Matahari kuning pucat menggantung di atas langit bergaram. Musim dingin telah tiba hanya dalam semalam, dan hawa dinginnya memberi kesan yang sepi di jalanjalan dan rumah liburan yang ditinggalkan penghuninya. Tim sangat menyukai sinar temaram di bulan Desember dan ketiadaan semua orang, dia melakukan urusannya dengan kebebasan yang terasa menggembirakan. Dia harus mengurus selusin properti yang ada di desa itu dan selusin lainnya yang tersebar di ujung timur semenanjung, dan dia telah melakukan urusannya di tiga dari empat rumah yang ada dalam daftarnya hari itu, tanpa diganggu seorang pun.
Rumah musim panas keluarga Rothman adalah rumah terbesar dan terindah di desa itu. Rumah itu menghadap ke pantai yang berbentuk bulan sabit, dan terletak sangat ideal dengan pemandangan mercusuar di sisi utara, dan hamparan pasir serta bebatuan di sisi selatan. Tim memarkir Jeepnya di belakang rumah dan berdiri di jalan aspal, mengagumi mansion baru yang tampak begitu berbaur dengan gaya lama Victoria New England yang bertebaran di sepanjang pesisir. Padahal, bangunan ini dibangun kurang dari sepuluh tahun yang lalu. Anaknya lebih tua dari rumah ini. Angin menusuk dan menembus jaketnya, sehingga Tim mengancingkan kerah dan berlari kecil menuju pintu, kemudian mencari kunci rumah di sakunya.
Di dalam rumah itu lebih dingin lagi dan dia mencari termostat untuk menyalakan pemanas, kemudian menyalakan lampu di tengah hari yang pucat itu. Di dapur, lemari birch yang baru dan bersih bersinar bagaikan madu di atas meja dapur yang mulus, dan di antara kompor dan lemari es yang bersih tak bercela. Beberapa lukisan cantik menghiasi dinding, dan di ruang makan semua kursinya diposisikan tepat tiga inci dari tepian meja, seolah-olah menanti tamu yang akan datang bersantap. Tim memeriksa keberadaan angin dan dengan tidak acuh memeriksa jendela yang dia tahu tertutup. Selapis debu menutupi rak dan barang-barang antik yang diletakkan dengan hati-hati di bufet. Tim menggambar garis dengan ujung jarinya di sepanjang tepian bufet mahogani itu. Fotofoto keluarga Rothman yang dibingkai bertebaran di mana-mana. Sang Ayah dengan jas dokter gigi putihnya sembari memegang alat yang tampaknya mengerikan, dan foto sang Ibu dengan senyum praktis yang sama di setiap foto. Dua anak—satu laki-laki dan satu perempuan—yang terlihat bertambah dewasa dari balita hingga remaja, dengan gigi sempurna yang berkilau di bawah matahari Maine di musim panas. Bahkan, anjing mereka— seekor Shiba Inu regal—tampak sempurna seperti seekor rubah yang didandani. Dalam cermin yang bersepuh, Tim melihat pantulan dirinya yang melihat ke barang-barang keluarga itu bagaikan maling, dan dia langsung memalingkan muka.
Tim duduk di kursi malas Dr. Rothman dan memeriksa karpet Persia yang terhampar di bawah kakinya, sembari berpikir apakah dia telah membawa masuk pasir atau lumpur. Ruangan itu tampak sederhana tetapi anggun. Sebuah piano Steinway menempati satu sisi tembok. Fotofoto lain dari Nyonya Rothman yang mengenakan baju renang terbaiknya. Berbagai cermin dan lampu artistik. Penyangga langit-langit dari pinus putih dengan pinggiran. Semua perabot, barang-barang cadangan, rumah musim panas yang lebih indah dan baru dibandingkan rumahnya. Istana yang dibangun melalui satu demi satu mahkota gigi, satu demi satu gigi tiruan, gigi demi gigi.
Uang. Dia merogoh dalam-dalam ke saku depannya dan menemukan satu lembar sepuluh dolar, uang lusuh yang sama yang telah dia simpan di situ tiga hari yang lalu. Tanpa perlu melihat, dia tahu bahwa dompetnya tidak berisi. Tidak pernah ada cukup uang. Dulu rencananya dia akan kembali ke sekolah dan meraih gelarnya, tetapi ketika anak mereka lahir dan kemudian didiagnosis, mereka berdua memutuskan—setelah berdebat panjang—bahwa Tim harus mengesampingkan citacitanya agar dapat mengurus anak mereka setiap saat.
Waktu itu Holly berkata, “Aku bisa menghasilkan lebih banyak uang,” dan itu memang benar, walaupun sebagai pengacara yang baru mulai di kota kecil itu. “Jadi akan lebih masuk akal bahwa aku harus mempertahankan pekerjaanku selama Jack masih kecil. Ayah yang tinggal di rumah tidak terlihat buruk, kan? Kau selalu bisa mencari pekerjaan sampingan atau paruh waktu. Kita bisa mengaturnya.”
Akhirnya, Tim memiliki pekerjaan sebagai pengurus rumah untuk Coast Property Management, tetapi dia sering kali berpikir mengenai Holly, apakah dia tidak diamdiam menyambut kesempatan untuk menghindari tanggung jawab harian dalam mengurus anaknya sejak awal? Ketika J.P. lebih kecil, Tim membawanya untuk mencari berbagai pekerjaan serabutan ketika Holly sibuk, atau ketika mereka tidak dapat menemukan pengasuh. Namun, setelah Jip memiliki fobia itu, perjalanan bersama anaknya menjadi hal yang hampir mustahil dilakukan. Sama mustahilnya dengan kembali bersekolah setelah bertahun-tahun berlalu. Tim sudah cukup tua untuk menjadi seorang ayah dari mahasiswa yang baru masuk kuliah.
Dia menggosok noda di karpet dengan sol sepatunya. Angin menggoyangkan daun jendela di belakangnya, dan Jim menyeret dirinya berdiri dari kursi malas, kemudian menaiki tangga dengan badan kaku kedinginan untuk memeriksa angin di kamar tidur. Di dalam kamar tidur sang Dokter Gigi, tempat tidur ukuran king mengambang bagai rakit di tengah lautan luas. Tim merapikan sedikit kerutan yang tampak pada seprai tempat tidur itu dengan kedua tangannya, dan dia membayangkan Dr. Rothman bersama istrinya, sempurna dengan kulit kecokelatan mereka, beristirahat di tengah siang musim panas, bersantai sepenuhnya. Angin bersiul melalui celah di dinding, dan Tim mengikuti arah datangnya suara itu, melewati kamar anak perempuan keluarga itu. Dia melihat sekelebat bentuk boneka beruang besar yang dimenangkan dari karnaval tepi pantai entah di mana, dan beruang itu didudukkan di kursi Goldilocks.
Pintu di bagian ujung selasar tertutup, dan ketika Tim membukanya, tercium bau menyengat dari kamar anak laki-laki itu, seolah-olah apa pun itu telah teperangkap selama tiga bulan di dalam sana. Ada yang mati di dalam situ. Berbagai poster terpasang di dinding kamar—bintang olahraga Boston, Red Sox dan Patriots, Celtics dan Bruins. Sepasang ski air disandarkan di sudut, dan di atas rak serta lemari baju, berjejer berbagai kerang dan bintang laut kering, telur hewan laut kering, dan sepotong kayu hanyutan pantai yang bengkok bagaikan tanduk paus narwhal. Sebuah buku tempel terbuka di atas meja belajar pemilik kamar, dengan halaman-halaman penuh kisah biasa di musim panas. Kapal penangkap ikan paus yang keluar dari Boothbay, tamasya pantai, sejumlah materi cetak dari acara kembang api tahunan besar di Portland. Dan, anak laki-laki itu beserta saudara perempuannya di bawah sinar matahari yang cerah, memanjat bebatuan, menaiki kayak di Atlantik yang tenang, dan memegang sepasang ikan hasil tangkapan yang tidak lebih besar dari ikan kakap putih. Anak laki-laki dan saudara perempuannya, yang berkulit makin gelap dari bulan Juli hingga September. Dia membuka halaman terakhir dan memikirkan anaknya sendiri.