuk bangunan istirahat pribadi Pangeran Willem.

“Yang lainnya?” Skandar tampak kaget mendengar bahwa baru sebagian kecil kerajaan di Center Isles yang sudah membentuk pasukan pencari. Seperti biasa, jangan harap manusia dengan wibawa dan derajat setinggi Razaghar terutama di saat-saat seperti ini akan langsung menjawab tanpa membiarkan lawan bicaranya menunggu dan baru akan dijawab dengan cara sedramatis dan seangkuh mungkin. Bahkan Skandar yang sudah biasa dengan sifat Razaghar yang satu ini mulai jengkel dan terus melanjutkan omongannya, “Sebagian anggota dewan, pengurus Sultaniland, pihak kerajaan Roarfang, dan bahkan para prajurit dalam regu pencari menyimpan curiga pada Valley of Tigers, tapi mereka malah sudah mengirimkan bantuan di saat bahkan Southern Nile belum mengirimkan bantuannya!”

“Mereka akan menyusul membentuk pasukan pencari karena keberadaan mereka bergantung pada keberadaan Roarfang dan keberadaan Roarfang bergantung pada Merrakuleon. Lagipula…” Razaghar tiba-tiba menghentikan kata-katanya lalu membelai-belai janggutnya.

“Lagipula?” Skandar menuntut kelanjutan perkataan Razaghar.

“Lagipula akan kukirimkan pasukan tempur untuk menghancurkan kerajaan yang tidak menawarkan bantuannya.” Skandar yang semula takjub melihat barisan pasukan sekita itu juga memandang Razaghar dengan penuh tatapan tidak percaya. Tapi Skandar memilih untuk tidak berkomentar. Keputusan pintar.

“Aku akan menemui Pangeran Willem dan mengabarinya tentang bantuan pasukan dari kerajaan lain.” Razaghar mengangguk pelan tanpa ekspresi dan membiarkan Skandar undur diri. Gerbang istana akhirnya ditutup setelah barisan terakhir dari 1.000 pasukan pencari menginjakkan kaki di jalan berbatu di luar istana. Setelah merasa tugas pertamanya sebagai Raja sementara berhasil dilaksanakan, Razaghar berniat meninggalkan balkon menara. Tapi tidak dengan cara menuruni tangga atau mengaburkan presepsi jumlah anak tangga menara layaknya kebanyakan orang yang bisa melakukan sihir, Skandar sebagai contohnya. Sihirnya membuat sekian banyak anak tangga terasa seperti dua-tiga buah saja. Itu bukan cara Razaghar. Kalau dia ingin turun sendiri, bukannya presepsi yang dia ubah melainkan dia akan membengkokkan benda padat, memuntir menara hingga menjadi serendah mungkin hingga langkahnya sejajar dengan tanah.

Drakkurum-Drakkum!” ucap Razaghar, memanggil sesuatu, memerintahkannya untuk segera datang. Tidak butuh waktu lama bagi ucapan namanya untuk membuat langit di hadapannya berubah kelabu menutupi matahari dan bayangannya menggelapkan pandangan Razaghar. Seekor Griffin melayang di hadapan pemanggilnya. Kedua sayapnya berkilau-kilau karena dilapisi besi, begitu juga paruh dan kepalanya yang dilindungi topeng besi. Griffin itu menawarkan diri membawa Razaghar turun dan dengan sigap Razaghar menaiki sang Griffin. Ciri khas Razaghar, selalu bertindak penuh gaya!

***

Skandar mengetuk pintu kamar Pangeran Willem dengan sedikit keras. Tidak biasanya seorang anggota dewan, apalagi yang sekarang sudah menjadi ketua dewan, mengetuk pintu kamar seseorang yang lebih tinggi pangkatnya dengan tempo dan kekuatan suara ketukan yang tidak biasa. Ketukannya lebih cepat, lebih keras, dan terdengar seperti setengah memaksa. “Masuk!” Willem akhirnya menjawab. Skandar sepertinya sudah menduga bahwa Willem akan mempersilakan dirinya masuk bahkan sebelum sang pangeran menjawab, jadi bersamaan dengan ujaran “Masuk” dari Willem, Skandar membuka pintunya.

“Kau, Skandar?”

“Maafkan saya, Tuan.” Skandar mengamati sejenak Willem yang sedang berdiri kaku dipakaikan baju zirah oleh dua orang pengawalnya sementara pengawal pribadinya sedang memoles topeng milik Willem. “Saya tidak bermaksud menganggu…apa yang sebenaarnya ingin Anda lakukan?” Tak peduli seberapa mengganggunya kedatangan Skandar ke kamar orang yang pada dasarnya sedang ‘berpakaian’, tindakan Willem memakai zirah yang seolah mau bertempur justru lebih mengganggu lagi.

“Apa lagi? Aku takkan jadi Raja sebelum berusia 20 tahun. Tak mau kumenunggu selama itu untuk berbuat sesuatu.”

“Berbuat apa?”

“Mencari Merrakuleon, apa lagi?” Willem menjawab pertanyaan Skandar dengan enteng dan, menurut Skandar, ciri khas anak muda. Dia sadar betul bahwa keputusan Willem sangat wajar dan bahkan diperlukan untuk menunjukkan bahwa calon Raja Roarfang bukanlah seorang anak manja yang bisanya duduk-duduk di kursi empuk dan disuapi anggur oleh gadis-gadis cantik. Tapi Skandar tahu betul bahwa itu bukan keputusan yang paling tepat di saat seperti ini.

“Sebentar lagi Razaghar akan mengumumkan berita duka kematian Raja Dothroar. Tapi dengan tegas ia menekankan bahwa kabar hilangnya Merrakuleon tidak boleh sampai menyebar.”

“Tentu saja aku sudah tahu.” Willem sudah sepenuhnya mengenakan baju zirah sekarang, tinggal topengnya saja yang belum dipakai. Dengan ayunan tangannya Willem memberikan isyarat pada pengawal pribadinya untuk menyerahkan topeng tempurnya. Begitu topeng itu ia terima dan dengan bangga ia kenakan, Willem mencabut pedangnya dan mengacungkannya ke arah Skandar yang membalas keangkuhan calon rajanya dengan senyuman meledek.

“Ayah Anda meninggal, jadi orang akan mengharapkan Pangeran mereka mengenakan pakaian yang pantas untuk upacara pemakaman,” gumam Skandar sambil mendekati Willem. Dengan menjentikkan jarinya Skandar melepas topeng Willem dan menjatuhkannya ke lantai. Sebelum Pangeran bisa berkomentar marah-marah, Skandar dengan tegas mengatakan, “Kemunculanmu dengan besi berkilauan di antara kerumunan orang terutama bangsawan dari berbagai kerajaan akan menimbulkan pertayaan dan sebagai seorang Pangeran, keputusanmu bergabung dengan pasukan pencari akan memicu pertanyaan yang lebih besar dan pada akhirnya, mereka akan tahu kalau Merrakuleon telah dicuri. Saat itulah semua makhluk hidup, termasuk para Goblin, Unicorn Hitam, Pohon Penjerat, dan makhluk-makhluk jahat lainnya ikut berlomba-lomba mencarinya. Dan kau tidak ingin mereka berhasil menemukannya!”

Willem menundukkan kepalanya sesaat lalu mendatangi Skandar. Awalnya ketua dewan itu bingung dan menebak-nebak apa yang akan dikatakan Willem sampai-sampai berdiri sedekat itu dengannya. Tapi, Willem tak berbicara dan ia justru memeluk Skandar. Isakan pelan sang Pangeran terdengar jelas di telinga Skandar walau para pengawal tak bisa mendengarnya. “Tinggalkan kami,” perintah Skandar, “Aku harus membicarakan detil pemakaman.” Walau sedikit enggan dan sempat saling menatap, ketiga penjaga akhirnya meninggalkan ruangan dengan langkah yang tampak berat, terutama bagi pengawal pribadi Willem yang memang ditugasi untuk memastikan keselamatan sang Pangeran.

“Aku sangat sedih, Skandar,” ungkap Willem setelah pintu kamarnya ditutup. Ia melepaskan pelukannya dan melanjutkan keluh kesahnya, “aku bingung! Aku tak tahu harus berbuat apa!”

“Dengan menangis kau akan menunjukkan bahwa kau lemah, Pangeran. Kau tidak ingin dirimu yang sekarang dilihat oleh banyak orang. Dan…apa alasanmu mempercayaiku untuk mendengarkan kegelisahanmu? Siapa tahu aku orang yang ingin mencelakakanmu!” Skandar bicara setegas mungkin namun membalutnya dengan nada penuh simpati. Setidaknya itu yang dirasakan Willem karena sebenarnya Skandar sedang menggunakan sihirnya untuk menenangkan arus pikiran Willem yang berkecamuk hebat. Skandar memang dikenal cukup ahli menggunakan sihir walau dirinya jelas tak sekuat para Titisan Penyihir yang sejak lahir ditakdirkan menjadi penyihir hebat dan bahkan Razaghar jauh lebih kuat daripada dirinya. Tapi kemampuan menyihir Skandar cukup dihormati terutama oleh kebanyakan penyihir pemula dan orang-orang yang tidak suka pada Razaghar atau penyihir-penyihir hebat pada umumnya.

“Entahlah, aku merasa…sebenarnya aku justru tidak merasa aneh atau salah kelihatan lemah di hadapanmu, ketimbang di hadapan orang lain selain orangtuaku yang…sekarang keduanya sudah tidak ada lagi.”

“Tetap saja salah, Pangeran, salah besar sebelum kau benar-benar yakin kalau aku bukan musuh.”

“Skandar, aku yakin kau bukan musuh. Mana ada musuh bicara seperti itu?”

Lihat selengkapnya