Sejak putus dari mantan, gue jadi sering nongkrong dengan teman-teman. Tujuannya cuma satu, biar gue bisa melupakan rasa sakit hati karena telah kehilangan orang yang gue sayang.
Perasaan kangen dengan mantan sering gue rasakan karena sesungguhnya kangen mantan adalah hak setiap jomblo yang belum bisa move on.
Gue nggak mau berlarut-larut dalam kesedihan dengan cara mengurung diri di kamar atau mogok makan. Bukan gue banget!
Meskipun cuma bisa menghilangkan rasa sakit sejenak, setidaknya saat bersama teman-teman, gue bisa merasa nyaman.
Akan tetapi, terkadang ngumpul dengan mereka pun bikin gue rada nyesek. Teman-teman gue sering ngajak gebetannya, sedangkan gue masih menenteng-nenteng kenangan pemberian dari sang mantan. Bahkan, gue sering jadi bahan olokan mereka.
“Dur, tuh, baju yang lu pakai dari mantan lu, ya?” tanya salah seorang teman gue sambil menahan tawa.
“Iya, nih, baju pemberian mantan gue,” sahut gue polos.
“Hahaha …. Baju mantan, kok, masih dipakai. Udah, buang aja atau jadikan keset di depan rumah lu!” sahut salah seorang teman yang lain. Spontan teman-teman yang lain juga ikut menertawakan gue.
Mendengar olokan itu, gue merasa terkucilkan. Rasanya pengen gue lepas baju yang saat itu sedang gue pakai, lalu membuangnya ke tengah jalan. Terus, gue bakal lari setengah telanjang sambil joget manggil hujan. Puas?
Suatu malam, gue sedang nongkrong di sebuah kafe yang berada di Jl. Kayu Tangi bersama Ntoy, sobat gue. Kami berdua duduk di teras kafe tersebut, duduk dengan posisi saling berhadapan. Malam itu, gue dan Ntoy persis seperti sepasang homo yang lagi nge-date.
Gue cerita ke Ntoy tentang hubungan gue yang kandas dan meminta solusi agar bisa melupakan sang mantan.
“Cari aja cewek yang bisa membuat lu lupa dengan mantan lu, Dur,” ujar Ntoy yang mendadak berlagak jadi penasihat cinta.
“Kapan gue bisa nemuin, tuh, cewek?” tanya gue putus asa.
“Biarkan waktu yang menjawabnya, Dur.”
Hening.
Ntoy adalah teman yang menurut gue paling baik, tidak sombong, tapi sayang, dia nggak rajin menabung. Ntoy juga memiliki permasalahan yang sama seperti gue, sama-sama belum bisa move on. Perlu diketahui, hanya jomblo-lah yang bisa mengerti perasaan jomblo-jomblo lainnya.
Saat lagi asyik berbagi cerita dengan Ntoy, tiba-tiba gue merasakan tarikan medan magnet yang sangat besar menarik pandangan gue ke sebuah sudut di mana terlihat seorang cewek yang saat itu lagi asyik ketawa-ketawa bersama teman-temannya.
Rasa penasaran pun muncul untuk mencari tahu siapa nama, tuh, cewek.
“Kenapa lu, Dur, bengong senyum-senyum sendiri?” tanya Ntoy yang bingung melihat gue.
“Tuh, ada bidadari tanpa sayap lagi ngopi,” gue menunjuk cewek tersebut.
Ntoy membalikkan badannya, melihat cewek yang gue tunjuk. “Astaga, bening, Dur. Bening. Bentar, Dur, gue stalking Twitter, nih, kafe, siapa tahu, tuh, cewek lagi nulis check-in di sini,” ujar Ntoy.
Lalu, Ntoy mengambil handphone-nya, membuka Twitter untuk mencari tahu akun Twitter cewek itu.
Di saat gue lagi asyik memperhatikannya dari kejauhan, tanpa sengaja dia melihat ke arah gue. Dan, mata kami pun bertemu. Gue menatapnya dengan penuh cinta, sedangkan dia menatap gue dengan tatapan ingin muntah.
Gue mencoba memberanikan diri buat kenalan sama tuh cewek, tapi gue sadar dengan keadaan tampang gue yang persis seperti kucing kampung. Gue takut, pas gue ngajak kenalan, dia malah ngasih gue tulang ikan dan gue diusir keluar oleh pelayan kafe dengan alasan hewan dilarang masuk kafe.
Gue pun mengurungkan niat untuk berkenalan secara langsung.
Ntoy yang sedang asyik membuka Twitter tiba-tiba tersenyum semringah. “Gue nemu, nih, akun Twitter cewek itu, nih, Twitter temannya juga ada!” seru Ntoy sambil ngasih lihat akun Twitter cewek itu.
“Ebusehhh … bener, nih, akunnya. Kok, lu bisa tahu?” kata gue terheran-heran dengan skill detektif Si Ntoy.
“Sudahlah, nggak usah banyak tanya, lu mention aja langsung!” tegas Ntoy.
Setelah gue lihat Twitter-nya, gue jadi tahu namanya. Namanya Nitha. Tanpa basa-basi, gue ambil handphone gue dari kantong dan langsung buka akun Twitter gue, lalu nge-tweet:
Gue liat lagi, tuh, cewek untuk memastikan apakah mention gue sudah dia baca. Nitha yang terlihat lagi asyik bermain kartu uno, tak lama kemudian mengambil handphone-nya. Sontak, dia langsung tertawa sambil memperlihatkan handphone-nya itu kepada teman-temannya. Mereka kaget baca mention dari gue, lalu tertawa lagi secara bersamaan. Saking terkejutnya, salah seorang temannya langsung salto sambil bilang, “Wow”.
Gue menunggu balasan mention dari Nitha, tapi sampai saat dia pergi meninggalkan kafe, tak ada satu pun balasan dari Nitha ataupun teman-temannya.
Malam itu berlalu tanpa ada perkenalan antara gue dengan Nitha.
Gue pulang ke rumah, membaringkan tubuh di kamar sambil membuka akun Twitter. Gue mention lagi Nitha dengan sapaan:
Lama menunggu, akhirnya mention gue dibalas. Sialnya,, balasannya malah mengira gue salah satu pelayan kafe yang gue datangi tadi. Gue jelaskan panjang lebar kepada Nitha kalau gue bukan pelayan kafe.
Saat mention-an sama Nitha, gue manfaatin buat minta pin BB-nya … dan berhasil! Nitha memberikan pin BB-nya. Dan, tanpa pikir panjang, langsung gue invite dia.
Setelah friend request gue diterima. Obrolan kami pindah ke BBM. Di situ, gue mencoba memberi sedikit perhatian. Namun, Nitha malah bilang kalau gue FREAK.
Hening.
Gue mikir sejenak, dari tadi gue yang selalu nanya kepada Nitha, sedangkan Nitha nggak pernah nanya balik kepada gue. Ini persis seperti lagi wawancara dan PDKT pertama gue gagal.
PDKT yang gagal adalah when we are sending a long message and then get a short answer. Tapi, gue nggak nyerah sampai di sini karena gue tahu cewek itu lebih suka dikejar. Asalkan saat ngejar, kita nggak meneriaki dia maling (Nah, lho?).
Lambat laun hubungan gue dengan Nitha mulai dekat. Nitha nggak pernah lagi balas BBM gue dengan singkat dan obrolan kita nggak lagi terlihat seperti sesi wawancara. Dengan begini, gue jadi tahu lebih banyak tentang Nitha dan yang paling penting, gue tahu Nitha bukan orang yang terburu-buru cari pasangan, kalau bahasa zaman sekarangnya: single woles.