"Dan ada yang ingin Bunda tawarkan pada kalian."
Mendengar kata penawaran, mata keempat cowok melarat itu berbinar, jauh lebih gemerlap dari biasanya. Penawaran yang diberikan oleh bunda Sazanna biasanya selalu menyenangkan, karena tidak lain dan tidak bukan adalah berhubungan dengan apa yang mereka idam-idamkan: Uang! Penawaran mencuci mobil akan mendapatkan uang saku 75.000 rupiah. Penawaran mencabut rumput di halaman dan menyiram bunga bernilai 60.000 rupiah. Penawaran mencuci kolam renang dan kolam ikan punya daya saing tinggi karena menghasilkan 100.000 rupiah. Jadi, pada dasarnya, kata penawaran ini tidak bisa diabaikan begitu saja.
Alan bangkit dari kondisi sekaratnya. Ia bergegas menyusul tiga temannya yang sudah duduk cantik siap mendengarkan.
Melihat Alan juga sudah ikut duduk, Bunda Sazanna berdeham pelan untuk memulai presentasi singkat proposal penawarannya. "Jadi mulai hari ini, keponakan bunda akan tinggal bersama kalian di rumah ini." Empat anak kosnya kompak mengangguk. "Dia setingkat sama kalian, naik kelas sebelas. Dia cewek, namanya Lee."
Terlihat Dev menyeringai lebar. Playboy macam dia mendengar kata cewek langsung saja membuatnya semangat.
"Lee itu agak ... Um ... berbeda dari cewek kebanyakan."
Pernyataan itu membuat empat pasang alis mengernyit bingung. Dev mengangkat tangannya, tanda akan menyela penjelasan bunda Sazanna.
"Ya, silakan, Dev."
"Keponakan Bunda punya kumis dan jenggot ya?"
Bugh! Bugh! Bugh!
Tiga pukulan mendarat tepat di puncak kepala Dev.
"Terima kasih sudah mewakilkan Bunda, Hota, Alan, dan Zyan. Mari kita lanjutkan. Keponakan Bunda itu bukan berbeda dalam hal fisik, tidak berkumis dan berjenggot, tapi dia berbeda lebih ke perangainya…” Jeda sejenak. “…emosinya cepat tersulut."
Dev, kembali menyela, kali ini tanpa izin. Ia mengibaskan tangan sembari tertawa sombong. "Ah, itu sih bukan hal besar, Bun. Cewek mana sih yang belum pernah aku taklukkan. Dari yang suka ngumbar senyum, yang dingin kayak freezer, sampai yang emosinya suka meletup-letup kayak bom molotov, semua sudah pernah jatuh sama pesona, Dev, Bun."
"Perlu kita pukul lagi nggak, Bun?" Alan menawarkan diri, membuat Dev refleks membentuk perisai di atas kepalanya dengan tangan.
Untung saja Bunda menggeleng. "Nggak perlu. Nanti otaknya tambah error. Abaikan saja. Kita lanjut. Nah, jadi, keponakan Bunda ini dulunya sangat feminin. Dia feminin, periang, sangat manis dan bersemangat, kurang lebih seperti Bunda ini lah ... " Ada jeda sesaat karena Alan dan Dev membuat gerakan seperti akan muntah. Setelah mengirim satu pelototan dan membuat anak-anak itu tenang, barulah ia kembali melanjutkan. "Kurang lebih tiga tahun lalu, sikap dan sifatnya berubah. Dia jadi tidak memperhatikan penampilan, dingin, dan bahkan cenderung kasar."
"Kenapa bisa, Bun?" Giliran Hota yang bertanya.
Anehnya, bunda Sazanna tidak mengacuhkan pertanyaan Hota, seakan-akan ia tidak mendengarnya. Wanita paruh baya itu tetap berbicara. "Nah, Bunda ingin kalian mengubah keponakan Bunda ini untuk bisa jadi seperti yang dulu lagi. Jadi cewek feminin yang manis dan ceria."